Senin, 20 Januari 2020

TOURING SULAWESI-KALIMANTAN NOVEMBER 2019


TOURING MOTOR  JAWA - SULAWESI – TERNATE – KALIMANTAN ( 2019 )

Touring motor ke Sulawesi sebetulnya kami rencanakan untuk tahun depan, tetapi karena akhir Oktober 2019 saya keluar dari pekerjaan yang disebabkan kegagalan saya melakukan cocokologi diri dengan atasan yang baru; dan atasan juga dari awal tidak cocok dengan style kerja saya yang dianggap slengekan, klop sudah…,padahal saya sudah berusaha keras berubah dari yang awalnya beraliran Sepultura aka  Amy Search ( jadul banget, ya ) menjadi semanis gaya Raissa...akhirnya meski perih saya mengakhiri karier saya di laboratorium...daannnn...mulailah jalan-jalan...gassss, bebbb!

Berhubung cuti unlimited, kami tidak terlalu  perduli dengan itinenary…sebelum-sebelumnya saya selalu ketat dalam menyusun itinerary karena berkejaran dengan cuti pekerjaan dan seringkali harus mengakhiri touring dengan ‘pulang duluan’  dan suami mengendarai motor sendirian pulang ke Bandung; jadi kali ini kami  akan pulang dan pergi berdua dan benar-benar shantai.., shantai saja…#gaya sania ( lagi-lagi jadul)
Akibat itinerary bebas ini memang jika dievaluasi diakhir , perjalanan kami menjadi kurang efektif karena agak bersilangan dan melewati 2x jalur Poso –Parigi, tetapi sudahlah namanya juga touring bebas ini mah…
Bandung-Surabaya ( 21-22 November 2019 )
Berhubung santayyy…kami baru selesai mengepak barang lewat tengah malam, alhasil rencana start dinihari hanya sebatas wacana, nyatanya kami baru bangun pukul 5.30 dan start dari rumah kami di Lembang pada pukul 9.02, saat itu hari Kamis tgl 21 November 2019

Action dulu sebelum start

Kilometer di-nol kan dulu, Lembang 21 Nov 2019  j.9.00
Pukul 13.21 Makan baso mie golosor Oding dengan es jeruk di Ciamis, 49k
Pukul 21.22 setelah ada buka tutup jalur di Kebumen karena ada perbaikan jalan; makan angkringan  22k, kami touch down di Yogyakarta, dari Traveloka mendapatkan penginapan OYO Royal Homy Syariah 124K sudah mendapat kamar AC, air panas dan handuk bersih.

Bakso Oding Ciamis, legend !..  
 
Jumat 22 November 2019, kami berangkat setelah Jumatan, banyak iklan dan adegan hujan..berteduh, pakai jas hujan, riding kemudian tidak sampai 5 menit panas…copot jas hujan…riding lagi…hujan lagi…berteduh lagi ,pakai jas hujan, begitu terus sampai 3x.., tetapi mulai masuk Jawa Timur cuaca panas poll….klimaksnya sampai ruas Sidoarjo –Surabaya kami disambut macet dan panas terik dengan temperatur saat itu 41°C, Subhanalloh…sepertinya saat itu cuaca terpanas yang pernah saya alami, mata saya nanar melihat es kelapa muda seperti melihat fatamorgana di padang pasir…

Berteduh , masih di Yogya
Berteduh lagi di Wonogiri
Di Surabaya sempat tidur di POM bensin semalam
 
Sampai Surabaya kami langsung menuju kantor penjualan tiket Dharma Lautan Utama ( DLU ), ternyata penyebrangan Surabaya –Makasar dengan Kapal Fery Dharma Rucitra VII jadwalnya mundur dari yang sedianya Minggu malam ( menurut informasi dari website ) menjadi Senin pukul 6 pagi 25 November 2019, maka kami harus menunggu 2 malam di Surabaya
Tiket Motor max 250 cc ,plus parkir 536k
Penumpang 2x 300k , plus pajak 630k

Tiket DLU Surabaya -Makasar,  2 penumpang

Tiket DLU Surabaya - Makasar untuk kendaraan Gol 2A ( motor 250cc )

Penyebrangan Surabaya – Makasar ( 25-26 November 2019 )
Senin pagi 25 November 2019 pukul 5.30 kami sudah masuk pelabuhan Tanjung Perak, kapal Dharma Rucitra VII milik Perusahaan Dharma Lautan Utama sudah parkir di dermaga dan tiket , STNK motor langsung dicek, ada orang dishub juga yang mengecek dan betapa malunya ternyata kami lupa belum bayar pajak yang seharusnya diselesaikan max 22 Oktober 2019.
 
Kami naik di lambung kapal dari pukul 6 pagi, dan  kapal berangkat sekitar pukul 11.00, jadi 5 jam kita menunggu dalam kapal sambil main dakon dan petak umpet ( ini bohong ya ) rencana perjalanan 36 jam. Alhamdulllah kapal cukup nyaman, AC nya dingin, air lancar sehingga kami dapat mandi dan gelombang sangat bersahabat sehingga sampai di tujuan lebih cepat dari jadwal,


Siap masuk lambung kapal


Bekal buat di kapal, kelaparan saat menyebrang laut itu tidak enak, gan..

Meninggalkan Tanjung Perak Surabaya
Kafetaria dalam kapal Dharma Rucitra VII
Suasana tempat tidur dalam kapal Dharma Rucitra VII
Contoh ransum dari kapal Dharma Rucitra VII, diberikan sehari 3x
Tempat istirahat kami, bawa sleeping bag dan kasur tiup biar bobo pules... 
Laut jawa yang tenang

Daratan Sulawesi sudah tampak dari kejauhan


 
Makasar – Tana Toraja ( 26-27 November 2019 )
26 November 2019 pukul 21.00 WITA kami sudah menyusuri jalanan kota Makasar dan langsung mengisi perut di RM Coto Makasar Dewi dengan potongan daging empuk yang berlimpah bergelimpangan hanya membayar 38k untuk kami berdua, harga yang sangat bersahabat.

Mendarat di Makasar
 
Coto Makasar "Dewi"..recomended !

