TOURING BANDUNG–SABANG TITIK NOL INDONESIA PP
( 19
Desember 2020 – 15 Januari 2021 )
KAWASAKI VERSYS 250
Oke, kami masih penasaran dengan mas Versys 250 cc, jadi
kami coba ajak jalan-jalan jauh biar tidak kuper …sebelum diajak jalan jauh,
kami merogoh kantong dulu untuk memodififasi jok, terutama jok boncenger yang
dibuat empuk dan flat supaya tidak merosot terus saat jalan menurun. Bagaimana
dengan lecet di bagian belakang boncenger? saya mensiasatinya dengan memakai
inner celana running dari bahan ply dry yg licin, didouble dengan celana panjang
longgar dari bahan non denim , jadi
lupakan celana jeans andalan yang ketat-ketat manja, saatnya memakai celana panjang
yang lebih syariah…
|
Jok boncenger dibuat flat dan diempukkan di Jl. Pungkur-Bandung, 500k..hicks
|
Tahun 2018 kami ke titik nol Sabang dengan rute berangkat
melewati sebagian jalur Barat dan pulang
lewat jalur timur Sumatra , sebagian disini karena kita agak “melenceng ke
tengah” yaitu ,dari Padang masuk ke tengah ke Bukittinggi dan ,Padang
Sidempuan, Sipirok, Tarutung, dan tembus ke Danau Toba via Tele…, kemudian
lanjut Sidikalang dan baru kembali lagi ke sisi barat yaitu Subulusalam,
Meulaboh dst…sisi barat Sumatra yang terlewat
adalah jalur : Padang- Natal-Sibolga…
Pada th 2018 jalur sisi barat Natal – Sibolga memang belum tembus dan baru
terhubung sebagai jalan nasional sekitar 1 tahun belakangan atau awal tahun
2020, FYI sampai catatan ini dibuat apabila kita membuka google map ,informasi pada aplikasi tsb jalan lintas barat Sumatra Natal-Sibolga masih belum terhubung…,kita
dapat memakai aplikasi MAPS.ME untuk dapat melihat jalur lintas barat Sumatra
Natal-Sibolga
Selain itu ada ada ruas jalur tengah Sumatra yang belum kami
lewati yaitu : Bireun-Takengon-Kutacane.
Perjalanan kali ini kami tidak terlalu memikirkan itinerary
dan durasi, kami berencana singgah di Padang untuk mendaki gunung Talamau , dan
kami membawa tenda yang ternyata hanya efektif untuk mendaki gunung saja, dan selama
perjalanan Touring kami hanya menggunakan tenda 1x yaitu di Natal, selebihnya kami menggunakan
penginapan karena ternyata tidak semudah itu membuka tenda di Sumatra
terutama masalah “kucing besar “ yang
masih lumayan banyak di tanah Andalas…
Maka cerita kali ini saya mungkin lebih menitik beratkan pada
jalur Padang-Natal-Sibolga , dan Bireun-Takengon-Kutacane
19-20 Desember 2020 Lembang-
Baturaja ( 267km + 332km)
19 Desember pukul 20.21 kami start dari Lembang masuk
Purwakarta, Karawang , Kalimalang Bekasi, perjalanan lancar dan tak ada kemacetan, pukul 23.58 ngopi sebentar di Bekasi,
lanjut Jakarta, Serang, Cilegon.
|
Siap berangkat, kelebihan beban karena bawa keril & perlengkapan naik gunung...
|
|
Istirahat sebentar di SPBU Lemah Abang-Bekasi
|
20 Desember pukul 04.14 kami masuk ke lambung kapal
penyebrangan Merak – Bakauheuni. Saat ini pembelian tiket penyebrangan Selat
Sunda dilakukan secara online menggunakan aplikasi
Ferizy , atau dekat loket biasanya ada yang nongkrong untuk memesankan
dengan tambahan biaya 15k, jadi mendingan kita download sajalah aplikasinya
yaaa…
|
Masuk lambung kapal
|
|
Tidak berani masuk ruangan soale ber AC..jadi cari tempat sepi, waspada Covid 19 bro..
|
|
Pulau jawa yang semarak
|
Pukul 7.00 kita sudah menyusuri jalanan Sumatra, sarapan di
Bandar Lampung dan menapaki aspal mulus dan matahari yang terik menuju Kotabumi
dan Martapura, tidak ada hambatan di perjalanan , pemandangan didominasi kebun singkong yang luas karena provinsi Lampung memang penghasil singkong, untuk dijadikan tepung tapioka ya bukan getuk...di Lembang para peternak sapi perah rutin 'mengimpor' ampas singkong untuk pakan ya dari Lampung ini .
Sekitar pukul 19.00
kami sampai di Baturaja dalam kondisi diguyur hujan , sempat berteduh di
SPBU sebelum menemukan penginapan OYO
yang bersih namun harga bersahabat dan pukul 19.38 kami beristirahat setelah
hampir seharian penuh kami riding.
|
Tiba di Bakau Heuni
|
Menapaki jalan aspal Lampung
|
Lampung tengah yang terik
|
|
Berteduh
|
|
Berteduh lagi di SPBU Baturaja sambil browsing penginapan
|
21 Desember 2021
Baturaja – Surulangun ( 384 km )
Pukul 09.00 setelah sarapan di daerah pasar Baturaja,kami
melanjurkan perjalanan , sempat disesatkan google map di daerah Bukit Asam ; kami dihadapkan pada jalan buntu, dimana jalan
aspalnya menghilang, kondisinya dipalang, dan di belakang palangnya entah kebun
siapa, hahaha…
|
Sarapan di Baturaja, kopinya mantaps...bikin melek seharian full !!
|
|
Apa salah kami sama google sampe disesatkan ke jalan buntu beginih??
|
Jalan aspal relatif mulus, dan mulai nampak kebun duku Palembang yang terkenal manis di kanan kiri jalan yang kami lewati.
Kami melewati kantor pemerintahan Lahat, ada banyak
karangan bunga dukacita yang ternyata pejabat Sekda-nya wafat karena Covid 19. Saat itu
cuaca sangat terik, kami melewati jalan yang sempit berbelok- belok
dan pukul 17.13 kami makan di
Lubuklinggau, mulailah menu makanan Minang, dan menu itu yang selalu kami
temui selama sebulan kami di Sumatra.
|
Menawar duren; gagal fokus sama si ibu yang tidur ya...
|
Dari Lubuk Linggau ke Surulangun jarak 137km tetapi dapat
ditempuh sekitar 2 jam karena jalan sepi, mulus daannnn….lurussssss…, hahahah…
awalnya kami agak was-was mengingat kabar kurang amannya jalur tengah Sumatra,
tapi melihat jalur yang seperti itu kami bisa memacu kecepatan dan sekitar
pukul 20.00 kami sudah dapat berisirahat di Surulangun.
