Senin, 26 Oktober 2020

UJI COBA KAWASAKI VERSYS 250 ( TOURING BANDUNG –PANGANDARAN-DIENG-LEDOK SAMBI YOGJAKARTA)

 

Short Escape 8 -13 Agustus 2020

 


Tulisan kali ini dilakukan untuk beberapa hal :

1.      Uji coba Kawasaki Versys 250cc ( dari sudut pandang Boncenger)

2.      Review spot Camping Pantai Madasari

3.      Review spot camping Dieng

4.      Review camping ground Ledok Sambi Yogjakarta

Setelah sekian lama bersama Yamaha X-Max dan melalui >30 ribu kilometer bersama, hanya ada satu kekurangan yang saya rasakan sebagai boncenger  yaitu rasa sakit di leher belakang apabila saat riding suami kurang memperhatikan kondisi jalan sehingga  tanpa sengaja masuk lubang atau saat melewati jalanan yang tronjol-tronjol. Hal ini yang terkadang menyebabkan ribut kecil karena saya menyalahkan suami sebagai rider kurang memperhatikan kondisi jalan. Pada Yamaha N-Max masalah seperti itu dapat diatasi dengan mengganti shock breaker dengan Ohlins, kami pernah memindahkan shock breaker ohlins N-max ke X-max saat trip ke nol kilometer  Sabang yang mengatasi suspensi keras X-Max tetapi karena shock breaker ohlins N-max pendek maka saat masuk lubang cukup keras leher saya selamat tetapi beberapa kali bagian bawah X-max mentok ke aspal dan malah sempat memecahkan pelindung di bawah mesin motor saat kami pulang dari titik nol Sabang.

Saya pribadi cukup sering mencari tahu dengan membaca review tentang motor di media daring, konteks motor disini tentu saja motor level ikan sepat spt kami lah.. tetapi hampir tidak ada yang mengulas dari sudut pandang atau ” memperdulikan perasaan” boncenger jarak jauh seperti saya. Maka saat kami hendak mengganti Yamaha X-Max dengan Kawasaki versys 250 kami cukup terbuai dengan ulasan-ulasan indah yang mempesonakan kami, sehingga kami menjadi manusia yang “ habis manis sepah dibuang”  dan dengan kejam menjual X-max  kemudian  memboyong Kawasaki versys 250 cc second yang sudah full aksesoris dan jok sudah dimodifikasi dimana jok rider sudah ditambah keempukannya, motor tsb baru dipakai 3000km dan tampak lebih gahar sehingga  espektasi kami melayang ke angkasa ; si Versys ini akan lebih gahar menapaki aspal jalan yang akan kita lalui pada trip berikutnya.

Kesalahan kami adalah setelah memboyong Versys , saya tidak mencoba dulu dibonceng yang dekat-dekat dulu misal keliling kampung atau ke pasar, tapi saya langsung mencoba dengan short escape ke Pangandaran-Dieng –Yogya pada tgl 18-23 Agustus 2010, akibatnya saya tersiksa sepanjang perjalanan karena : jok versys keras…tidak nyaman…tidak ergonomis

Akibat jok bermasalah , saya sebagai boncenger tidak tahan duduk lama dan sakit kaki terutama pada paha karena menahan badan , jadi saat jalan menurun badan saya ikut merosot ke depan…selain itu posisi jok boncenger yang tinggi membuat lubang hidung saya pas di atas helm suami sebagai rider ( tinggi badan saya 164 cm), sehingga anginnya kencang dan saya tidak bisa melabuhkan dagu saya di pundak suami apalagi bersender manja...

Ketahanan saya dibonceng hanya max. tidak sampai  3 jam dan itupun  bokong rasanya sudah kebas mati rasa , sampai saya tidak pilih bulu dimanapun saya minta time out sama suami untuk menghentikan kendaraan dan saya turun mengistirahatkan bokong yang merana…

Singkat kata sebelum-sebelumnya saya tidak pernah mengeluh masalah perbokongan saat dibonceng, kalaupun minta berhenti biasanya karena lapar atau haus, keperluan ke toilet , dll..tetapi bukan karena bokong sakit. Tetapi dibonceng Versys ini memang istimewa; 4 hari berkendara, sesampainya di rumah selain badan sakit , pas di bawah bokong saya kiri –kanan tampak merah karena lecet dan agak luka…Masya Alloh, selama ini saya dibonceng lama kemana-mana tidak pernah sampai merusak asset….

Maaf saya ini bercerita sangat emosional….