Kami mendapat hotel dari traveloka The One Hotel 214k, dan ternyata kamarnya sempit sekali sementara barang kami banyak dan badan kami berdua jauh dari  kata mungil , sehingga jika akan berpapasan salah satu harus minggir seperti truk tronton berpapasan di jalan kecil..hahaha
 
27 November 2019 kami baru check out dari hotel pukul 9.18 WITA, sesaat kemudian saya menemukan setumpuk pisang kepok goreng di pinggir jalan menuju Palubasa Serigalasaya langsung berhenti, dengan membayar 10K saya mendapat 10 pisang goreng dengan sambal, ya ternyata di Sulawesi pisang goreng dimakan dengan sambal pedas, okelah..saya coba memakannya dan..not too bad…Makan Palubasa Serigala ternyata menang nama, harga amboi, 2 porsi palubasa, 2 nasi , 2 es teh dan 1 bungkus kecil kacang mete 73k…uhuk-uhuk…teringat coto makasar semalam hanya membayar separuhnya padahal dagingnya bergelimpangan begitu..ck..ck..
 
Pisang kepok goreng dimakan dengan sambal pedas, @1k
Palubasa Srigala; Palubasa itu kuahnya memakai bubuk kelapa sangrai
 
Kami meninggalkan Makasar yang sepagi itu sudah panas 38C, lalu lintas cukup semrawut sampai kami mulai menyusuri panas teriknya jalanan :
Kab.Maros
Pangkajene
Kab.Barru
Jalanan relatif mulus , lurus dan semakin lama semakin sepi sepi, kami berhenti minum kelapa muda di pantai Kupa dan pukul 13.45 WITA kami sampai di Pare-pare sebuah kota kecil di pinggir laut tempat kelahiran Alm Bpk BJ Habibie.
Masuk Pinrang kemudian Enrekang jalanan mulai menanjak dan berkelok ,masuk Tana Toraja pukul 17.12 WITA, disambut suhu yang semakin sejuk dan diguyur hujan. Kami memilih beristirahat di Rantepao -Tana Toraja Utara karena disana terdapat lebih banyak penginapan, karena banyak produk makanan non halal , kami makan di RM Sopo Nyono dimana pemiliknya orang Banyuwangi yang sudah tinggal 30 tahun di Toraja, kami berbincang hangat  dengan pemilik RM dan tamunya ; Kepala BNN Palopo, beliau berpesan andai ada masalah di Palopo dapat mendatangi kantornya..waduh, baik sekali 

Jalanan panas menuju Pangkajene

Kabupaten Barru
kelapa muda di pantai Kupa, 10k/gelas  & mendapat ekstra air kelapa

Memasuki Pare-pare
Memasuki Pare-pare

Pemandangan menuju Tana Toraja

Memasuki kabupaten Pinrang

Memasuki Enrekang

Pemandangan Enrekang

Memasuki Toraja

Sekitar pukul 21.30 WITA kami mendapat kamar di Reddorz Near Bolu Toraja  dengan harga 146k lewat aplikasi kami mendapat kamar tipe family dengan ruangan  luas dan 2 kasur cukup besar ,handuk bersih dan mandi air panas, kamipun tertawa bahagia..kemudian meloncat-loncat sambil berpegangan tangan…
Secara garis besar perjalanan dari Makasar sampai Toraja jalannya cukup lebar dan banyak pemukiman di kiri –kanan jalan, kami belum menemukan hutan atau jalanan sepi.
Di Toraja kami sarapan di pinggir jalan nasi dengan telur, ikan bumbu dan sayur daun singkong  2 porsi 30k , kopi hitam 10k untuk 2 gelas, camilan apem, pisang goreng, dadar gulung harga 5k untuk  4 kue…
Kami hanya berwisata ke Kete Kesu, yaitu rumah-rumah adat toraja beserta makam dimana keranda ditempatkan di tebing-tebing batu, tiketnya 20k untuk kami ber2. Kami tidak lama disana karena wisata ke makam kok agak ngeri-ngeri gimana ya…tapi rumah-rumah adatnya memang luar biasa indah, ukirannya, hiasan tanduk kerbaunya..semuanya tampak anggun sekaligus berwibawa…


Memasuki Tana Toraja

Kete Kesu - Tana Toraja
Kuburan di Kate Kesu -Tana Toraja
Foto sejuta umat...heheheh

Rumah adat Toraja

Harga tiket

Tana Toraja – Danau Poso (28-29 November 2019 )
28 November 2019 sekitar pukul 11 WITA kami meninggalkan Tana Toraja menuju Palopo, Poso adalah target  kami, ternyata begitu meninggalkan Toraja hanya beberapa menit kami langsung masuk kawasan hutan lindung , jalanan  menanjak menyusuri tebing-tebing berkelok-kelok, pemandangannya indah dan udaranya sejuk. Semestinya pada jalur tersebut ada air terjun-air terjun kecil dari hutan tetapi karena kemarau semuanya kering. Pukul 13 WITA kami sampai Palopo disambut udara panas karena daerah pesisir, menuju arah Poso jalanan relatif mulus, sepi, panas dan lurus…sehingga kecepatan motor kami rata-rata di 90km/jam.

Beberapa menit meninggalkan Tana Toraja memasuki area hutan
Jalur hutan lindung menuju Palopo

Jalur hutan lindung yang sepi

Hutan Lindung antara Tana Toraja - Palopo

Jalur pegunungan dari Tana Toraja menuju Palopo
Cek rem di Palopo

Pukul 16.30 kami mulai memasuki wilayah Sulawesi Tengah, kami bersyukur karena bensin full tank karena di jalur trans Sulawesi  bagian tengah ini mulailah kami melewati kawasan hutan yang cukup panjang,  jalananya sepi, sempit, berkelok , masuk pegunungan yang masih cukup basah dan hijau.. melewati jalur hutan-hutan yang lumayan panjang, baru ketemu rumah tapi sebentar…hutan lagi..hutan lagi..dan lagi…sementara hari mulai gelap 
Saat kami sampai di kecamatan Pendolo turun hujan yang cukup deras , kami berteduh sekaligus makan dan ngopi di warung yang entah kenapa lagi-lagi namanya ‘Sopo Nyono’ .. , ternyata ke Poso menurut google sekitar 3 jam lagi dan menurut pemilik warung jalurnya hutan (lagi) yang cukup pajang ...waduh..malam-malan dan hujan masuk hutan 3 jam  sepertinya bukan pilihan yang indah…lucky us ternyata di Pendolo terdapat danau Poso yang terkenal yang lokasinya hanya sekitar 1-2 km dari warung tsb, dan karena danau wisata terdapat penginapan-penginapan di pinggir danau , Alhamdulillah…kami memutuskan beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok pagi, kami mendapat penginapan Mulia dekat danau , 200k , cukup mahal untuk budget kami, tetapi lumayan lah..daripada terdampar di hutan…