22 Desember 2020 Surulangun
– Sungai Penuh – Kayu Aro Kab. Kerinci ( 308 km )
Pukul 9.00 lebih kami start ke Kayu Aro, kami mlipir
sedikit untuk naik ke Danau Gunung Tujuh sekaligus nostalgia saat kami ke
gunung Kerinci th 2009.
Perjalanan lancar dan cuaca cerah, saat keluar Surulangun
jalan masih luruussss…tetapi saat melewati pertigaan Bangko jalan mulai
meliuk-liuk dan naik turun melewati
kebun sawit terkadang hutan dibawah terik matahari yang panas sehingga beberapa kali kami berhenti untuk menenggak bekal minuman Pocari Sweat, supaya tidak kekurangan cairan elektrolit gaes...
|
Sarapan di Surulangun
|
|
Keluar Surulangun jalanan masih lurusss..seperti jalur sebelumnya (Lubuk Linggau-Surulangun)
|
|
Masih jalan lurus saat keluar Surulangun
|
Pukul 14.04 kami melewati danau Kerinci, pukul 15.00 kami
sudah melewati Sungai Penuh dan setelah makan di RM Minang ( lagi ) kami mulai
masuk daerah Kayu Aro dengan kebun tehnya yang sejuk dan langsung menuju kantor pendaftaran Taman
Nasional Kerinci untuk meminta informasi tentang danau Gunung Tujuh, dan thanks God , tgl 23 Desember adalah hari
terakhir kunjungan karena tgl 24 Desember Danau Gunung Tujuh ditutup untuk
pendakian sama halnya dengan Gunung Kerinci.
|
Menemukan spot untuk istirahat & ngopi sesaat sebelum danau Kerinci |
|
|
Sekali ini saja kita pakai tripod tongsis..selebihnya tongsis cuma ganduli ransel
|
|
Ngopi dulu biar otak tidak kram...
|
|
Danau Kerinci, dimana ada air disitu ada kemakmuran... |
|
|
Petunjuk ke arah Kab .Sungai Penuh di tepi danau Kerinci
|
|
Menuju Kabupaten Sungai Penuh
|
|
Dendeng botokok, enak pas dimakan, pahit pas membayar...
|
|
Tugu Rimau, start point pendakian ke gunung Kerinci
|
|
Gunung Kerinci
|
23 Desember 2020 Pendakian One Day Trip ke Danau Gunung
Tujuh
Durasi pendakian sekitar 3 jam ,turun biasanya lebih cepat
ya…
Danau ini merupakan salah satu danau tertinggi di Indonesia yaitu pada
ketinggian 1950mdpl dan terbentuk dari kumpulan mata air gunung-gunung (7 gunung ) yang mengelilinginya,..jadi terbayang bersih dan murninya air danau
ini. Danau Gunung Tujuh juga merupakan hulu dari sungai yang mengalir ke desa-desa
disana.
Ada kejadian lucu saat saya registrasi mendaki danau Gunung Tujuh ;
Saya ,dengan percaya diri : "Kami besok pagi start pukul 4 pagi ya pak, ingin melihat sunrise di danau"
Petugas, dengan ramah : "Silakan bu, yang penting hati-hati saja, tgl 12 Desember kemarin ada pengunjung yang bertemu 'kucing besar" di jalur pendakian "
Saya, dengan degradasi kepercayaan diri : "OH..kami berangkat pukul 8 saja pak dengan grup lain biar ada teman.."
|
Danau Gunung Tujuh termasuk Taman Nasional Kerinci Seblat
|
|
Menanjak 3 jam sambil cerita dibayangi 'kucing besar'..hari itu yang naik hanya 12 orang
|
|
Danau Gunung Tujuh yang murni...
|
|
Teh manis dulu , biar menikmati manisnya hidup...
|
|
Enaknya camping ya..sayang, selama pandemi ijinnya hanya boleh one day trip
|
24 Desember 2020 Kayu
Aro – Padang ( 201 km )
Pukul 9.00 kami memulai perjalanan menuju Padang, keluar
Kayu Aro kami disambut gerimis dan jalan yang sempit, banyak lubang, dan
meliuk-liuk curam dengan tikungan tapal kuda yang sempit membuat kita harus
ekstra hati-hati karena jurang-jurangnya tidak diberi pagar /pengaman ..
Duh,
saya benar-benar tidak suka jalur ini.
Kami memasuki kawasan danau atas bawah tetapi kondisinya
banyak longsoran dan masih diiringi gerimis rapat sehingga malas mengeluarkan
kamera/HP.
Saat keluar area danau, jalan mulai mulus dan sebelum masuk
Padang kita akan bertemu pertigaan Solok dan berikutnya diuji rute Sitinjau
Lauik yaitu jalan menurun menikung curam yang cukup panjang
dan tikungan tapal kudanya yang terkenal. Yang membuat tambah senewen adalah
banyaknya truk-truk besar yang kembang kempis naik ataupun yang
menghempas-hempas rem hidrauliknya saat turun…kroded pokona mahhh….
Sesampainya di Kota Padang kami bersantai sejenak ;duduk-duduk menikmati sunset di pinggir
pantai bersama warga lainnya.
|
Longsor sekitar danau atas bawah/ danau kembar
|
|
Longsor
|
|
Danau Atas
|
|
Menuju Padang dari Solok
|
|
Banyak kebun teh di Solok
|
|
Es Durian Ganti Nan lamo; kecele sama gado-gado Padang..hehe
|
|
Sunset di pantai kota Padang
|
|
Doi menunggu siapa tau ada putri duyung tanpa bra terdampar.. ...
|
25-30 Desember 2020
Mendaki gunung Talamau di Pasaman Barat ( tulisan tersendiri,ya )
31 Desember 2020
Recovery kondisi di Padang, kaki tengklek Gan….
1 Januari 2021 Padang
– Natal ( Mandailing Natal )
Di jalur ini saya tidak banyak mengambil foto karena
kehujanan dan keburu gelap karena memulai perjalanan dari Padang lewat dzuhur .
Kami meninggalkan Padang melalui jalan lintas barat Sumatra
yaitu melewati Pariaman, Simpang Ampek Pasaman,
lanjut ke Ujung Gading, jalanan mulus dan tidak terlalu berkelok-kelok…sempat
berteduh karena hujan cukup deras, dan kami sampai di Natal sebelum magrib. Kami
menggunakan aplikasi MAPS.ME untuk meyakinkan jalur.
|
Pantai di Pariaman
|
|
Unjuk kacamata dan masker, mukanya ga penting soalnya..hahaha
|
|
Menuju Pasaman
|
|
Cuaca cerah terik di Pasaman
|
|
Melewati pasar
|
|
Menuju Natal
|
|
Akibat start kesiangan..., mendekati natal sudah mulai gelap
|
|
Tiba di perbatasan Natal, sudah masuk Sumatra Utara
|
Jalur di Natal ini merupakan jalan aspal sempit, di sebelah
kiri kami sungai besar yang airnya berwarna coklat pekat karena banyak terdapat
tambang emas , suasananya agak gelap/minim penerangan dan kami mencari-cari ‘kota’nya…yang
ternyata hanya berupa alun-alun kecil dekat Rumah Sakit dan suasananya gelap...oke,
biar otak tidak kram kami makan dulu ajalah…lagi-lagi di RM Minang dimana RM
ini kami pilih karena kondisinya cukup terang. Saat kami berbincang-bincang
dengan pemilik RM kami mendapat informasi bahwa Natal ini merupakan kecamatan dari kab.Mandailing Natal dimana
kotanya berada di Panyabungan , dekat Padang Sidempuan….wohhhhh..
