Senin, 20 Juli 2020

TNGH-CITALAHAB-CIPTAGELAR


TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN ( TNGH ) - CITALAHAB – CIPTAGELAR

27-30 Juni 2020




Saat touring Sulawesi – Ternate - Kalimantan pada akhir tahun 2019, kami sudah membaca berita tentang virus Corona yang menyerang China, dan kami tidak menyangka ternyata sampai di NKRI dan menjadi pandemi , sehingga  sejak April 2020 kita semua harus mengalami semi “lockdown” atau PSBB ( Pembatasan Sosial Skala Besar ) .Praktis kami berdua terkurung selama PSBB sampai kulit saya menjadi pucat…sementara salah satu cita-cita saya keluar kerja pada th 2019 adalah ingin bebas jalan-jalan…,sedihhh..hatiku sedih…

Bulan Juni 2020 mulai era “New Normal” atau normal baru; sementara dari data pemerintah nyatanya pengidap virus Corona cenderung bertambah banyak setiap harinya, sehingga saat suami bolak-balik menyebut Sunda wiwitan,  Ciptagelar , short escape,  ingin camping , dst…saya berfikir bagaimana caranya kita bisa jalan-jalan sejenak dengan aman di masa pandemi ini,  akhirnya kami putuskan untuk jalan-jalan short escape, kali ini tidak dengan motor  dan menghindari tidur di hotel sehingga kami jalan-jalan menggunakan kendaraan roda empat dan membawa perlengkapan camping …tujuannya adalah TNGH-Citalahab-Ciptagelar.

Sebetulnya saya sendiri sudah sejak lama ingin ke Citalahab, dan saya pernah membaca ada blog pesepeda yang melalui jalan hutan dari Citalahab tembus ke Ciptagelar dan saya lihat di map memang ada jalur hutan Gunung  Halimun  yang menghubungkan kedua desa tersebut.

Saya mencari data dari tulisan/catatan perjalanan di media daring untuk menuju TNGH/Citalahab  kok saya malah  bingung,  karena  hampir semua tulisan memberi petunjuk jalan  berangkat dari arah Jakarta , sementara kami berangkat dari Lembang.

Saat memulai perjalanan saya bilang suami bahwa kita ke arah Sukabumi, tetapi saat kami memakai google map diarahkan ke jalur Puncak dan masuk Bogor, yang ternyata setelah kami sampai kesana kami baru paham ;  memang ada jalur dari Sukabumi dan ada yang jalur dari Bogor, yang ternyata jalur  dari Bogor ini yang paling “ mana tahan”, yaitu lebih jauh dan kondisi  jalannya lebih parah, ahahahaha…

Sabtu tanggal  27 Juni 2010 kami berangkat setelah dzuhur, biasalah banyak ini-itu...sesuai petunjuk google map kami ke arah Cianjur,masuk Cianjur sekitar pukul 13.30, selanjutnya berjalan merayap di  Puncak yang mulai ramai pengunjung sejak diberlakukan normal baru,  bermacet –macet di Bogor sampai  Leuwiliang, disana kami membeli makanan secara drive thru di Mc D dan makan di parkirannya , terus terang saya masih agak takut makan di public place apalagi tempat makan yang ramai-ramai. Di ujung jalan Leuwiliang itu kami bertemu jalan bercabang, dengan petunjuk jalan ke kanan ke arah Jasinga tembus Rangkasbitung,  maka kami mengambil ke kiri ke arah Nanggung / jl.Raya Ace Tabrani,  dan saat itu hari sudah gelap  kemudian  turunlah hujan yang amat derasnya..( tapi tidak makan daging anji** dengan sayur kol spt di Siborong-borong ,ya…haha..)

 
Sampai Cianjur udah hampir pukul.14..kesiangan berangkatnya..heuu

Mulailah kami melewati jalan gelap yang sepi, sempit,  berkelok, curam, dan saat itu sudah di atas pukul 20.00 ..yang saya kuatirkan adalah longsor dan jarak pandang yang terbatas karena hujan deras dan kabut, sehingga saat melihat ada bangunan kosong  di kiri jalan kami menepi dan menunggu hujan agak reda.