Monumen Masamba - Kab Luwuk Utara 
Memasuki perbatasan Sulawesi Tengah

Jalan rusak di jalur meliuk-liuk di perbukitan Sulawesi Tengah
Mengantri di jalan rusak di Sulawesi Tengah
Perbatasan Sulawesi tengah melewati jalur hutan yang panjang
Hujan deras selepas jalur hutan yang panjang , ternyata tidak jauh dari danau Poso

Danau Poso –Gorontalo ( 29November -1 Desember 2019 )
Jumat 29 November 2019 pagi kami menyempatkan diri menikmati danau Poso yang hanya selemparan batu dari kamar tempat kami menginap, sungguh danau yang  indah, luas, airnya tenang dan jernih, sepi, bersih, pinggirannya berpasir, danau yang rasa pantai, sangat cocok untuk berenang …karena tempatnya agak sulit dijangkau sehingga wisatawan tidak terlalu banyak yang justru membuat danau Poso tetap  bersih…

Danau Poso yang luasssssss...

Danau Poso, dari desa pendolo..dari Tentena juga dapat mencapai danau Poso
Danau Poso ,danau  rasa pantai....
Danau Poso yang sepi dan tenang
 
Sekitar pukul 10 kami start menuju Poso, jalanan menurun dan berkelok , ada bagian yang sempit dan terkena longsor, dan pukul 13.18 kami sampai kota kab.Poso, kami makan siang dan mengecek rem plus ganti olie di bengkel Yamaha dan 3 jam kemudian kami sudah memasuki kampung Bali di kab.Parigi Moutong, desa yang masih banyak air di tengah kemarau panjang , sawah-sawahnya tampak subur dan menguning…melihatnya saja hati  sudah bahagia, padahal sawah orang …hehehe




Menuju Poso

Kota Poso

Jalanan menuju Parigi Moutong
Kampung Bali di Parigi Moutong

Jalanan menuju Parigi Moutong
Pukul 17.30 kami sampai di kota kab.Parigi dan nongkong di penjual gorengan sebrang BNI Parigi, sepasang suami istri asli Semarang yang sudah ada di Parigi sejak lahir…makan 10 kami membayar 10k
Jajan Gorengan di Kota Parigi - Sebrang BNI
 
Kami sempat galau apakah stay di Parigi Moutong atau terus , akhirnya kami memutuskan terus riding menyusuri bibir pantai yang sudah gelap, langit bersahabat dan berbintang, jalanan mulus dan melalui pemukiman penduduk, hanya sebentar-sebentar ruas jalan yang sepi karena tak lama kami bertemu pemukiman
Kesimpulannya jalur Parigi Moutong aman di hati dan aman untuk dilalui pada malam hari, sampai akhirnya kami sudah merasa harus istirahat dan mencapai kota kecamatan Tinombo dan pukul 22.00 kami sudah berada di penginapan Dayana yang merupakan penginapan yang paling lumayan disana, lumayan dalam arti lumayan bersih, terang, dan hidup ( baca: ada tamu lain ), kami mendapat harga 110k kamar dengan fan. Tidak langsung beristirahat karena kami mengobrol dengan tamu lain yaitu mas-mas dari Palu dan mendengar ceritanya saat mengalami gempa Palu beberapa waktu yang lalu, tertawa bersama saat si mas itu bercerita menyelamatkan diri berlari telanjang sambil menggendong ponakannya karena saat itu sedang mandi..tapi saat itu terjadi tentunya hal itu bukan yang sesuatu yang menggelikan yaaa…
 
Menuju Tinombo
Penginapan Dayana di kecamatan Tinombo - Parigi Moutong
Sarapan Nasi Kuning pesan ke penginapan 10k
 
Sabtu 30 November 2019 kami start pukul 9.30 untuk menuju Gorontalo, perjalanan menyusuri pantai teluk Tomini yang tenang, kemudian desa-desa dengan kebun –kebun kelapa yang luas, masih ingat kan..pelajaran saat SD; pulau Sulawesi adalah pulau penghasil …kopra !!...setelah sekian lama meninggalkan bangku SD saya baru melihat sendiri  memang bertebaran kopra-kopra yang sedang dijemur di Sulawesi..
Pukul 19 atau 9 jam lebih riding akhirnya kami sampai di ibukota provinsi Gorontalo, kota yang cukup besar dan ramai, dan kami memutuskan beristirahat 2 malam disana karena 4 hari beturut-turut kami selalu riding sampai malam.


Jalur Parigi Moutong menuju Gorontalo
Jalur Parigi Moutong menuju Gorontalo
Meninggalkan Sulawesi  Tengah dan tidak berapa lama masuk gapura Provinsi Gorontalo

Gorontalo – Manado ( 2 – 4 Desember 2019 )
Senin 2 Desember 2019 jam 8.30 kami memulai perjalan ke Manado melalui jalur selatan yaitu kabupaten Gorut atau Gorontalo Utara- Gorontalo Selatan – Bolaang Mongondow Utara – Bolaang Mongondow Selatan. Kami sempat berhenti di pantai Baraka…berikutnya kami banyak melalui jalan aspal yang meliuk-liuk dengan pantai-pantai indah di bawahnya, cuaca cukup panas sampai akhirnya dipermainkan hujan , hujan ,berteduh, jalan lagi , hujan lagi , berteduh lagi dan berakhir dengan hujan deras dan rapat sejak pertigaan Kotamobagu –Manado sehingga akhirnya jas hujan melekat manja pada tubuh kami sampai kami tiba di Manado sekitar pukul 20.00, ngopi sejenak di Monjo Kafe depan mall Centro dan menemukan penginapan Reddoorz yang merupakan kost-kostan di daerah Wenang 156k/malam
Kami menghabiskan 2 malam di Manado karena kami tamasya sesaat di Manado yaitu menikmati sensasi  Paralayang tandem di gunung Tumpa dan makan enak di daerah Wakeke, apalagi kalau bukan bubur manado dengan Nike  atau perkedel teri yang gurih dan pisang kapok goreng . Malam ke-2 kami menginap di RedDoorz jalan Pramuka yang lebih nyaman, bersih dan murah, cukup 126k/malam.