 Pantai Madasari

Sabtu 8 Agustus 2010, pukul 12.30 kami baru start dari Lembang, mengambil jalur Cidaun Ciwidey, pukul 15.15 kami sampai di Ciwidey dan makan di RM Padang yang sepi , disini saya sdah mengeluhkan ketidak nyamanan saya sebagai boncenger, sementara suami saya juga mengeluhkan perpindahan  gigi di tanjakan dan versys seperti kehabisan nafas alias tak ada tenaga apabila menemui tanjakan panjang …

Kami melewati situ Patengang dan naik terus melewati kebun teh Rancabali yang saat itu sudah berkabut . Kabut masih menyelimuti saat kami sampai di Naringul sehingga kaca helm saya basah berembun, dan pukul 17.25 kami sudah sampai pertigaan Cijeruk dimana kami sudah melihat pantai selatan dari kejauhan.

Nasi padang dulu biar otak tidak kram...

PTPN Rancabali

Kabut saat mulai naik di tengah kebun teh Rancabali

Sampai daerah Naringgul kabut masih tebal

kaca Helm berembun

Pelebaran jalan

Pantai sudah tanpak dari kejauhan

 

Kami melewati pertigaan Pantai Ranca Buaya dan beristirahat sejenak di Alfamart , kemudian kami lanjut membelah perkebunan Mira Mareu dengan aspalnya yang mulus dan situasinya sudah mulai ramai dalam arti sudah mulai ada pemukiman dan warung, yang lalu lalangpun cukup ramai, saya ingat sekitar tahun 2016 melewati perkebunan ini jalannya masih tronjol-tronjol dan suasananya siangpun sangat sepi apalagi malam hari.

Pukul 20.25 kami ngopi sejenak di Café kecil daerah Cipatujah, dan pukul 21.57 kami makan nasi goreng pas di dekat papan penunjuk jalan ke arah pantai Madasari.

Jalur pantai selatan yang mulus
 
Pertigaan Rancabuaya, istirahat di Alfamart

Ngopi dulu, eh..ada cofee beer ..

Makan nasi goreng disini, pas di dekat plang arah pantai Madasari

Saat makan itulah saya ingat kawan kami dari rombongan motor Cigadung Bandung melakukan touring dan camping di sana pada hari yang sama, sehingga kami memutuskan menyusul dan bergabung untuk camping di bibir pantai Madasari. Kami meminjam nama rombongan motor kawan kami tsb sehingga kami terbebas dari pungutan membuka tenda dll.

Perlu diketahui camping di pantai Madasari ini mengasyikan karena kita dapat membuka tenda di dekat tebing di bibir pantai dengan memarkir kendaraan dekat tenda , MCK dengan air yang lancar, dan warung-warung makan yang menyediakan kopi dan ikan bakar,  tetapi terkadang terjadi pungutan yang dihitung pertenda yang nominalnya tidak standar alias seenak udelnya. Jika yang akan membuka tenda  orangnya berpenampakan orang kota dan mudah ditindas akan menjadi sasaran empuk sehingga bisa saja satu tenda diminta 250k…jadi hati-hatilah…Rombongan motor Cigadung juga melakukan negosiasi sedemikian rupa , sehingga satu rombongan dipatok sekian dan motor kami yang “bergabung belakangan” akhirnya bebas pungutan tenda, parkir dan MCK..

 

Pagi,  view dari tenda ..



Foto sejuta umat pantai Madasari

Jalur desa menuju Banjarsari

Jalan desa sungguhan

Meski tambah jauh tapi jalurnya asik sih...

Dieng Plateau

Minggu 9 Agustus 2020 pukul 9 pagi, setelah mandi , sarapan dan berbincang-bincang beberapa saat dengan kawan-kawan dari rombongan motor Cigadung Bandung, kami melanjutkan perjalanan dengan mengambil jalan desa yang lumayan memakan waktu karena jalurnya memutar, akhirnya kami keluar di Banjarsari sudah siang sehingga kami baru sampai Kebumen sekitar pukul 14, suami saya sempat tidur sebentar di Rest Area Pom Bensin disana.

 Telaga Cebong

Hari sudah gelap saat kami sampai di Dieng, kami membuka tenda di tepi telaga Cebong yang ternyata sudah lumayan banyak tenda. Umumnya mereka buka tenda disana untuk berangkat subuh ke bukit Sikunir. Akhirnya kami menemukan tempat yang sepi dan agak jauh dari tenda-tenda yang lain dan memarkir kendaraan di samping tenda, tetapi sayangnya lokasi tenda kami dekat dengan kebun kentang yang memakai pupuk kandang lengkap dengan bau khasnya yang terkadang semriwing tercium sampai tenda…hahahha….