|
Jalan di Natal..ada di MAPS.ME
|
|
Jalan di Natal
|
|
Sungai besar yang coklat pekat
|
Natal tampak seperti daerah yang sepi sendiri. Daerah bersejarah ini seakan
tenggelam dalam kesepian pembangunan, untunglah saat ini jalur lintas barat ke
Sibolga sudah terhubung, demikin juga apabila hendak ke Pasaman Sumatra Barat, semoga
ke depan Natal akan lebih bersemangat ,menggeliat dan lebih bersinar…
Cerita sejarah yang terkenal tentang Natal selain aktifitas pelabuhan dan nelayan adalah Natal amat
dikenal sebagai salah satu tempat persinggahan Eduard Douwes Dekker yang
kemudian dikenal dengan nama Multatuli.
Eduard
Douwes Dekker ketika berada di Natal sempat menulis sebuah buku terkenal
berjudul Losse Bladen uit het Dogbck van
een ud Man (Halaman-halaman lepas dari buku harian seorang lelaki tua) (
sumber dari google )
Agak sulit menemukan
penginapan di Natal, andai kami melanjutkan perjalanan rute berikutnya
merupakan jalur hutan /kebun yang sepi, hemmm…engga deh..Akhirnya mendapat
informasi ada pantai yang cukup aman dekat galon…hah, galon? Ternyata istilah
galon ini artinya SPBU..hehe…maka kami mencari SPBU tsb dan di seberang
jalannya terdapat pantai…kamipun membuka tenda dan istirahat dengan diiringi
debur ombak…, amankah? tentu saja aman karena dekat tenda kami terdapat warung
dimana pemiliknya menginap disana…heheheh…
|
Camping di pinggir pantai di Natal, hanya sekali ini nenda selebihnya tenda beratin motor doank
|
|
Yang begini ini yang bikin camping itu nagih...sungguh pagi yang nikmat...
|
2 –3 Januari 2021
Natal – Singkuang - Sibolga –Subulusallam ( > 500km )
2 Januari 2021 pukul 8.00 kami langsung memulai perjalanan
tanpa mandi karena toilet di SPBU di Natal kurang
terawat. Dan mulailah rute perjalanan yang paling menarik dalam trip kali ini
selain rute Takengon-Kutacane….
Keluar Natal kita disuguhi jalan mulus dengan pantai sepi di
sisi kiri..dan hutan sepi dan terkadang kebun sawit di sisi kanan. Sayangnya
kami saat itu kurang bersemangat ke Pantainya karena matahari sangat terik
gaeesssss….pakai kacamata hitam aja semua masih terlihat terang
benderang, beneran!…hahahhaa
Setelah lama jalur sepi baru nanti kita akan melewati desa
yang juga sepi.., begitulah silih berganti...tetapi soal pemandangannya…hemmm,
percayalah…sangat indah dan hasil foto-foto amatir saya hanya mewakili 50%
keindahannya
|
Suasana desa
|
|
Suasana desa Mandailing Natal sisi pantai barat
|
|
Suasana desa Mandailing Natal sisi pantai barat
|
|
Kiri pantai, kanan kebun, jalan sepi lurus mulus, udara segar...
|
|
Jalur lintas Barat, masih dekat pantai
|
|
Ganti, kebun sawit...
|
|
Mangrove di daerah muara
|
|
Desa di pantai jalur lintas barat
|
|
Desa di pantai jalur lintas barat |
|
Kebun sawit lagi..
|
|
Muara lagi..
|
|
Pantai sisi barat Sumatra, cirinya adalah Cemara
|
|
Hati-hati ternak ya...
|
|
Masih jalur sisi barat Sumatra Natal -Tapsel
|
|
Pantai.. |
|
Yess..setelah meninggalkan Natal selalu bertemu pantai
|
|
Lancar ....
|
|
Menyenangkan , isn't it ?
|
Jadi catatan untuk jalur lintas barat Sumatra Natal-Sibolga ini
adalah :
- Kenyangkan perut sebelum
memulai jalur Natal – Sibolga, karena kita akan jarang menemui warung nasi
apalagi yang representative.
- Isi BBM full sejak dari
Natal sebelum memulai perjalanan.
- Pelankan kendaraan saat
memasuki desa karena banyak ternak yang berkeliaran di jalan aspal.
-
Mulailah perjalanan sepagi mungkin , selain medan menantang sayang sekali kalau melewatinya saat gelap
karena pemandangannya indah dan unik sekali
Setelah melewati jalur pantai selanjutnya kita akan bertemu
gapura memasuki kabupaten Tapanuli
Selatan, dari sini jalurnya tetap
amazing dan pemandangannya luar biasa karena berupa jalan baru yang mulus, tanjakan dan turunan yang panjang dengan
view yang cukup terbuka di kiri-kanannya, sehingga kita dapat melihat pemandangan
yang tanpa batas , gundukan bukit-bukit, tebing-tebing..kadang ada air terjun
kecil, dan rawa-rawa yang luas dan dihuni buaya...ahh, sulit saya menggambarkannya, pokoknya
kalian kalau riding Sumatra harus lewat kesana…
Yang jelas di jalur ini sangat sepi dan tidak ada rumah
penduduk…jadi saat melewati jalur ini kita merasa asing, jeri sekaligus
antusias melihat kiri-kanan...setelah lama melewati bukit-bukit, kita akan
sampai ke dataran dengan rawa-rawa yang santgaaat luas….bertemu air terjun
Simatutung di kanan jalan, dan klimaksnya bertemu dengan danau Siais yang masih
perawan….indah sekali, kawan…
|
Selamat datang di Tapanuli Selatan
|
|
Jalur setelah masuk perbatasan Mandailing Natal -Tapanuli Selatan
|
|
Jalur setelah masuk perbatasan Mandailing Natal -Tapanuli Selatan
|
|
Jalur ini keren sekali , gaes
|
|
Air terjun Simatutung di kanan jalan
|
|
Air terjun di pinggir jalan aspal ..keren ya
|
|
Menuju danau
|
|
Dalam siang yangterik dan sepi , terselip kengerian...peringatan "AWAS BUAYA"
|
|
Danau Siais yang masih perawan
|
|
Meyesap keindahannya sejenak
|
|
Danau Siais ini luass...
|
|
Mulai meninggalkan area danau
|
|
Bye... |
|
Menuju Sibolga
|
Setelah melewati danau , jalan masih naik turun ,dengan tebing
di kanan..tebing jurang di kiri..atau sebaliknya , mendekati Sibolga kita akan
mulai melewati jalan rusak dan memasuki perkebunan karet PTPN III Hapesong yang
cukup luas , jalan masih terus rusak sampai kita masuk ke Batang Toru, disini
terdapat perkebunan PTPN juga, dan yang
menarik di sebelah kanan jalan tampak dari kejauhan sebuah bukit dengan tambang
emas yang cukup besar.