Kami melanjutkan perjalanan dan pukul 22.12 kami sampai depan  gapura desa Malasari, kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Pukul 22.29 kami sampai di Gerbang Taman Nasional Gunung Halimun, dannnnnn.,..mulailah jalur semi off road , jalan tronjol-tronjol yang cukup panjang diiringi hujan, suami saya sepertinya cukup menikmati berkendara memakai 4WD, sementara saya jelalatan melihat jalan dan berusaha menepis pikiran-pikiran mistis..haha… sampai akhirnya kami bertemu plang bertuliskan perkebunan teh “Sumi Asih “ atau dikenal perkebunan teh Nirmala. Saat itu sudah hampir pukul 23.00 dan hujan sudah berhenti, mulai ada  jalan bercabang tanpa papan nama sehingga kami bertanya –tanya sendiri ,” Belok atau lurus ,ya?”…sementara google map sudah hilang sinyal dan belum ada tanda-tanda keberadaan desa Citalahab , maka kami putuskan untuk tidur di dalam mobil, di tengah jalanan kebun teh… terlalu mengantuk untuk memikirkan yang tidak-tidak, kamipun pulas sampai subuh menjelang.

Desa Nanggung

Ada bangunan kosong,entah bangunan apa.. kami menepi sejenak menunggu hujan agak reda..

Desa Malasari...sepiii..

Petunjuk jalan..

Gerbang TNGH

Petunjuk wisata..sebaiknya kawan-kawan ga usah ambil jalur sini yaaaa,,,,jalannya parah,Gann

Minggu  28 Juni 2020 , Pagi-pagi sekali  kami bangun , menggelar tikar ,merebus air dan menikmati kopi dan teh panas sambil menikmati  pemandangan  kebun teh yang menyegarkan mata…rasanya tenang dan membuat entah kenapa, senyum selalu tersungging di wajah kami..

Hari sudah sepenuhnya terang saat mulai ada pemotor-pemotor  yang melintas dan mulailah saling tegur sapa meski kami tidak saling mengenal, sangat khas..dan tidak kita temui di kota, hehe..

Kebun teh Nirmala, malamnya tidur disini kita...

Jauh kemana-mana , makanya malamnya tepar di sini..

Happy Birthday..., kue ultahnya martabak sisa kemarin aja ya..


Pukul 08.00 kami melanjutkan perjalana menuju  Desa Citalahab Sentral, pesan saya adalah pasang mata baik-baik  dan bertanya pada orang yang kita temui, karena saat itu kami kebablasan cukup jauh sampai melewati kantor TNGH Cikaniki, hahahah…sehingga hampir dzuhur kami baru sampai ke desa Citalahab Sentral dan diarahkan ke parkiran satu-satunya di desa tersebut dan langsung ditemui pak Suryana, beliau semacam pengelola wisata desa tsb, kami diantar menuju camping ground di pinggir sungai dan hanya ada kami berdua yang membuka tenda disana .


Karena hanya membawa logistik seadanya , kami memesan makan 3x pada bapak pengelola desa tsb, siang itu kami mendapat menu nasi +telur dadar, malamnya nasi goreng + telur ceplok, besok paginya nasi+ ayam kampung goreng. Kami terlalu malas untuk jalan-jalan sehinga kegiatan kami hanya berleha-leha sambil minum kopi depan tenda dan mandi di sungai .

Desa Citalahab Sentral tidak terlalu dingin, ketinggiannya kalau saya lihat dari altimeter <1300 mdpl, tapi airnya dingin sehingga saat akan nyebur ke sungai rasanya galau antara mandi..tidak..mandi..tidak....haha..., kalau tidak ingin mandi di sungai kita dapat menumpang mandi di rumah warga, tetapi tetap saja tidak tersedia air panas ya…


Pos TNGH Cikaniki, kita sampe kebablasan kesini..padahal desa Citalahab Sentral jauhh...di belakang..