Pantai di Bolang Mongondow
pantai dan pantai ...menuju Manado

Gunung Tumpa - Manado

Menjajal paralayang di Gunung Tumpa
Tinutuan, bubur manado dan Nike yg endessss...
 
Bitung – Ternate ( 4-8 Desember 2019 )
Rabu 4 Desember 2019 pk.11.30 kami check out dan langsung gas ke Bitung. Jalanan Manado –Bitung cukup ramai dengan truk-truk besar dan mendekati Bitung kami menemui jalanan yang tidak semulus jalur trans Sulawesi lainnya, jadi pak pilot harus hati-hati disini karena jalan berlubang adalah penderitaan bagi boncenger seperti saya, kami langsung ke Pelabuhan Bitung dan ternyata kapal ferry ke Ternate belum tiba, kami ngobrol—gobrol sejenak dengan orang-orang ASDP dan pukul 15.00 loket dibuka kami membeli tiket 350k untuk motor kami dan @124k untuk penumpang dewasa. 

Kami berkeliling kota Bitung mencri makan dan bekal , dan kami tercyduk oleh komunitas N-Max Bitung…jadi ngopi bareng deh kitaa..terimakasih pada komunitas N-Max Bitung atas keramahannya.
Pk.23.00 kami naik ke kapal fery Portlink VIII , dibeli dari Korea tahun 2016, muatan kapalnya penuh mobil dan truk tetapi penumpang sangat sedikit, karena penumpang mempunyai opsi kapal cepat atau kapal Pelni untuk mencapai Ternate. Kapalnya bersih, sejuk karena full AC, nyaman pokoknya….meski perjalanan total 17 jam.
Hal baru yang kami temui disini adalah membawa motor dari Bitung ke ternate hars membawa surat pengantar dari kepolisian Bitung dalam hal ini kami mengurus di polsek Bitung...kami baru mengetahui sesaat sebelum naik ke kapal karena ditanya oleh anggota kepolisian di pelabuhan , bayangkan saja...agak-agak panik gimanaaa..gitu...


Kota Bitung

Titik nol trans Sulawesi di dekat Pelabuhan Bitung

Bertemu komunitas n-Max Kota Bitung
Mengurus surat pengantar kendaraan bermotor dulu disini

tarif Penyebrangan  Nov 2019
Kapal kosong..bisa selonjoran ( Ferry menuju Ternate )

Merapat ke Ternate, latar belakang gunung Gamalama

Kapal ferry yang membawa kami dari Bitung ke Ternate
 
FYI kapal ferry ASDP yang melayani penyebrangan Bitung –Ternate ada 3 yaitu KMP Portlink VIII, KMP Madani, dan KMP Pertiwi, dari ke-3 Ferry ini yang paling baru adalah KMP Pertiwi, berikutnya Portlink VIII, dan yang paling senior sekaligus butut adalah KMP Madani dimana pada penyebrangan pulang dari Ternate ke Bitung kami naik yang ini…KMP Madani Non AC gaessss…gerah? Tentunyaaa….
Kamis 5 Desember 2019 pukul 18.00 WIT kami sampai di Ternate, Gunung Gamalama langsung mendominasi pemandangan secara keseluruhan, kami langsung mencari makan dan Ternate adalah surga ikan, sehingga kalau kita ke rumah makan tersedia menu-menu ikan, paling hanya 1 menu ayam dan tidak ada menu daging sapi.Selain itu sejak di Bitung dan Ternate biaya makan kita rata-rata 25k/porsi…cukup mahal ya dibandingkan di Jawa.
Kami menginap di Muara Inn Hotel selama 2 malam dengan harga 260k dari Traveloka, FYI di Ternate pilihan hotel sedikit sehingga hotel tsb merupakan hotel yang bersih dengan harga yang paling masuk akal menurut saya.
Hari pertama kami keliling pulau dan mampir di beberapa pantai, jalan aspalnya mulusss gann….ternyata keliling P.Ternate hanya 42 km, kabarnya setiap tahun diadakan lomba lari marathon keliling pulau dan pemenangnya selalu  anggota TNI…wkwkwkkwk….ini tantangan untuk kominitas runner yang sekarang sedang nge-hits di P.Jawa khan…sampai mengikuti event lari marathon di luar negeri, nah marathon Ternate ini menantang sekali..karena cuacanya panas terik…
Kami keliling pulau hanya sebentar karena tidak tahan kepanasan , ternyata warga Ternate umumnya mulai keluar rumah pukul 16.00 dan berkumpul di tempat-tempat makan, mengantri gorengan dan saya ikut bergabung juga antri pisang kapok goreng favorit saya..kemudian bergabung lagi dengan warga Ternate lain di pinggir pantai , duduk-duduk menikmati angin dan pisang goreng…memperhatikan sekelompok laki-laki latihan menari, dan menikmti sunset yang damai….
 

Pantai di Batu Angus
Pantai Jikomalamo

Pantai Jikomalamo
Danau di Ternate
Menikmati sunset di publik place kota Ternate
Publik place Kota Ternate
Hari ke-2 di Ternate kami memutuskan mendaki gunung Gamalama, kebetulan kami touring membawa perlengkapan camping sehingga kami cukup menyewa ransel gunung. Mendaki Gamalama menurut beberapa catatan cukup dengan 8 jam saja, tetapi karena kami pasangan asoy geboy , usia senior ditambah kaki suami  terkena kram sehingga sering berhenti, maka jam 9 pagi start , baru buka tenda menjelang magrib.. harap maklum…
Minggu 8 Desember 2019 pagi dan  hari ke -3 di Ternate kami nikmati di Puncak Gamalama, viewnya kawah yang mengepul dengan pulau-pulau sekeliling Ternate terlihat jelas seperti Halmahera , Tidore, Hiri , dll. Setelah muncak kami bergegas berkemas dan langsung turun 
 
Mendaki Gamalama
Pintu Suba
Our Tent..
Sunrise di Gamalama
Sunrise di Gamalama
Summit attack ..agak siang menunggu asap belerang berlalu di puncaknya 
Suasana puncak Gamalama yang lumayan ramai
 