Akhirnya kita akan melewati pantai di kiri jalan, mulai bertemu
Indomart ( FYI di Sumatra barat dan prov. Aceh tidak terdapat Indo/Alfamart ya
, Gan..), dan tidak berapa lama ,sekitar pukul 15.30 kami memasuki kota Sibolga.
|
Sekonyong-konyong jalan mulus berubah begini..hehe.. |
|
|
|
Jalan seperti ini panjang juga,sekitar 20km lah.. sampai Batang Toru
|
|
Perkebunan karet
|
|
Perkebunan karetnya luas lho..
|
|
Anak-anak menumpang truk, mau pulang habis main katanya...
|
|
Perkebunan Hapesong masuk kecamatan Batang Toru
|
|
Milik PTPN
|
|
Penunjuk jalan di Batang Toru
|
|
Meninggalkan Batang Toru menuju Sibolga
|
|
Pantai..pertanda Sibolga so dekatt..
|
|
Pandan, Sudah masuk kab. Tapanuli Tengah
|
|
Sibolga kota ikan, kota tepian laut
|
Kami berkeliling kota Sibolga yang merupakan kodya/kota madya, kota kecil di
pinggir laut.. setelah melihat adanya rumah-rumah lama di pacinan, jajaran
toko-tokonya, kami menyimpulkan Sibolga ini merupakan kota tua dengan sejarah
perdagangan yang jaya di masa lalu , setelah kami membuka sejarah Sibolga di
media daring ternyata dugaan kami tidak meleset…
Kami hanya berkeliling dan makan siang yang terlambat di
Sibolga, membatalkan rencana semula untuk stay
dan vakansi menyebrang ke pulau , karena suasana Sibolga saat itu sangat crowded oleh turis-turis lokal yang
memenuhi pantai-pantainya…
|
Pusat kota , ada pertokoan
|
|
Pantai yang ramai,masih libur tahun baru |
Pukul 17.10 kami meninggalkan Sibolga..melewati pinggiran
Singkil…jalannya sempit, naik turun dan berkelok-kelok tajam melewati desa-desa
sepi yang gelap dan perkebunan sawit
yang cukup panjang…sempat kehujanan pula, yang jelas kami tidak dapat berhenti karena tidak ada
penginapan ,untuk makanpun sulit karena sudah malam dan tidak ada kota..lupakan membuka tenda
,kami memilih untuk jalan terus. Disini kami sempat berdebat karena sama -sama lelah dan terutama kelaparan.., betul sekali jargon iklan yang mengatakan " Lo rese kalo lapar "...heheheh
Sekitar pukul 22.30 kami sampai di Subulusalam di provinsi Aceh, barulah kami dapat makan malam untuk mengisi perut yang
sudah menjerit-jerit..
Subulusalam, th 2018
kami melewatinya saat sore, kemarin itu kami masuk kota sudah hampir
tengah malam dan saya feel amazing gitu..karena entah
karena week end yang jelas suasana kota saat itu cukup hidup dan ramai, masih
banyak tempat makan yang buka dengan para muda mudi yang hang out…,wow..
Setelah makan , kami berfikir sayang kalau menginap di hotel
karena saat itu sudah lewat tengah malam sementara paginya kami akan
melanjutkan perjalanan, sehingga kami memutuskan istirahat di teras samping
musholla SPBU di kota Subulusalam…,hahahah…ngirit atulahhhh
Tips menginap di SPBU : memakai sleeping bag, jadi saat kita tidur tas berisi barang berharga kita masukan sekalian dalam sleeping bag ,tutup resleting sampai hidung, aman...dan anda akan tampak seperti kepompong raksasa...
|
Meninggalkan Sibolga
|
|
Meninggalkan Sibolga
|
|
Meninggalkan Sibolga |
|
Menuju Singkil
|
|
Teras samping Mesjid SPBU tempat kami menginap
|
|
Pom Bensin kota Subulusalam tempat kami menginap
|
3-4 Januari 2021
Subulusallam – Banda Aceh
3 Januari 2021 setelah
mandi di SPBU yang kebetulan toiletnya airnya berlimpah, kami sarapan seadanya
dan melanjutkan perjalanan panjang ke
Banda Aceh.
Cuaca cerah dan panas, jalannya relatif lurus, sepi dan
mulus, tetapi saat akan memasuki kab. Tapak Tuan kita akan melewati bukit
dengan jalur naik yang meliuk-liuk, pemandangan laut di sisi kiri kita dan banyak
monyet di pinggir jalannya.
Tapak Tuan kami
lewati sambil sedikit bernostalgia dimana th 2018 kami sampai di kota
malam-malam dalam kondisi basah kehujanan dan lelah karena riding dari Samosir.
Di Blang Pidie kita makan siang dan ‘ngupi’ di warung dekat pasar, masakannya khas Aceh yang spicy alias kaya rempah, kupinya juga cukup nendang...(di Aceh kopi
itu ‘kupi’, ngopi pun menjadi ‘Ngupi’)
Setelah perut terisi dan ditutup dengan kafein maka pikiranpun lebih jernih, kami melanjutkan perjalanan ke Meulaboh…yang
mana pemandangan masih didominasi pantai di sisi kiri dengan ciri khas
pohon-pohon cemara di pantainya ..pokoknya ciri-ciri pantai sisi barat Sumatra
adalah pohon-pohon cemara, buktikan saja…
Anjuran saya kalau teman-teman
akan riding jalur Meulaboh menuju Banda Aceh , aturlah itinerary supaya
melewatinya sebelum malam...karena selain pemandangannya sangat indah , jalurnya juga cukup memerlukan kewaspadaan
para pengendara, apalagi saat mendekati Banda Aceh; kita akan naik ke bukit
dengan jalan yang sempit, tanjakan turunan tajam dan tebing curam dan banyak
truk besar…kemarin kami melewatinya saat hari sudah gelap, lelah dan kebelet pipis pula…
Sekitar pukul 22.00 lebih kami sampai di Banda Aceh dan
langsung menuju pusat kota, kami memutuskan beristirahat total satu hari di
Banda Aceh sekaligus melaundry pakaian kotor yang sudah menumpuk.
|
Meninggalkan Subulusalam
|
|
Menuju Tapak Tuan
|
|
Jalur Perkebunan Sawit yang sepi...
|
|
Banyak tanjakan & turunan panjang
|
|
Jalannya mulus
|
|
Banda Aceh masih jauh
|
|
Enaknya riding di jalur mulus lurus dan sepi begini ya...
|
|
Trumon |
|
Cagar Alam Trumon,eh.. ketemu gajah( tampak bokongnya doank..)
|
|
Pantai dengan cemaranya yang khas...
|
|
Meninggalkan Tapak Tuan
|
|
Doi tepar , ngantuk berat sebelum masuk Banda Aceh
|
5 Januari 2021 Banda Aceh – Sabang
Kami menyebrang ke Sabang sekitar pukul 10 ( jadwal feri pertama
sekitar pukul.8.00) , pembelian tiket masih manual seperti tahun 2018, jadi
kita membeli tiket kemudian mengantrikan motor. Harga tiket Rp.34.600 untuk
kendaraan gol.2, dan @Rp.28.800 untuk penumpang.
