TOURING MOTOR JAWA - SULAWESI – TERNATE – KALIMANTAN ( 2019 )
Touring motor ke Sulawesi
sebetulnya kami rencanakan untuk tahun depan, tetapi karena akhir Oktober 2019 saya
keluar dari pekerjaan yang disebabkan kegagalan saya melakukan cocokologi diri dengan atasan yang baru; dan atasan
juga dari awal tidak cocok dengan style kerja saya yang dianggap slengekan, klop sudah…,padahal saya sudah berusaha keras berubah dari yang awalnya beraliran Sepultura aka Amy Search ( jadul banget, ya ) menjadi semanis gaya Raissa...akhirnya meski perih saya
mengakhiri karier saya di laboratorium...daannnn...mulailah jalan-jalan...gassss, bebbb!
Berhubung cuti unlimited, kami
tidak terlalu perduli dengan
itinenary…sebelum-sebelumnya saya selalu ketat dalam menyusun itinerary karena berkejaran
dengan cuti pekerjaan dan seringkali harus mengakhiri touring dengan ‘pulang
duluan’ dan suami mengendarai motor
sendirian pulang ke Bandung; jadi kali ini kami akan pulang dan pergi berdua dan benar-benar
shantai.., shantai saja…#gaya sania ( lagi-lagi jadul)
Akibat itinerary bebas ini memang
jika dievaluasi diakhir , perjalanan kami menjadi kurang efektif karena agak
bersilangan dan melewati 2x jalur Poso –Parigi, tetapi sudahlah namanya juga
touring bebas ini mah…
Bandung-Surabaya ( 21-22 November 2019 )
Berhubung santayyy…kami baru
selesai mengepak barang lewat tengah malam, alhasil rencana start dinihari hanya
sebatas wacana, nyatanya kami baru bangun pukul 5.30 dan start dari rumah kami
di Lembang pada pukul 9.02, saat itu hari Kamis tgl 21 November 2019
|
Action dulu sebelum start |
|
Kilometer di-nol kan dulu, Lembang 21 Nov 2019 j.9.00 |
Pukul 13.21 Makan baso mie
golosor Oding dengan es jeruk di Ciamis, 49k
Pukul 21.22 setelah ada buka
tutup jalur di Kebumen karena ada perbaikan jalan; makan angkringan 22k, kami touch down di Yogyakarta, dari
Traveloka mendapatkan penginapan OYO Royal Homy Syariah 124K sudah mendapat
kamar AC, air panas dan handuk bersih.
|
Bakso Oding Ciamis, legend !.. | | |
Jumat 22 November 2019, kami berangkat
setelah Jumatan, banyak iklan dan adegan hujan..berteduh, pakai jas hujan,
riding kemudian tidak sampai 5 menit panas…copot jas hujan…riding lagi…hujan
lagi…berteduh lagi ,pakai jas hujan, begitu terus sampai 3x.., tetapi mulai masuk
Jawa Timur cuaca panas poll….klimaksnya sampai ruas Sidoarjo –Surabaya kami
disambut macet dan panas terik dengan temperatur saat itu 41°C,
Subhanalloh…sepertinya saat itu cuaca terpanas yang pernah saya alami, mata
saya nanar melihat es kelapa muda seperti melihat fatamorgana di padang pasir…
|
Berteduh , masih di Yogya |
| |
|
Berteduh lagi di Wonogiri |
|
Di Surabaya sempat tidur di POM bensin semalam |
Sampai Surabaya kami langsung
menuju kantor penjualan tiket Dharma Lautan Utama ( DLU ), ternyata
penyebrangan Surabaya –Makasar dengan Kapal Fery Dharma Rucitra VII jadwalnya mundur
dari yang sedianya Minggu malam ( menurut informasi dari website ) menjadi
Senin pukul 6 pagi 25 November 2019, maka kami harus menunggu 2 malam di
Surabaya
Tiket Motor max 250 cc ,plus
parkir 536k
Penumpang 2x 300k , plus pajak
630k
|
Tiket DLU Surabaya -Makasar, 2 penumpang
|
|
Tiket DLU Surabaya - Makasar untuk kendaraan Gol 2A ( motor 250cc ) |
Penyebrangan Surabaya – Makasar ( 25-26 November 2019 )
Senin pagi 25 November 2019 pukul
5.30 kami sudah masuk pelabuhan Tanjung Perak, kapal Dharma Rucitra VII milik
Perusahaan Dharma Lautan Utama sudah parkir di dermaga dan tiket , STNK motor
langsung dicek, ada orang dishub juga yang mengecek dan betapa malunya ternyata
kami lupa belum bayar pajak yang seharusnya diselesaikan max 22 Oktober 2019.