Pukul 15.16 kami sudah tiba di ASDP pelabuhan Bastiong dalam keadaan bau keringat dan lecek karena begitu turun gunung  setelah mengembalikan ransel kami langsung kesana,  ternyata KMP Pertiwi baru saja berangkat pukul 15.00 , tetapi malamnya akan tiba KMP Madani dan bertolak kembali ke Bitung sekitar pukul 23.00 dan tiket baru dijual di loket apabila kapal tiba...
Oke, kami putuskan kembali ke Bitung malam itu dan sementara menunggu tiket kami memutuskan makan dan mandi dan ternyata mencari tempat mandi di Ternate itu Subhanalloh sulit..karena kemarau panjang, sungai-sungai semua kering kerontang , saya punya ide berenang di pantai terus bilas..ternyata dim pantai Jikomalamo kamar mandi bilas kran nya tidak ada air yang menetes, jadi lupakan mandi di pantai, saya ada ide lagi ke kolam renang saja biar bisa pakai kamar mandi bilas, ternyata kolam renang nya tutup, aduh..kami sudah pasrah tidak mandi …
Sampai di pelabuhan Bastiong kami membeli tiket kemudian menengok kamar mandi di Terminal penumpang…Alhamdulillah ya Alloh…airnya melimpah malah yang km mandi pria krannya rusak tidak bisa ditutup sehingga air tumpah-tumpah..kamipun bersuka ria mandi membuang semua keringat dan bau yang selama 2 hari melekat manja di kulit kami. 
Saya juga tidak tahu kenapa saya harus menceritakan tentang mandi ini..tetapi hal ini krusial karena selama turing ke tempat-tempat lain baru kali ini kami sangat -sangat-sangatttt..kesulitan untuk namanya M A N D I.
 
Salah satu muatan kapal Madani dari Ternate ke Bitung...
 
Ternate – Bitung -Kotamobagu – Gorontalo ( 8 -10 Desember 2019 )
Minggu 8 Desember 2019 pukul 23 kami meninggalkan Ternate, ya,,Ternate adalah titik paling Timur yang menjadi tujuan kami dan setelah itu kami berbalik arah.
Senin 9 Desember 2019 pukul 16.12 kami kembali  sampai di pelabuhan Bitung
Kami langsung gas ke Tondano, ingin melihat danau Tondano tetapi sudah gelap dan tampaknya danau Tondano bukan danau wisata (?)..sehingga kami melanjutkan ke Tomohon, di Tondano dan Tomohon ini kami melihat wajah-wajak cantik berkulit putih bersliweran…woohh…disini ternyata cewek-cewek cantik Manado berada..!! saya seperti melihat Angel Karamoy bertebaran disini…hehehehe

Jalur Bitung menuju Tondano, naik & berkelok

Danau Tondano dari kejauhan, sudah kemalaman

Jalur ke Tondano mulus, naik  dan berkelok-kelok..mendekati danau Tondano jalan sempit dan agak gelap, suasana sore-sorenya basah dan lembab, untungnya bulan Desember banyak yang memasang hiasan lampu-lampu kelap –kelip menyambut natal sehingga suasana agak berseri. Kami menemukan rumah makan bakso yang bersih dan terenak selama kami di Sulawesi, Bakso Sari Rasa dengan harga 22k/porsi
Sampai di Tomohon kami minta bantuan google mencari jalan ke arah Kotamobagu, dan kami diarahkan melalui jalur Tincep yang Subhanalloh…benar-benar jalur yang paling menegangkan selama turing Sulawesi meski hanya sekitar 30 menit..bayangkan, sekitar pukul.20.00 tampak baru selesai hujan, melalui jalan desa yang gelap, aspal tapi sempit terkadang rumputnya sampai ke jalan, tanpa garis marka jalan, sementara banyak tikungan patah, kanan kiri hutan, sebentar  ketemu desa kecil kemudian hutan lagi daann….ada 3 titik bekas longsor yang tampak baru beberapa hari karena meski sudah dirapikan tetapi sebagian tanah longsorannya masih ke jalan sehingga aspal hanya tampak 1/3 nya…terus terang yang saya takutkan ada 3;
  1. Tanah longsor (lagi)
  2. Penampakan ( seram suasanannya Gannn… )
  3. Begal ( who know ya..meski sejauh ini jalur Sulawesi aman-aman saja, namanya lagi ketakutan pikiran jelek macem2 berkeliaran dari pikiran saya..)
Syukurlah setelah sekitar 30 -40 menit kami keluar di jalan trans Sulawesi….dan cuss ke Kotamobagu
Sekitar tengah malam kami sampai di Kotamobagu, jalan mulus dan udara bertambah dingin, kami makan nasi goreng dan karena hotelnya  mahal-mahal alias tidak sesuai budget kami, maka kami masuk Polsek Kotamobagu dan setelah mohon ijin kami beristirahat di Mushola sampai azan subuh.

Antrian Premium & solar di SPBU seperti ini merupakan pemandangan biasa disana

Merem sejenak menuju Kotamobagu
Numpang nginap disini kitaaa....
Pagi-pagi sudah cuss menuju Gorontalo lagi
Rest area yang terbengkalai
View menuju Gorontalo
 
Selasa 10 Desember 2019 kami setelah subuh kami melanjutkan perjalanan ke Gorontalo jalur utara ( sebelumnya Gorontalo ke Manado kami melewati jalur selatan ) udara cukup dingin ,jalanan mulus  menurun dan berkabut tebal sehingga harus ekstra hati-hati, kami melewati pinggiran hutan lindung, dan selanjutnya masuk jalur pantai yang tentunya panas terik ..membuat kami beberapa kali istirahat minum.
Sekitar pukul 12.00 kami sampai Pelabuhan ASDP penyebrangan ferry Gorontalo untuk menanyakan jadwal kapal ke Kepulauan Togean, ternyata loket tiket baru dibuka pukul 14 dan kapal berangkat pukul17.00, maka kami ke kota Gorontalo untuk makan dan membeli bekal di Kapal.
Jadi jalur balik kami setelah kembali ke Gorontalo kami membatalkan menyusuri Sulawesi Barat , kami kembali melalui tengah, naik kapal Gorontalo - Togean, stay Togean kemudian berikutnya Togean – Ampena, kembali melewati Poso dan terus ke Palu untuk kemudian menyebrang ke Balikpapan Kalimantan Timur.
Seperti yang saya sampaikan di awal , perjalanan kami sangat flexible..saat kami di Gorontalo saya menemukan kep.Togean pada google map;  dimana saya pernah membaca reviewnya di majalah sebuah meskapai penerbangan, saat itu saya tidak dapat membayangkan bagaimana saya dapat kesana, namun di Gorontalo kami mengetahui ternyata Togean dapat kami capai dengan ferry yang dapat mengangkut kendaraan kami dan tersambung ke Ampana tanpa harus kembali ke Gorontalo, so..why not?
Awalnya dari Palu kami akan terus menuju Makasar untuk kembali ke Surabaya, tetapi kami pikir dari Palu hanya selemparan batu ke Balikpapan,maka kami putuskan untuk terus ke Kalimantan Timur, kemudian lanjut ke Kalimantan Selatan dan dari Banjarmasin kami menyebrang untuk kembali ke Surabaya.