Camping di telaga Cebong dikenakan biaya parkir 5k untuk roda dua dan malam-malam ada yang akan mendatangi tenda-tenda untuk menagih biaya sewa lahan 15k/tenda

Telaga cebong itu tidak terlalu besar dan tidak dalam, airnya tidak jernih dan tidak bersih, jadi lupakan bermain air ciprat-cipratan mesra dengan pacar, lupakan juga utuk mencuci peralatan masak-masak disini.

Air telaga dimanfaatkan warga untuk menyiram kebun kentang sampai ke bukit-bukit menggunakan pompa air, dan digunakan pula untuk air MCK di kamar mandi/WC umum di sekitar parkiran telaga Cebong. Saya mengetahuinya karena saya heran kok air di bak WC tidak jernih, logikanya air-air di pegunungan bersih dan jernih. Saya sampai melihat ke belakang bangunan WC dan melihat pipa-pipa , untuk make sure saya bertanya ke penjaga WC :

Saya                : “Pak, air untuk toilet ini dari mana?”

Penjaga WC    : “ Air telaga mba, semua toilet di sini menggunakan air telaga”

Saya                : …(dalam hati ) “ Duh, Gusti ..kemarin saya mandi dan cebok memakai air itu..”

Menurut saya apabila camping di telaga Cebong ini sebaiknya kita tidak usah mandi, dan untuk keperluan BAK/BAB saja kita mempergunakan toilet umum dan untuk cebok ( terutama wanita ) kita beli air mineral saja di warung-warung sekeliling parkiran, ukuran 1.5L harga 8k, besoknya saya beli merk yang sama di tempat yang sama dan ibu penjaga yang sama jadi 10k…

Awalnya kami berencana satu malam saja di Dieng , tetapi ada teman yang menyusul dari Yogya dan sampai di tenda kami pagi-pagi, maka acara kami lanjutkan dengan berleha-leha depan tenda di tepi telaga, berbincang-bincang sambil ngopi manja.., sound beautiful yaa…soalnya kami sudah agak lupa sama wangi pupuk kandangnya…

Kami pikir untuk malam berikutnya akan lebih asyik kami buka tenda di tempat lain, maka kami mengemasi tenda dan mencari lokasi lain, telaga Dringo menjadi tujuan yang pertama.

 

Telaga Cebong sore-sore

Airnya dangkal dan agak butek

Syahdu gimana gitu ya...

View dari pintu tenda

Telaga Dringo

Lokasinya di atas dan jalurnya menanjak searah dengan kawah Candradimuka, jadi apabila kita akan ke Telaga Dringo maka kita akan melewati kawah Candradimuka di kanan jalan. Jalurnya menanjak curam dan saat itu kondisi jalannya amboi rusaknya dan berdebu parah, sehingga badan kami dilumuri debu seperti kue moci , seperti buah kesemek…

Sesampainya di lokasi ada parkir di sebelah kanan jalan , dan ada petugas restibusi yang mengarahkan kami buka tenda di atas, sekitar 20m dari tempat parkir jauh diatas danau, alias kita hanya melihat danau dari ketinggian dan tidak diperbolehkan membuka tenda di tepi danau, alasannya saat itu sedang musim embun upas atau  embun yang membeku saat pagi sehingga suhu akan cukup dingin…yah,  padahal kami membawa tenda 4 season dan sleeping bag bulu angsa..

Tidak ingin berdebat , kami balik kanan membatalkan niat buka tenda disana, dan kami tujuan kami berikutnya adalah bukit Skoter

 Bukit Skoter

Lokasi bukit Skoter dari pusat keramaian Dieng ada jalan naik yang cukup curam di tengah pemukiman penduduk, nanti ada jalan ke tengah kebun kentang , tidak ada tempat parkir, tidak ada loket, tak ada siapa-siapa, hanya ada tanda panah bertuliskan bukit skoter. Jadi kami memutuskan balik kanan lagi karena kalau buka tenda disitu sepertinya kami menempati lahan orang dan kita tidak tahu harus minta ijin kemana…

Akhirnya kami kembali ke telaga Cebong, buka tenda lagi dan bermalam disana,di tempat yang sama dengan sebelumnya…ahahahhahaha

Kalau malam bukit Skoter kurang lebih seperti ini

Selasa 11 Agustus 2020, sekitar pukul 9.00 kami sudah mengemasi tenda dll, dan meluncur menuju Yogya, tidak berapa lama keluar dari kawasan Dieng dimana jalanan menurun dan berkelok kami mendapati pom bensin yang masih bersih berkilau karena baru buka 1-2 bulan, kami mengisi bensin dan tidak mensia-siakan kamar mandi dengan airnya yang bersih dan berlimpah, kami bersuka ria MCK dan mengganti pakaian dengan yang lebih ringan karena udara sudah tidak terlalu dingin.