Akhirnya , kemping!

Cuma ada tenda kita aja..


Sungainya , lumayanlah...ga bersih & jernih2 amat sih


Indomie itu tambah enak klu dimakan pas kemping...hehe

Berleha-leha saja

Hari gini ga jaman kemping gelap2an ya gaes..


Senin 29 Juni 2020 pagi,  kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan ke kasepuhan Ciptagelar, kami membayar 260k untuk makan 3x dengan menu yang saya sebutkan sebelumnya, parkir, restribusi , dll . Mahal atau tidak silakan teman-teman nilai sendiri ya…tapi mungkin ke depan  kalau saya camping lagi di Citalahab, saya memilih untuk membawa logistik lebih lengkap dan masak-masak sendiri , karena dapat dimaklumi harga makanan relatif mahal disana karena memang lokasinya jauh kemana-mana.


Di Citalahab  kami mendapat informasi penting yaitu : jalur Citalahab –Ciptagelar melalui hutan gunung Halimun sudah lama ditutup dan hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki, mountain bike atau motor trail…mobil sudah tentu tidak dapat lewat, dan jalur sepanjang 3.5 km tsb cukup menyiksa para pengendara motor trail apalagi saat musim hujan karena sebagian jalan sudah menjadi jalur air…so, lupakan jalur eksotis tsb dan kami  harus mlipir mengelilingi TNGH turun ke arah pantai selatan untuk kemudian naik lagi ke arah pegunungan menuju Ciptagelar  melalui 2 jalur , jalur Cikakak dekat hotel yang dikenal dengan Samudra Beach Hotel, atau melalui jalur Cisolok melalui beberapa kasepuhan yang notabene lebih panjang dan cukup menantang..dan kami memilih berangkat melalui jalur Cisolok yang aduhai…yaitu  merupakan jalan non aspal dengan tanjakan curam dan meliuk-liuk tanpa pembatas jalan …aih, tangan saya agak berkeringat dingin saat melalui jalur tsb .


Menuju Kasepuhan Ciptagelar kita akan melewati kasepuhan Ciptamulya dan Sirnaresmi yang pernah terkena longsor parah pada akhir tahun 2018 . Lokasi Kasepuhan Ciptagelar sendiri berada di ketinggian, sehingga sejak Cisolok jalan cenderung menanjak dan setelah melewati kantor desa jalur sudah  non aspal dan mulailah  tanjakan yang cukup curam  sehingga dianjurkan memakai kendaraan 4WD. Kami beberapa kali bertegur sapa dengan orang-orang yag kami temui di jalan dan tak lupa menanyakan arah untuk memastikan kami mengambil jalur yang benar, karena PR besar kalau kami harus balik kanan mengingat jalan yang sempit tentunya cukup sulit untuk memutar kendaraan.

Jalur keluar dari TNGH arah Sukabumi

Nah..klu dari Sukabumi gapura TNGH-nya seperti ini

Mulai jalan desa dan ladang-ladang penduduk

Agak galau disini cari jalan...
Pantai Selatan Sukabumi

Makan bakso, ternyata bakso ikan, bukan bakso sapi...hwaaaa..kecewa

Mulai masuk jalur pegunungan

aslinya lebih seram,,,

Mulai sampai di ketinggian

Kasepuhan Ciptagelar memang di pegunungan

View menuju Kasepuhan Ciptagelar

Kebayang khan..kalau tinggal di tempat seperti ini, ga usah mikir kafe dan nge-mall..jauh !
 

Pukul 16.30 kami sampai di kasepuhan Ciptagelar, suasananya sepi dan kami sempat  celingak celinguk di pinggir lapangan depan ‘imah gede’…sampai akhirnya ada serombongan orang keluar dan foto-foto , rupanya adik Abah Ugi yang merupakan pimpinan kasepuhan baru saja lulus sidang UPI Bandung yang dilakukan secara online karena kondisi pandemi. Ohya, sinyal telkomsel sudah menghilang akan tetapi desa Ciptagelar mempunyai WIFI sendiri dan kami membayar Rp.7500 untuk internet 1 hari /orang.