Pukul 14.00 sampailah di titik nol Indonesia…yeay..!
Kami bertemu dan
berbincang dengan 2 bikepacker yang memulai perjalanan dari titik nol Yogyakarta
yaitu Rafly dari Cimahi & Maia Lan dari Spanyol, ternyata banyak berita
tentang mereka di media, wohh…kami kurang update
Dari titik nol kami mengelilingi Sabang dan saya baru tahu
ada pemandian mata air panas di Sabang, hemm…ada air panas berarti ada
volcano…dan tidak jauh dari sana ada jalan sempit menanjak dengan tanda
petunjuk arah “ Gunung Api “…whoaaaa….ada gunung api di Sabang rupanya….
|
Nunggu sunset yang gagal karena hujan di Lhok Nga
|
|
Sampai di pelabuhan Ulee Lheue, langsung mengantrikan kendaraan
|
|
Beli tiket fery di bedeng yang ada terpal biru itu..
|
|
Sampai di Sabang
|
|
Sampai lagi di sini deh..
|
|
Panas dan masih ada satpam bergaya kapten Vijay dengan kacamata hitamnya...
|
|
Sepeda duo bikepacker dari titik nol Yogya
|
|
Eh, ada kue Putu di Sabang, penjualnya perantau dari Cilacap...
|
6 Januari 2021 Sabang-Takengon ( 314 km )
Pukul 6.00 sudah menuju Pelabuhan Sabang, membeli tiket dan
mengantrikan kendaraan . Sambil menunggu kami makan nasi bungkus dari pedagang
keliling @10k dan isinya nasi secuil dan lauk secuil, jadi total 2
cuil doank..hahhaahaa..
Penyabrangan kali ini kapalnya cukup cepat sehingga pukul 10
kami sudah di jalanan Banda Aceh dan langsung menuju Takengon melalui jalur
Timur Sumatra atau jalan lintas Sumatra
Medan-banda Aceh, melewati Sigli dan sampai di sekitar Bireuen kita belok kanan
ke arah Takengon.
Jalur lintas Sumatra Medan-Banda Aceh saat itu cukup sepi
dan panassss…jalannya mulus dan relatif lurus, saat belok ke Takengon barulah
kita melewati jalur pegunungan berkelok-kelok yang sepi…ada jalur-jalur tapal
kuda dan pemandangan didominasi kebun pinang yang berjajar rapi…jadi ingat lagu
jadul yang ada pantunnya :
“ tanam pinang rapat-rapat…agar puyuh tak dapat lari.. kupinang-pinang tak dapat-dapat.. kurayu-rayu kubawa bernyanyi..”😆
Kami sampai di Takengon hampir
magrib, kota yang relatif dingin dengan danau Takengon merupakan jantung
kotanya…kami menyusuri jalanan di pinggir danau Takengon mencari tempat nenda
karena sejak dari Lembang saya membayangkan betapa indahnya menatap danau di pagi hari dari dalam
tenda…tetapi rencana muluk itu musnah karena sepanjang pinggir danau lahannya sudah diprivatisasi…, memang
terdapat camping ground tetapi itupun
dipagar dan di gembok…sudah terlalu lelah untuk berkeliling akhirnya kami
memilih menginap di penginapan sajalah…hick..
|
Pelabuhan Sabang, pukul 6.30 masih gelap ...
|
|
Baru keluar Banda Aceh ketemu gulai kambing seperti ini ..makan lagi deh...
|
|
Di jalur timur Aceh-Medan ada petunjuk: Lampung 2100km..hahaha, bikin desperate aja.. |
|
|
|
Yang begini penting sekali untuk menyangga kelopak mata pada jam-jam bobo siang..#kupi
|
|
Jalur Bireun -Takengon
|
|
Aslinya so pasti lebih indah dari sekedar jepretan amatir saya
|
|
Jalur berkelok
|
|
Sepi dan pepohonan di kanan-kiri..
|
|
freshh...
|
|
Ah, tikungan seperti ini aga menegangkan kalo bawa motor bongsor
|
|
Sudah ada desa
|
|
Mereka menanti ada yang kasih jajan...bukan uang jajan ya...
|
|
Mulai berkabut dan naik ke ketinggian
|
|
Sampai di Takengon
|
7 Januari 2021 Takengon-Kutacane ( 239 km )
Saran saya untuk jalur ini
adalah mulailah perjalanan sepagi mungkin…
Jalur ini hanya sekitar 239km, tetapi karena jalurnya
melewati pegunungan dan hutan yang masih lebat dengan jalur yang nauk turun meliuk-liuk, maka
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, lagipula banyak spot indah yang
layak dinikmati dan memanjakan mata, jadi untuk apa ngebut-ngebut?
Kami memulai perjalanan pukul 11 lebih, sangat kesiangan…karena
selain mencari biji kopi Gayo mentah untuk dibawa ke Bandung,
kami terlalu lama berbincang sambil
‘ngupi’ dengan kenalan saat sarapan + ngopi di warung nasi, hehehe..obrolan warung kopi memang bikin lupa waktu..
|
Alun-alun Takengon
|
|
Ahhhh..so terik
|
|
But the lake look awesome
|
|
this beauty...
|
|
bye ....Takengon
|
Jalur Takengon – Blangkajeren,siapkan mata anda,
kawan…jalurnya membelah pegunungan dan hutan yang masih lebat..udaranya segar
dengan sungai dan mata air disana-sini.., jurang dan tebing-tebingnya juga
amazing …beruntung kami melewatinya saat siang dengan cuaca yang cerah sehingga puas mata kami menikmati pemandangan ; menyerapnya seperti spons dan memerasnya sebagai kenangan di kemudian hari...