Gorontalo – Kepulauan Togean ( 10-14 Desember 2019 )
Rabu 11 Desember 2019 pagi kami sudah tiba di Wakai, lama penyebrangan sekitar 12 jam, harga tiket 171 k untuk motor + pengendara dan 89k untuk boncenger, itu tiket VIP yang ada kasur susun AC tetapi kenyataannya AC nya rusak semua…akhirnya kami kepanasan sama dengan tiket biasa yang lebih murah 19k /tiket….hahahha
Sampai di Wakai- Togean seperti biasa jika kami sampai di tempat baru and don’t know what to do gitulah...; kami ngopi dulu biar otak tidak kram, diselingi 6 pisang kapok goreng yang masih panas kami berbincang dengan orang-orang lokal yang  ada di sekeliling warung, ternyata Kep. Togean terdiri dari 40-an pulau dan merupakan penghasil cengkeh dan minyak nilam…
Akhirnya kami memilih tinggal di Hotel Lestari Kadidiri di pulau Kadidiri dengan alasan utama yang tidak dapat ditawar lagi, yaitu “pemilik hotel orang Bajo yang gemar memancing di laut” ,sehingga suami saya kegirangan karena dapat ikut memancing…..( tepok jidat.)
Kami menitipkan motor di kantor pelabuhan dan  dijemput perahu ketinting dari Hotel lestari , sekitar 15 menit dari Wakai kami sampai di hotel pinggir pantai. Kami membayar 200k/orang /hari dan mendapat makan 3x sehari…lha kalau tidak dikasih makan , kami makan dimana wong hotel tsb lokasinya di pulau terpencil ..wkwkwk…kemana-mana harus pakai perahu..tetapi tarif tsb jauh lebih murah dibandingkan hotel-hotel sejenis yang mayoritas milik orang asing.
Dengan pantai tepat di depan kamar kayu kami, hamok untuk bergelantungan santai, daannn….tak ada sinyal internet…jadi lupakan medsos, lupakan berita terkini, lupakan masa lalu yang perih ,masa depan yang belum pasti, mari nikmati hari ini, hangatnya air dan jernihnya pantai…welcome to my paradise…, benar-benar paradise buat suami saya karena di hari pertama kami sampai , malamnya saya langsung ditinggal mancing di laut …setiap malam saya ditinggal mancing dan setiap hari menu makanan kami adalah ikan hasil pancingan semalam...hahahahah
Kami menghabiskan 3 hari di kepulauan Togean karena kapal ferry dari Togean menuju  Ampana memang baru tiba Sabtu pagi dari Gorontalo, jadi KMP Tuna Tomini memang melayani Gorontalo – Togean – Ampana, kemudian kembali Ampana – Togean – Gorontalo. Kegiatan kami di Togean ; karna kami bukan diver hanya makan, duduk-duduk depan pantai, jalan-jalan ke hutan belakang hotel dan tiba di pantai kosong , atau ke resort lain,berenang, makan, tidur lagi…begitu saja..sampai bosan…


Pelabuhan Togean
menuju P.Kadidiri

View depan penginapan
Nah..ini penampakan kamar kita.tidak seperti gubuk derita lahya...

Kamar semi gubuk seperti ini biasanya disukai turis mancanegara, soalnya kami doank orang lokal yang menginap disini...


Main air depan penginapan
Ngopi pinggir pantai biar otak tidak kram

Sisi lain pulai Kadidiri - Baracuda beach
Ambil kelapa muda
Pantai baracuda yang sepi

Sisi lain P,Kadidiri
Sisi lain P.Kadidiri

Jalan-jalan dengan bocah P.Kadidiri

Ampana – Palu ( 14 – 15 Desember 2019 )
Sabtu 14 Desember 2019 pagi kami sudah menyebrang ke Ampana, setelah sebelumnya menyebrang dari Kadidiri ke Wakai dengan perahu ketinting dan nyaris diterjang hujan badai, untunglah kami sampai pelabuhan wakai saat tidak sampai 1 menit hujan angin cukup deras menerjang.
Lama penyebrangan Togean – Ampana sekitar 4-5 jam sehingga pukul 12.30-an kami sudah sampai Ampana , dan karena kami sudah terlalu lama istirahat dan bersantai di Togean kami berniat mencapai Palu hari itu juga, kebetulan cuaca cerah bersahabat.

Tiket Gorontalo ke Wakai - Ampana
Kapal menuju Ampana

Meninggalkan Togean
Hutan bakau Togean

Sekitar pukul.19.30  kami sudah sampai di kota Parigi, disana kami jajan gorengan di tempat yang sama dengan 2 minggu sebelumnya disana mendapat informasi kalau jalur ke Palu yaitu Tobeli – Kebon Kopi ternyata ada jadwal buka tutup karena pelebaran jalan, saat itu sudah hampir pukul 20.00 berarti jalur ke Palu ditutup dan baru dibuka pukul 24.00…,Whatt..??
Kami browsing berita tentang jalur tsb dan memang menurut informasi dari dunia maya jalur tsb mengalami buka tutup sejak th 2018, saya merasa aneh…
Akhirnya kami putuskan terus dan memang di perempatan Tobeli banyak mobil berhenti di rumah-rumah makan di pinggir jalan dan cukup ramai, kami terus saja dan jalan mendadak sepi dan gelap…kami nyaris akan putar balik saat melihat satu mobil yang terus dan kami putuskan untuk mengikuti mobil tsb , ternyata jalanan sepi, memang ada alat-alat berat tapi jalanan masih relatif lebar untuk dilalui dari dua arah, tetapi jalur dari arah Palu juga sangat sepi sehingga perjalanan lancar-lancar saja.
Jalur Tobeli –Kebon kopi ini merupakan jalur seperti Puncak di Bogor tapi lebih ekstrim ; jadi kita naik gunung melipir dengan tebing tinggi yang rawan longsor di kiri dan jurang di kanan, saya agak deg-degan karena merasa “melanggar” aturan jadwal buka tutup tsb, tetapi sampai ke dataran dan masuk Palu kami lancar dan jalur baik-baik saja, jadi kami agak bingung dengan jadwal buka tutup jalur tsb…
 