Kami naik di lambung kapal dari
pukul 6 pagi, dan kapal berangkat
sekitar pukul 11.00, jadi 5 jam kita menunggu dalam kapal sambil main dakon dan petak umpet ( ini bohong ya ) rencana perjalanan 36 jam. Alhamdulllah kapal cukup
nyaman, AC nya dingin, air lancar sehingga kami dapat mandi dan gelombang
sangat bersahabat sehingga sampai di tujuan lebih cepat dari jadwal,
|
Siap masuk lambung kapal |
|
Bekal buat di kapal, kelaparan saat menyebrang laut itu tidak enak, gan..
|
|
Meninggalkan Tanjung Perak Surabaya |
|
Kafetaria dalam kapal Dharma Rucitra VII
|
|
Suasana tempat tidur dalam kapal Dharma Rucitra VII |
|
Contoh ransum dari kapal Dharma Rucitra VII, diberikan sehari 3x
|
|
Tempat istirahat kami, bawa sleeping bag dan kasur tiup biar bobo pules... | |
|
Laut jawa yang tenang |
|
Daratan Sulawesi sudah tampak dari kejauhan |
Makasar – Tana Toraja ( 26-27 November 2019 )
26 November 2019 pukul 21.00 WITA kami sudah
menyusuri jalanan kota Makasar dan langsung mengisi perut di RM Coto Makasar
Dewi dengan potongan daging empuk yang berlimpah bergelimpangan hanya membayar 38k untuk kami berdua, harga yang sangat bersahabat.
|
Mendarat di Makasar |
|
Coto Makasar "Dewi"..recomended ! |
Kami mendapat hotel dari
traveloka The One Hotel 214k, dan ternyata kamarnya sempit sekali sementara
barang kami banyak dan badan kami berdua jauh dari kata mungil , sehingga jika akan berpapasan
salah satu harus minggir seperti truk tronton berpapasan di jalan kecil..hahaha
27 November 2019 kami baru check
out dari hotel pukul 9.18 WITA, sesaat kemudian saya menemukan setumpuk pisang kepok goreng di pinggir jalan menuju Palubasa Serigala, saya langsung
berhenti, dengan membayar 10K saya mendapat 10 pisang goreng dengan sambal, ya
ternyata di Sulawesi pisang goreng dimakan dengan sambal pedas, okelah..saya
coba memakannya dan..not too bad…Makan Palubasa Serigala ternyata menang nama,
harga amboi, 2 porsi palubasa, 2 nasi , 2 es teh dan 1 bungkus kecil kacang
mete 73k…uhuk-uhuk…teringat coto makasar semalam hanya membayar separuhnya
padahal dagingnya bergelimpangan begitu..ck..ck..
|
Pisang kepok goreng dimakan dengan sambal pedas, @1k |
|
Palubasa Srigala; Palubasa itu kuahnya memakai bubuk kelapa sangrai |
Kami meninggalkan Makasar yang
sepagi itu sudah panas 38C, lalu lintas cukup semrawut sampai kami mulai
menyusuri panas teriknya jalanan :
Kab.Maros
Pangkajene
Kab.Barru
Jalanan relatif mulus , lurus dan
semakin lama semakin sepi sepi, kami berhenti minum kelapa muda di pantai Kupa dan pukul 13.45
WITA kami sampai di Pare-pare sebuah kota kecil di pinggir laut tempat
kelahiran Alm Bpk BJ Habibie.