Kami masuk ke Blang Kajeren pukul 15.45. karena belum lunch, kami makan bakso ‘Malang’ yang rasanya mengecewakan tetapi
taripnya cukup mahal, apakah kami menjadi korban pukul tarip?..ah, sudahlah...Tapi memang selama di Sumatra meski kami makan di warung-warung biasa rata-rata uang yang kami keluarkan untuk makan berdua itu selembar 100 rb-aan dan menerima kembalian berupa remahana-remahan...hehehe
Saat melanjutkan perjalanan ke Kutacane mulailah kami
diguyur hujan yang tidak terlalu deras tetapi tidak kunjung berhenti, jalur
masih naik turun meliuk meski tidak seekstrim sebelumnya, saya agak was-was
longsor karena tebing di sisi kiri tampak rawan longsor demikian juga jurang di sisi kanan…Berikutnya
jalur merupakan jalan mengikuti aliran sungai besar ( Sungai Alas ) di kanan jalan yang kabarnya
mengandung bijih emas, air mengalir dari sisi kiri dengan deras…suasananya sepi
, suram dan gelap…ah, akibat berangkat kesiangan ini mah jadi selalu bertemu jalan gelap
Akhirnya hampir Isya kami sampai di Kotacane, kota kecil
dengan tarip penginapan yang aduhai, tetapi kami tidak ada pilihan lain…, hicks
|
Meninggalkan Takengon
|
|
Langsung masuk jalur hutan
|
|
Pesawahan di Takengon
|
|
Petunjuk arah Blang Kajereun -Kutacane
|
|
the sky...
|
|
Jalur ini menyenangkan tapi ngeri-ngeri sedap karena banyak tikungan tajam
|
|
Hutannya masih lebat , gaes...kita akan masuk pegunungan ituuu..
|
|
Hutan pinus
|
|
View dari hutan pinus
|
|
Jalan semi amblas
|
|
Banyak jalur amblas/longsor
|
|
Sepi.. |
|
Mata air di kanan jalan, ayooo....pipisss (tidak ada WC sampai Blang kajereun )
|
|
Pegunungan yang kita lalui tadi...
|
|
So..jangan lewat sini malam ya, view nya sayang untuk dilewatkan
|
|
Namanya jalur pegunungan, kita mlipir di kiri jurang di kanan tebing...
|
|
Pegunungan yang kita lewati tadi |
|
Hutannya masih rapat..
|
|
Longsoran gini sudah biasa..
|
|
Jalan amblas yang sudah dibenahi
|
|
Jalur hutannya panjang & masih lebat , so jangan lewat sini malam-malam ya...
|
|
Tampak ada pemukiman di lembah sana...
|
|
Nah..di bawah sana adalah Blang Kajereun
|
|
Blang Kajereun |
|
Kotanya Blang Kajereun
|
|
Mulai kehujanan, gerimis syahdu...
|
8 Januari 2021
Kutacane –Sidikalang - Parapat ( 262 km )
Kutacane ke Parapat sebetulnya lebih dekat apabila lewat
Kabanjahe, tetapi karena suami ingin mencari kopi maka kami memilih rute
Sidikalang .
Kami memulai perjalanan pukul 10.00, sepagi itu Kutacane
sudah cukup terik, tidak berapa lama nuansa batak mulai terasa dengan adanya
gereja dan nama desa khas batak seperti Lewi Sigala-gala, dan tidak sampai 1
jam kami sampai di gapura perbatasan Sumatra Utara , yaitu memasuki kabupaten
Tanah Karo.
Jalur Tanah Karo menuju Sidikalang merupakan jalan aspal
yang relatif mulus dengan pemandangan didomnasi ladang ladang jagung yang cukup
luas, sampai berbukit-bukit saking luasnya…demikian juga saat masuk Sidikalang,
jalannya aspal yang relatif mulus dan masih ‘dimanjakan’ cuaca yang panas dan terang benderang.
Setelah meninggalkan Sidikalang , melewati Seribu Dolok
dengan kebun-kebun jeruk yang tampak sudah matang-matang tapi belum dipanen, gemesh ingin metik apalagi kalau ingat di Riau Junction harganya 40k/kg.., hehe
Saat menuju Parapat
jalur mulai masuk pegunungan dan hutan yang sepi. Kami kehujanan dan
berteduh di kawasan tepi danau Toba yang saat itu masih sekitar pukul 15 tetapi sudah sangat
berkabut. Awalnya kami berharap tiba di Parapat masih sore, sayangnya
perjalanan terhambat karena jalan ditutup akibat adanya truk terperosok ke jurang yang sedang ditarik
alat berat, sehingga satu jam lebih waktu terbuang untuk berhenti dan ( mau tak mau ) menonton proses evakuasi.
Selanjutnya jalan berkelok-kelok pinggir hutan yang sepi dan
sudah mulai gelap. Sesaat setelah melewati pertigaan jalur lintas Sumatra, lalu lintas mulai ramai dan
jalur dengan jalan lubang-lubang parah dan berdebupun dimulai…menyebalkan.
Tahun 2018 kami ke Toba & Samosir via Tele, jadi kemarin
itu pertama kalinya ke Parapat dan saya kaget
dengan kondisi Parapat dan tepian danau Toba yang tidak sesuai espektasi ; awalnya
saya membayangkan suasana asri dan jalan seperti Legian atau Seminyak Bali….
Parapat tepian danau Toba ini suasananya gelap, trotoar
jelek, hotel-hotel yang suram dan sepi, saya sampai bingung dan tidak nyaman
dengan suasana gelapnya , kami berputar-putar sampai berapa kali melewati
pelabuhan Parapat. Kondisi sudah malam juga menyulitkan mencari jalan, beruntung
kami menemukan hotel yang masih relatif baru , cukup terang , harga terjangkau,
& menyediakan breakfast sehingga kami tidak usah repot-repot mencari makan,
ohya..Hotel Tamaro namaya …
Sebetulnya saat di Bandung saya membayangkan asyiknya
kemping di pinggir danau Toba , tetapi karena sudah malam sangat tidak
memungkinkan mencari-cari camping ground apalagi suasana gelap-gelap temaram dan bayangan jalan yang tidak
sesuai kenyataan..ah, seharusnya Parapat lebih bagus dari itu..karena danau
Toba itu indah dan istimewa sekali …
|
Meninggalkan Kutacane
|
|
Sebentar lagi desa Lewi Sigala-gala, disana sudah mulai terasa suasana Batak
|
|
Tidak sampai 1 jam dari Kota Cane, masuk Prov.Sumatra Utara |
|
|
Ladang jagung
|
|
Longsoran |
|
Selama trip banyak sekali longsor, tetapi karena jalannya sepi jadi tidak viral, hehe
|
|
Kota Sidikalang
|
|
Nampang bentar ,ah..
|
|
Dialihkan ke jalan desa karena ada longsor
|
|
Entah dimana ini , yg penting ngekor kendaraan di depan aja bang, jangan sampai lolos..!
|
|
Keluar Sidikalang ke arah Parapat , mulai berkabut...
|
|
Kebun jeruk medan, sudah matang-matang..bikin gemmesss...
|
|
Stuck 1.5 jam disini...evakuasi truk
|
|
Akhirnya , Danau Toba yang tampak misty...
|
9 Januari 2021
Parapat – Lubuk Sikaping ( 416 km )
Rute kali ini targetnya ‘sesampainya dan secapeknya’…; memulai perjalana sekitar pukul 9.00, cuaca
bersahabat dan langsung masuk Porsea, Balige kemudian Siborong-Borong , Tarutung dan
sampai di Sipirok. Saat melewati Porsea dan Siborong-borong saya melihat guguk panggang digantung di pinggir jalan, hadeuh..saya jadi terbayang-banyang terus mimik muka si guguk itu...