Pukul 22.00 kami sampi Palu dan langsung ke pelabuhan mengecek jadwal kapal ke Balikpapan; ternyata paginya ada jadwal kapal ke Balipapan, akhirnya kami jalan-jalan sebentar ke kota Palu yang ternyata ; mungkin karena malam Minggu sehingga cukup ramai . Cafe-cafe  dan tempat makan masih buka dan ramai pengunjung , kami menyempatkan makan nasi kuning ‘Vampir’ yang cukup ramai dan ternyata enak bangettt makk!!….selain makan di tempat kami membeli 2 bungkus untuk bekal di kapal, dan kami langsung menuju Pelabuhan Taipa yang bangunannya masih menampakkan kerusakan pasca gempa Palu.
Terus terang sampai di Palu saya masih terintimidasi bayang- bayang gempa dan likuifaksi yang saya lihat di TV dan media daring setahun yang lalu, tetapi melihat suasana kota Palu ; orang-orang dan situasinya seperinya sudah healing ya…

Palu – Balikpapan ( 15 – 17 Desember 2019 )
Kami sampai di Balikpapan tgl 16 Desember 2019 pagi, lama penyebrangan Palu – Balikpapan sekitar 22 jam, nongkrong di taman Bekapai untuk menyusun siasat dan kami memutuskan menginap 2 hari di Cemara Guest House 200k/malam dari traveloka dan terkena early check in , kamilangsung mandi dan memisahkan baju-baju kotor untuk di laundry
Hari pertama di Balikpapan kami memutuskan sekedar jalan-jalan dalam kota sekaligus bernostalgia karena awal th 2000-an pernah tinggal disana. 
Hari ke -2 baru kami jalan-jalan ke Samarinda yang tetap semrawut dan ke Tenggarong Kutai Kartanegara. 
Setelah dimanjakan jalur Trans Sulawesi yang nyaris mulus tanpa cela,di Kalimantan kami mulai disuguhkan jalan yang tronjol-tronjol dan dihajar hujan, panas, hujan, panas…sampai hari-hari berikutnya.

Kantor Pelabuhan Taipa
Tiket Taipa -Balikpapan

Ketemu sepasang penumpang menuju Balikpapan ...wkwkwkw,,ayam Sarama
Tepian mahakam
Mahakam yang penuh kapal Tongkang
Kutai Kartanegara

Sungai Mahakam membelah kota Tenggarong- Kutai Kartanegara
Tenggarong - Kutai Kartanegara
 
Balikpapan- Penajam Paser Utara - Banjarmasin – Palangkaraya ( 18 – 20 Desember 2019 )
Rabu 18 Desember 2019 kami memulai perjalanan ke Kalimantan Selatan, target kami hari itu sangat muluk yaitu Balikpapan- Banjarmasin sejauh > 400 km, tetapi kami memulai perjalanan terlalu siang karena menikmati sarapan dan kopi di Kedai Kopi Mantau yang lekker sampai pukul 10-an. 
Nahh..jalur ke Kalsel itu ada jalur yang menyebrang di Teluk Penajam menggunakan fery untuk memangkas 3 jam dibandingkan  kita full jalan darat yang otomatis memutar, tetapi kami agak kepo dengan calon ibukota Indonesia th 2024 yaitu Penajam Paser Utara yang baru saja satu hari sebelumnya Presiden Jokowi menengok lagi kesana setelah peresmian jalan tol Samarinda, sehingga kami memutuskan mengambil full jalur darat dengan menghadapi resiko lebih lama/jauh daannnnn….jalur naik turun cukup curam beserta tronjol-tronjol sampai keluar di jalur trans Kalimantan. 
Jalur trans Kalimantan menuju kalsel kami banyak disuguhi jalur hutan dan perbukitan, terutama saat menuju Tanjung, kota dengan perusahaan-perusahaan raksasa batubara dari Adaro, Pama Persada , BUMA, dan kami dihajar hujan cukup awet di Tanjung ; saat itu sudah pukul 22 malam, kami menghangatkan badan dengan semangkuk bubur kacang hijau dan baru lima menit kami melanjutkan perjalanan lagi-lagi dihajar hujan cukup deras. Karena sudah cukup lelah kami menepi di sebuah masjid besar, berniat istirahat 1-2 jam dan ternyata hujannya tak kunjung reda dan kami terlalu mengantuk sehingga tuntaslah kami tertidur di teras masjid sampai azan subuh meski dirubung-rubung nyamuk satu kecamatan…

Jalur Penajam Paser Utara

Jalur Penajam Paser Utara

Jalur Penajam Paser Utara

Calon ibukota Indonesia 2024 nihhh....

Jalur tronjol-tronjol nan panjang di Penajam Paser Utara
Ketemu duren yang baru keluar hutan
Kabupaten Tanjung Kalimantan Selatan

Hujan yang lebat dan lama, istirahat di teras mesjid di Kab.Tanjung

Kamis 19 Desember 2019 siang kami sampai di Banjarmasin…duduk-duduk di pinggir sungai Martapura di pusat kota Banjarmasin sambil memakan buah-buahan unik yang kami temui di jalan. Awalnya kami berniat menginap di Banjarmasin tetapi suami saya bilang ke Palangkaraya “cuma” 4 jam…akhirnya kami lanjut ke Palangkaraya yang ternyata jalurnya berupa jalanan yang cenderung lurus dan sepi dengan lahan gambut yang kebanyakan kosong…disini kami dihajar hujan deras…kemudian sekoyong-konyong panas…hujan lagi..panas lagi…, begitu seterusnya…sampai-sampai jas hujan saya entah kenapa jadi compang-camping...hahaha..
Kami sampai di Palangkaraya sekitar pukul 17, berkeliling kota sejenak dan mengagumi kotanya yang rapi, dan mencari penginapan yang susah sekali mendapat penginapan murah di kota-kota di Kalimantan…kami mendapat hotel syariah yang sederhana tapi cukup mihil ( 270k, rekor hotel termahal selama perjalanan ini ) , tapi karena kami lelah yang dibutuhkan hanya mandi air panas , handuk dan tempat tidur bersih, sisanya sudahlah…yang jelas kami tepar malam itu.