Akhirnya kami berkenalan dengan pak Yoyo Yogasmana sebagai jubir atau penerima tamu kasepuhan; awalnya kami tidak berencana menginap di kasepuhan Ciptagelar, tetapi karena asyik berbincang tentang “Sunda Wiwitan” sambil ngopi sampai pukul 2 dinihari dengan pak Yoyo , akhirnya kami menginap dengan tidak lupa meminta izin terlebih dahulu kepada abah Ugi untuk bermalam disana dan menyampaikan maksud kedatangan kami kesana yaitu ingin tahu dan mengenal tentang kasepuhan Ciptagelar tsb. Untuk datang berkunjung ke kasepuhan Ciptagelar hanya sekedar melihat-lihat tentunya tidak ada masalah, tetapi apabila kita akan mencari tahu lebih dalam kita harus mempunyai rasa toleransi yang besar karena mungkin saja ada hal-hal yang terdengar kurang sejalan dengan pemahaman kita ; jadi sebaiknya serap saja informasi yang kita peroleh untuk memperkaya pengetahuan kita tentang keaneka ragaman budaya di nusantara


Malam di desa Ciptagelar cukup dingin,  paginya Selasa 30 Juni 2020  kami sudah berkemas dan berpamitan pulang, setelah foto-foto sebentar sekitar pukul .8.00 kami sudah meninggalkan desa Ciptagelar menggunakan jalur berbeda, kali ini kami “ hanya” akan melewati jalur hutan sepanjang s 9 km yang jalurnya jauh lebih bersahabat dibanding kami berangkat kemarin. Setelah jalur hutan kita akan masuk jalur desa yang mana jalannya persis di tengah-tengah rumah penduduk, sehingga kita harus membuka kaca jendela untuk mengucap salam pada orang-orang yang kita lewati…tak lama kemudian kita masuk jalur aspal dan berujung pada jalur pantai selatan dan kita belok kiri tampaklah Samudra Beach Hotel di kanan jalan…
 
Imah Gede, eh ada bebek...

Pemukiman di kasepuhan Ciptagelar, kok pas ada bebek ngikut foto terus

Imah Gede, tempat abah Ugi menerima tamu

Deretan leuit atau lumbung padi
sudah ada sistem air, listrik mandiri dan wifi

kopi V60 ala Ciptagelar

Doski berpose dengan pak Yoyo, Ciptagelar punya saluran radio & TV sendiri

Lapangan depan imah gede tempat dilakukan kegiatan-kegiatan kasepuhan

Deretan leuit
Deretan leuit ini memang spot foto yang bagus..haha

mulai meninggalkan kasepuhan

Bye...deretan leuit di jalur keluar kasepuhan
setelah jalur hutan dan desa, ketemu jalan mulus..

Jalan keluar menuju Cikakak

View dari ketinggian
  

Dari sana kami mengambil “kampung”jalur Cianjur selatan dimana kita akan masuk kota Cianjur melewati perkebunan karet Agrabinta, yaitu jalur Sindangbarang, menuju Sukanegara , masuk Cianjur kota dan sampai Lembang hari sudah gelap.

Menurut saya berkendara dengan mobil meski hanya short escape kok terasa lebih melelahkan dibandingkan berboncengan menggunakan motor ya…atau mungkin jalur tronjol-tronjol membuat badan lebih capek, entah ya..yang jelas kami merindukan touring motoran lagi…ya Alloh..semoga pandemi ini cepat berlalu, aamiin.

3 komentar:

  1. Hebat. Lalu di peta mana betul tergambar trek citalahap - ciptagelar lgs (tdk muter cipeuteuy) ? . . Aku sdh 2x treking jalur kopasus & brimob, rencana jajal "jalur raja2 pajajaran tsb"

    BalasHapus