Di Sipirok kami makan siang dan menemukan rumah makan yang lumayan enak
di pusat keramaian Sipirok, namanya Wartek alias Warung Tekongan karena
letaknya di tikungan, masakannya variatif dan saya bahagia karena menemukan menu sop disini...
Dari Sipirok kami lanjut Padang Sidimpuan dengan becak
motornya yang beda karena memakai vespa, kami lewat Panyabungan yang merupakan ibukota Kab.
Mandailing Natal, kemudian kami lewat Gapura batas masuk ke Sumatra Barat saat
sudah gelap, melewati Rao dan kehujanan sampai Lubuk Sikaping.
|
Danau Toba di dekat pelabuhan Parapat
|
|
Danau Toba di dekat pelabuhan Parapat |
|
Melewati Porsea, menuju Balige
|
|
Pasar Balige
|
|
Tarutung..bukit di depan itu tempat wisata rohani Salib Kasih
|
|
Menuju Sipirok , jalan mulai tidak mulus lagi
|
|
Warung makan enak di Sipirok
|
|
Masuk Padang Sidempuan
|
|
Padang Sidempuan, ciri khasnya Bentornya pakai vespa
|
|
Mandailing Natal,kota Panyabungan
|
|
Sampai SPBU Lubuk Sikaping
|
10 Januari 2021 Lubuk
Sikaping – Bukittinggi -Singarak-Solok -Padang
Sebetulnya kami tidak berencana ke Padang lagi , setapi
setelah bermacet-macet di Bukitingi, melewati danau Singarak , dan kami sampai
di Solok, saat itu kecepatan kami hanya sekitar 40km/jam tetapi
sekonyong-konyong wanita pengendara
motor matik depan kami berhenti mendadak sehingga suami mengerem dan jalan
licin karena basah setelah hujan , maka ,” Brukkkk”….kami terhempas ke aspal,
jatuh ke sisi kanan dan tertimpa motor…oh my God…
Beruntung di belakang kami tidak ada kendaraan dan kami
memakai pakainan dan celana 3 lapis sehingga kulit kami terlindung dan luka-lukanya
tidak terlalu parah, tetapi badan sisi kanan memar dan rusuk kanan lumayan
sakit karena yang jatuh ke aspal terlebih dahulu adalah sisi kanan badan, baru kepala…
Setelah mengobati luka-luka, thanks God motor masih dapat jalan tetapi lecet-lecet mah sudah
pasti ya…kami menunda tujuan ke Painan dan memilih beristirahat di Padang untuk
memulihkan kondisi.
Kami mengobati dan menutup luka dengan plester, untuk
meringankan sakit badan kami meminum obat penahan sakit . Kami sangat bersyukur
kecelakaan tidak terlalu fatal tetapi tentu kami melakukan evaluasi,kami tidak
dapat mengkoreksi eksternal untuk tidak berhenti mendadak dan seenaknya di
jalan raya ya, jadi kami koreksi diri saja;
salah satu tindakan perbaikan yang kami lakukan adalah
mengirim/memaketkan tenda yang useless dan sebagian perlengkapan dan baju ke
Bandung sehingga motor tidak terlalu berat ( berkurang 20 kg )
|
Anda melintasi equator, sponsor by BRI..hehe
|
|
Bermacet-macet keluar Bukittinggi menuju Singkarak
|
|
Danau Singkarak
|
|
Danau Singkarak |
|
Danau Singkarak |
|
Danau Singkarak |
|
Lecet sedikit, tapi kalau bersin atau ketawa sambil pegang dada kanan spt Jendral Soedirman.hehe, sakit rusuknya
|
11 Januari 2021
Padang – Muko-muko ( 330 km )
Setelah sarapan, kirim paket sebagian barang bawaan, dll..maka
lewat pukul 11 kami baru start meninggalkan Padang . Kami mengambil jalan
lintas barat Sumatra, menuju Painan, Tapan, Muko-Muko.
Sampai Painan pukul 13.00, kami tergoda dengan penjual duren
di pinggir sungai ; 3 buah duren legit ukuran sedang kami bayar 70k, murah
menurut kami tetapi saat kami berbincang dengan kenalan di Muko-muko informasinya
kita bisa mendapat harga lebih murah…ahahaha..sudahlah,70rb saja kami sudah
bahagia..
Meninggalkan kota Painan , kami masuk daerah pantai di kanan
jalan,kemudian turun hujan yang sangat deras sehingga kami memilih menepi
karena jarak pandang terbatas. Hampir 1 jam kami menunggu hujan , setelah agak
reda kami melanjutkan perjalanan dan tidak berapa lama turun lagi hujan deras
tetapi kami memilih terus .
Kami sempat mengalami
kejadian menegangkan karena saaat hujan deras air laut di kanan jalan bergejolak, di kiri
juga sungai sangat deras, ada rumah-rumah yang pekarangannya sudah terendam,
wih..saya kuatir jembatan putus…
Kemudian saat jalan menaiki bukit kecil dimana
kanan tebing dan langsung ke laut..di kiri atas tebing hutan yang mengalirkan
air terjun-air terjun dadakan berwarna coklat yang mengalir deras ke aspal dan
terus turun ke laut lewat tebing di kanan kami itu, waduuh…banyak kendaraan
termasuk mobil-mobilpun berhenti karena takut menerjang arus air tsb, mungkin takut arusnya deras dan kendaraan terseret dan
ikut terjun ke laut… tetapi suami memilih memacu kendaraan karena kami malah
kuatir kalau menunggu malah situasi bertambah buruk…( menegangkan seperti itu
saya tidak berani mengeluarkan kamera/HP…saya cuma berpegangan erat ke suami
saya..hehe)....alhamdulillah , ternyata arusnya masih dapat ditembus, dan saya lihat ke belakang ada kendaraan-kendaraan yang mengikuti kami...woh, jadi motor kami itu seperti proyek ujicoba ya..
Tidak lama kemudian kami masuk dataran dan jalan aspal
relatif mulus meski situasi tetap mendung yang suram…dan kami seperti riding di
bawah shower karena berikutnya hujan terus mengiringi kami sampai kami makan depan
polsek Tapan dan sampai di Muko-muko sekitar pukul 21.00.
Saat di Tapan
kami sempat berbincang-bincang dengan anggota kepolisian polsek Tapan yang
menyapa kami , dan memberi informasi jalur yang akan kami lalui, yaitu jalur
kebun sawit yang sepi tetapi relatif aman dari longsor dan tidak usah risau kriminalitas, sehingga meski kami melaluinya malam-malam saat
hujan kami merasa aman-aman saja.
|
Ada sungai dengan penjual duren di pinggirnya
|
|
Hmm...
|
|
3 buah duren harga 70k
|
|
Hujan gini anak-anak happy hujan-hujanan, manula spt kita mah berteduh sambil minum tolak angin...
|
|
Sempat bahagia karena hujan mulai reda..langit tidak terlalu kelam
|
|
Tetapi tak lama kemudian hujan lagi sampai Muko-Muko
|
12 Januari 2021
Muko-muko-Bengkulu ( 264 km )
Berangkat dari Muko-muko pukul 10.00 pagi, melewati jalur
pantai di kanan jalan dan saat memasuki
Ketahun ternyata jalannya tetap sama dengan th 2018 yaitu berupa jalan
aspal berlubang.