 

Pom bensin baru dekat Dieng dari arah Wonosobo

Toilet.Kamar mandi yang bersih dan air berlimpah

Kami sampai di pasar Parakan Temanggung sekitar pukul 10.30 dan brunch di rumah makan jadul yang cukup terkenal di kalangan penyuka brongkos, namanya RM Bu Carik, tempatnya bersih meski sederhana, masakannya enak, harganya bersahabat, kurang apa lagi?

Lidah sapinya empuk dan tidak bau mulut sapi...

Brongkos yang menggetarkan hati ..koyornya itu loo...

 Sesampainya di Yogya kami berkumpul dengan kawan-kawan suami di Taru Martani , sebuah pabrik cerutu lama yang pelataran depannya dialih fungsikan menjadi café bernuansa  retro dan semi outdoor , kami sepakat untuk camping di Ledok Sambi keesokan paginya

 

Taru Martani

 

Suasanan retro dan semi outdoor

Ledok Sambi

12 Agustus 2020, kami menuju Ledok samba di kawasan Kaliurang, dekat dengan jeep-jeep yang akan off road ke Merapi. Ledok Sambi ini dikelola oleh desa, tidak ada restibusi , pengunjung hanya dikenakan biaya parkir saja tetapi apabila kita akan camping dikenakan biaya 35k/orang. Tempat parkirnya cukup luas, parkir roda duanya diberi atap sehingga tidak kehujanan , tersedia westafel-westafel untuk kita mencuci tangan di masa pandemi ini.

Di dalam kawasan Ledok Sambi ini, tersedia café, kamar kecil dan kamar mandi cukup banyak dengan air berlimpah karena menggunakan air gunung, lapangan rumput dengan sebuah kali kecil berair jernih yang dangkal untuk pengunjung bermain air. Cafenya selain menyediakan minuman juga menyediakan camilan dengan harga terjangkau, yang jelas singkong gorengnya empuk dan gurih...

Di camping groundnya disediakan penerangan berupa lampu-lampu dan colokan listrik  untuk charge HP dll

Singkat kata Ledok Sambi ini oke bangettt gannn…..

Poster Ledok Sambi di parkiran

 

Cafenya...

Kali kecil membelah di tengah-tengah area Ledok Sambi



Camping ground

Tersedia penerangan dan colokan listrik

Yang camping disini dibatasi, ada semacam kuotanya.

Tanggal 13 Agustus 2020 pukul 9 pagi saatnya kami pulang ke Bandung, kami berpamitan dengan kawan-kawan Yogya yang masih betah sehingga nambah camping semalam lagi.

Kami pulang mengambil jalur Kaligesing Purworejo yang naik turun dan berkelok. Di jalur ini ada kejadian lucu yaitu saat motor Versys kami beriringan dengan Honda ADV dan Yamaha X-Max…dan tahukah anda , pas di tanjakan yang cukup panjang kami ditinggalkan...dan merekapun lenyap dari pandangan mata , sementara motor Versys kami masih berjuang di tanjakan, malah sempat di salip motor matik…oh my God…

Di perjalanan saya beberapa kali dengan tak sabar  minta berhenti saat bokong saya terasa kebas dan perih , terus terang ke badan rasanya berbeda dibandingkan dibonceng motor-motor sebelumnya ( Scorpio, N-max, X-max ) …Versys ini rasanya melelahkan dan membuat badan sakit, suami saya juga merasakan hal yang sama.