Jalanan menuju Sungai Barito

Jalan khusus truk2 batubara dari lokasi tambang ke sungai Barito

Buah Kesturi
Penjaja buah...kesturi 8K/gunduk

Jajanan kita
Sungai Barito

Motor dekil kita di atas sungai Barito

Sungai Martapura di pusat kota Banjarmasin

Jalur menuju Palangkaraya

Jalur menuju Palangkaraya

Pintu masuk kota Palangkaraya
Pusat kota Palangkaraya

Istana negara di Palangkaraya

Jumat 20 Desember 2019 siang kami sudah kembali di Banjarmasin dan langsung mengecek jadwal kapal di Pelabuhan Trikora, malam itu ada 2 jadwal kapal ke Surabaya, Kapal Ferry Mutiara Perindo berangkat tengah malam, dan Kapal Ferry Kirana IX dari Dharma Lautan Utama. Kapal Mutiara Ferindo terhitung lebih ekonomis, taripnya lebih bersahabat tetapi dengan pemikiran “ingin yang nyaman “ seperti saat menyebrang Surabaya – Makasar dengan Dharma Rucitra VIII dari Dharma Lautan Utama, kami memutuskan pulang ke Surabaya menggunakan Ferry Kirana IX yang ternyata jauh dari espektasi kami…kapalnya relatif tua dan  AC nya nonsense….saya kepanasan sepanjang jalan selama sekitar 22 jam…*nangis dahhh….

KM Kirana IX dari DLU  Banjarmasin-Surabaya..,mengecewakan

Tidak mendapat tempat jadi lesehan sajo..
Ruang hiburan yang penuh  & berasap rokok

Surabaya ..kami pulang...akhirnya menginjak pulau Jawa lagi...
 
Sabtu 21 Desember 2019, kami sampai di Surabaya…
Tak ada pesta yang tak usai….,jalan-jalan kami selesai sudah, total kilometer motor kami 6000km...
Dari Surabaya kami mampir ke  keluarga di Jember, baru melanjutkan ke Bandung beberapa hari kemudian.
Kangen rumah tidak terkira…
Alhamdulillah, perjalanan kami relatif lancar dan kami diberi kesehatan sepanjang perjalanan selama 1 bulan…

Beberapa catatan :
  1. Sulawesi itu mirip pulau Jawa, jalur trans Sulawesi yang kami lewati relatif mulus dan tidak terlalu ekstrim kecuali jalur Tobeli- Kebon Kopi menuju Palu,
  2. Jalur Hutan yang panjang masih ada terutama jalur dari Sulawesi selatan ke Sulawesi Tengah menuju Poso
  3. Pom bensin cukup banyak tetapi kalau jalan malam pastikan bensin terisi karena kebanyakan Pom Bensin tidak buka sampai malam kecuali di kota besar, dan banyak pemandangan antrian panjang kendaraan yang ingin mengisi solar dan premium.
  4. Jalur Trans Kalimantan banyak yang berlubang meski tidak masif, jalur Balikpapan –Banjarmasin melewati jalur perbukitan dan kalau malam lumayan sepi, jalur Banjarmasin- Palangkaraya dominan lahan gambut yang kosong dan cenderung lurus.
  5.  Jika akan menyebrang laut biar hati damai cek juga website BMKG untuk mengetahui kondisi gelombang perairan yang akan kita lalui.
  6. Apabila akan menaiki kapal tertentu ada baiknya cek di google kondisi kapalnya , memang tidak semua kapal ada reviewnya, tetapi hal itu membantu kalau ingin penyebrangan yang nyaman karena seperti kasus kami naik Kirana IX dari Banjarmasin ke Surabaya lumayan menyiksa karena sepanjang perjalanan tempat penumpang AC nya tidak berfungsi.
  7. Jadwal penyebrangan sebaiknya selalu update langsung ke ASDP atau ke vendor terkait ( misal DLU ) karena jadwal kapal seringkali tidak sesuai dengan yang tercantum di website 
Banyak hal yang kami lihat dan kami temui selama perjalanan yang menambah pandangan kami tentang Nusantara, yang jelas Indonesia ini luasss…Negara kepulauan dengan penduduk sampai di pulau-pulau kecil terpencil yang tak terbayangkan sebelumnya oleh kami, yang jelas penduduk kepulauan relatif lebih sabar-sabar ya…untuk keluar pulau  mereka bilang, “ Ah, cuma naik kapal  satu malam “…
Selain itu setelah saya merasakan beberapa lama di pulau-pulau kecil seperti di Togean ; sangatlah tidak penting berita tentang demo-demo , berita kemacetan dan banjir ibukota..hahaha.... yang penting untuk mereka adalah distribusi bahan pokok dan perniagaan berjalan lancar, hasil bumi seperti minyak nilam, cengkeh dan pala berharga bagus , dan tentu saja layanan kesehatan yang memadai...  sehingga jelas harapan saya pribadi adalah pemerintah memperhatikan kelancaran, keamanan , kenyamanan transportasi laut antar pulau terutama di pulau -pulau kecil...
Selanjutnya…tumben ya, biasanya kami pulang touring sudah merencanakan tujuan touring berikutnya; untuk saat ini kami kami belum terpikir akan touring motor kemana lagi ya…, ada ide ??

SEKIAN

3 komentar:

  1. Cerita touring yg sangat menarik dan menjadi referensi krn saya ada rencana touring ke celebes or borneo. Pengennya sih celebes tp mencari waktunya yg susah krn ijin cuti max hny 9hari. Thn 2019 kmrn saya touring Bali - kelimutu pp..sampe saat ini msh terbayang terutama di flores jalur jlnannya yg berkelok2 tdk membosankan, landscape nya yg berbukit n gunung yg indah, cuaca n hawa yg sejuk n warganya yg ramah.
    Btw terima kasih atas berbagi pengalaman touringnya, salam sehat n tetap semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jalanan NTT tetap merupakan jalur favorit kami mas; jalur meliuk-liuk dengan pemandangan laut yang bersih dan penduduknya yang murah senyum

      Hapus