Dengan kebun sawit terkadang kebun karet di kanan-kiri jalan,
kami melaju dengan santai dan menikmati langit yang cerah. Kami tiba di
Bengkulu pukul 17-an dan langsung menuju pantai Panjang untuk duduk-duduk
menikmati sunset.
|
Muko-muko
|
|
Cerah.. |
|
Pantai di sisi kanan..
|
|
Pantai terus di sisi kanan
|
|
Membelah perkebunan Sawit
|
|
Masih Sawit
|
|
Ketahun, masih seperti dulu, jalannya butut...hehe
|
|
Masih jalan lubang -lubang di jalur Ketahun
|
|
Hati-hati..lubang
|
|
Bengkulu,langsung duduk-duduk di pantai Panjang, di Lembang mah tidak ada yang seperti inih...
|
13 Januari 2021
Bengkulu –Krui (329 km )
Jalur lintas barat Sumatra
ini memang lebih panjang dari jalur timur, tetapi kami lebih memilih jalur ini karena jalannya mulus dan sepi, banyak
pemandangan pantai sehingga tidak membosankan dan yang terpenting hanya sedikit
truk-truk besar yang melintas di sini..; saya ingat waktu th 2018 lewat jalur
timur yang seringkali bergelombang suami
saya menyalip lebih dari 10 truk monster yang berjalan beriringan , sementara
saya sebagai boncenger hanya dapat menahan perasaan…
Kami start pukul 9.30, hari itu kami diberkahi dengan cuaca
cerah sepanjang jalan sampai di Bandar Lampung. Jalan aspalnya mulus, kadang
kami berhenti menikmati laut di kanan jalan. Perjalanan lancar dan kami tiba di
Krui sebelum magrib.
Kami tidak melanjutkan ke Bandar Lampung karena selain badan
masih agak sakit akibat jatuh, jalur Krui – Bandar Lampung kita akan melewati
jalur hutan lindung yang agak panjang
selain itu ada satu ruas yang agak rawan sehingga kami memilih isirahat
saja.
|
Daerah Kaur
|
|
Nyasar ke pelelangan ikan...
|
|
Anehnya , pegawainya tidak tahu kenapa namanya penginapan Jokowi
|
14 Januari 2021 Krui –Bandar Lampung (244 km)
Memulai perjalanan agak santai, cuaca cerah ( baca :
terik…hehe ), jalanan mulus, perjalanan kami lancar dan sampai di Bandar
Lampung masih sore..
Apabila kami melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Bakau
Heuni maka lepas magrib kami sudah di atas fery penyebrangan , tetapi PR kami
dari Merak ke Lembang masih cukup panjang, dulu kami pernah langsung menyebrang seperti itu dan kami tepar di SPBU
Cianjur, pernah juga tepar di SPBU Karawang…sehingga mengambil pelajaran dari kejadian tepar-tepar tsb, kami memilih santai sejenak di Bandar Lampung dan keesokan harinya langsung riding
direk Bandar Lampung ke Bandung;
kebetulan hotel-hotel di Bandar Lampung banyak pilihan dan harganya
terjangkau.
|
Pantai di Krui
|
|
Memandang tanpa batas..
|
15 Januari 2021 Bandar Lampung – Merak – Lembang via Serang
–Jasinga-Bogor-Puncak
Berangkat dari Bandar Lampung pukul 8.00, setelah memesan
tiket fery di aplikasi Ferizy, kami langsung masuk kapal yang paling siap berangkat . Penyebrangan ke Merak saat itu lancar dan cepat , kami sampai di Merak yang panas pukul 13.20.
Sampai Serang terus terang saya senewen dengan cara
berkendara suami yang sepertinya merasa seolah-olah masih di jalanan daerah
Sumatra; bawaannya di tengaaaaahhh..teruss..sementara kita sudah masuk kota dan
akan melintas Jakarta…hadeuh
Akhirnya demi keamanan, dari Serang saya memilih jalur desa saja yaitu lewat
Jasinga...pilihan tepat karena jalurnya sepi dan aspalnya mulus ,meski jalannya naik turun tetapi
tidak terlalu ekstrim.
Kami istirahat makan di Leuwiliang Bogor sekitar magrib dan
lanjut masuk Bogor , kemudian melewati kawasan
Puncak yang sepi meskipun saat itu week end tetapi karena baru diberlakukan
lagi PSBB di masa pandemi ini sehingga tidak ada hambatan lalu lintas sampai
kami tiba di rumah kami di Lembang sekitar pukul 23.00…
Alhamdulillah….meski mengalami dua kali kejadian kurang
mengenakkan selama trip, kami dapat
sampai rumah dengan selamat…Tentunya banyak yang harus kami evaluasi dari
perjalanan kali ini , untuk menjadi perbaikan di trip selanjutnya, satu
pelajaran yang penting adalah barang bawaan yang berat dimana sebagian
merupakan perlengkapan mendaki gunung, …hahaha…maksud hati menggabungkan dua
hobby tetapi malah jadi repot sendiri…
Setelah membawa Versys jalan-jalan jauh, kesimpulannya lupakan motor-motor bongsor apalagi Versys 650cc..terlalu berat untuk kami, gaesss...; sementara kami sering jalan sendiri dan cenderung blusukan, jelas tugas berat buat suami saya membawa Versys( dan bonceng saya ) kemarin...
Demikian cerita saya kali ini…semoga
Alloh SWT senantiasa memberikan kesehatan dan kelancaran rezeki pada kita semua,
amiin
SEKIAN
The best roadtrip...muuaannntaappsss! Btw salam buat akangnya top adventure rider deh, teteh juga top adventure boncenger :)
BalasHapushahahah...nekat rider n rese boncenger tepatnya...Makasih sudah mampir mas, semoga bermanfaat
HapusNice kaka, berani juga menembus lintas barat Sumatera
BalasHapuswahhh..jalur barat terutama Natal -Sibolga kereennn sekali...pemandangannya Masya Alloh..., pokoke yg riding ke Sumatra sayang banget kalo ga lewat jalur tsb
HapusTerima kasih sudah mampir mas/mba
Mantabs cerita touringnya teh..saya berasa ikut touring jg..😊
BalasHapusJd inget touring jkt-sabang 2017 via jalur tengah sumatra lampung, sibolga, pakkat, sabulussalam lanjut jalur barat.
Kita tunggu cerita n pengalaman touring selanjutnya. Pokoknya tetap semangat n jaga kesehatan teh..🙏
halloo masss...salam sehat ya, trimakasih sudah mampiirrr....
Hapus