Saat itu kami nge-joss langsung ke Bandung dan sampai di rumah sudah malam. Saat akan membersihkan diri saya mendapati lecet cukup parah di kedua paha atas ; pas di bawah bokong…lecetnya  merah dan agak mengelupas…., duh..perih

Kesimpulan pribadi saya Versys 250cc ditujukan untuk riding solo, bukan untuk membawa boncenger..Yah…kami masih memikirkan apa yang harus kami lakukan soal Versys ini; sementara kami masih mempunyai rencana-rencana untuk melanjutkan menjelajah nusantara dengan roda dua..tetapi sebagai boncenger tentu saja saya menolak mentah-mentah untuk touring panjang dengan kendaraan yang menyiksa bokong sedemikian rupa …

Saya ber-analogi; bahwa soal  kami mengganti motor itu ibaratnya seperti laki-laki  yang mencari istri baru dengan espektasi tinggi, setelah mendapatkan istri baru..eh, kok rindu mantan…

Tulisan saya ini base on pengalaman dan penilaian pribadi, tidak ada tendensi apapun apalagi berniat mendiskredikan sebuah produk .Saya juga tidak disponsori pihak manapun saat melakukan perjalanan dan menulis pada blog ini.

Sesampainya di Bandung kami membawa Versys 250 kami ke bengkel resmi , ketika kami menyampaikan keluhan teknisinya mengatakan bahwa mesin motor Versys 250 memang menggunakan mesin Ninja 250 dengan cashing motor touring, dan untuk solusinya teknisinya menganjurkan kami mengganti Versys 250 cc kami dengan Versys 650cc yang benar-benar ditujukan untuk para tourer…hahahahaha…mas-nya bisa aja...

Tentu saja motor dengan cc tinggi sangat menggiurkan, tetapi selain harganya yang bikin dompet kita terharu; menggunakan motor  dengan cc ≥500 itu high cost apabila kita akan toring dengan menyebrang-nyebrang pulau, karena pada kapal/feri penyebrangan tarif motor ≥500cc tarifnya hampir 2x lipat motor <500 CC . Hal ini disebabkan motor ≥500 termasuk kendaraan golongan III, sementara motor <500cc termasuk kendaraan golongan II. Jadi misal saya akan menyebrang Bali –Lombok, untuk kendaraan 250cc harga tiket 129k, maka harga tiket kendaraan 500cc adalah 250k…dikarenakan kami pelaku touring yang isi dompetnya cenderung pas-pasan , maka efiseinsi seperti itu kami anggap cukup penting…

Yah mohon doanya… suatu saat nanti kami dapat memakai moge /kendaraan >500cc dan tidak lagi berhitung soal tarif tiket kapal penyebrangan yaa…, tetapi ada kawan menganjurkan kami tetap bertahan menggunakan motor <500 cc supaya tidak berat , memang sih ada moment suami saya berputar jalan karena salah jalur , saat memutar tsb motor kami hampir tumpah ke aspal untungnya ada pengendara lain yang sigap membantu mengangkat sebelum motor kami benar2 rebahan di aspal..., hufff... 

Demikian cerita saya kali ini dan  mohon maaf…tulisan kali ini saya banyak menyebut bokong tentunya bukan bermaksud bicara vulgar ya..saya hanya menyebut satu bagian tubuh manusia saja..,harap maklum…

SEKIAN

6 komentar:

  1. Rindu mantan nyeuseukin teh, mending ganti istri Suzuki Inazuma 2013-2015 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, memang nyesekin & hati teriris pas ketemu X-Max di jalanan...msh blm membuat keputusan nih mas, trimakasih sudah mampir

      Hapus
  2. Waah...pdhl versys 250 itu motor idaman saya teh yg blm dimiliki tp sepertinya jd berpikir ulang utk versys 250.. sampe skrg saya msh setia dgn Honda tiger utk touring solo atau berdua. Riding nyaman, bandel n irit 😁..
    Btw touring teteh selalu menginspirasi. Tetap semangat n sehat selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo mas..apa kabar ???trimakasih sudah mampir...ayooo, versys-nya beli yg punya saya aja mas, wkwkwkwk..klu untuk solo rider tanpa boncenger kelas bantam spt saya sptnya oke tuh...ohya , kmrn kami sudah permak ulang jok sama uda beli gir depan 15T tinggal pasang..rencana bulan depan kami akan uji coba sekali lagi rencana ke jalur tengah sumatra skalian naik gn Talamau,semoga tidak ada halangan dan situasi kondusif , aamiin

      Hapus
  3. Jok Versys aslinya memang sangat keras, saya punya begitu datang langsung ganti bikinan bengkel kawan. Kalau bocenger masih merasa jok terlalu keras, saran saya pakai tambahan semacam bantal tipis utk jok. Keren touring nya senang baca & lihat foto2 nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, jadi kemarin joknya dimodif ulang..dan saya sebagai boncenger menghindari celana jeans dan gantinya memakai celana kain plus inner .., trimakasih sudah mampir mas Lexy

      Hapus