Masuk Pinrang kemudian Enrekang
jalanan mulai menanjak dan berkelok ,masuk Tana Toraja pukul 17.12 WITA,
disambut suhu yang semakin sejuk dan diguyur hujan. Kami memilih beristirahat
di Rantepao -Tana Toraja Utara karena disana terdapat lebih banyak penginapan,
karena banyak produk makanan non halal , kami makan di RM Sopo Nyono dimana
pemiliknya orang Banyuwangi yang sudah tinggal 30 tahun di Toraja, kami berbincang
hangat dengan pemilik RM dan tamunya ; Kepala
BNN Palopo, beliau berpesan andai ada masalah di Palopo dapat mendatangi
kantornya..waduh, baik sekali
|
Jalanan panas menuju Pangkajene |
|
Kabupaten Barru | | |
|
kelapa muda di pantai Kupa, 10k/gelas & mendapat ekstra air kelapa
|
|
Memasuki Pare-pare |
|
Memasuki Pare-pare |
|
Pemandangan menuju Tana Toraja |
|
Memasuki kabupaten Pinrang
|
|
Memasuki Enrekang |
|
Pemandangan Enrekang |
|
Memasuki Toraja |
Sekitar pukul 21.30 WITA kami
mendapat kamar di Reddorz Near Bolu Toraja
dengan harga 146k lewat aplikasi kami mendapat kamar tipe family dengan
ruangan luas dan 2 kasur cukup besar
,handuk bersih dan mandi air panas, kamipun tertawa bahagia..kemudian
meloncat-loncat sambil berpegangan tangan…
Secara garis besar perjalanan
dari Makasar sampai Toraja jalannya cukup lebar dan banyak pemukiman di kiri
–kanan jalan, kami belum menemukan hutan atau jalanan sepi.
Di Toraja kami sarapan di pinggir
jalan nasi dengan telur, ikan bumbu dan sayur daun singkong 2 porsi 30k , kopi hitam 10k untuk 2 gelas,
camilan apem, pisang goreng, dadar gulung harga 5k untuk 4 kue…
Tana Toraja – Danau Poso (28-29 November 2019 )
28 November 2019 sekitar pukul 11
WITA kami meninggalkan Tana Toraja menuju Palopo, Poso adalah target kami, ternyata begitu meninggalkan Toraja hanya
beberapa menit kami langsung masuk kawasan hutan lindung , jalanan menanjak menyusuri tebing-tebing berkelok-kelok,
pemandangannya indah dan udaranya sejuk. Semestinya pada jalur tersebut ada air
terjun-air terjun kecil dari hutan tetapi karena kemarau semuanya kering. Pukul
13 WITA kami sampai Palopo disambut udara panas karena daerah pesisir, menuju
arah Poso jalanan relatif mulus, sepi, panas dan lurus…sehingga kecepatan motor
kami rata-rata di 90km/jam.
|
Beberapa menit meninggalkan Tana Toraja memasuki area hutan |
|
Jalur hutan lindung menuju Palopo |
|
Jalur hutan lindung yang sepi |
|
Hutan Lindung antara Tana Toraja - Palopo |
|
Jalur pegunungan dari Tana Toraja menuju Palopo |
|
Cek rem di Palopo |
Pukul 16.30 kami mulai memasuki
wilayah Sulawesi Tengah, kami bersyukur karena bensin full tank karena di jalur
trans Sulawesi bagian tengah ini mulailah
kami melewati kawasan hutan yang cukup panjang,
jalananya sepi, sempit, berkelok , masuk pegunungan yang masih cukup
basah dan hijau.. melewati jalur hutan-hutan yang lumayan panjang, baru ketemu
rumah tapi sebentar…hutan lagi..hutan lagi..dan lagi…sementara hari mulai gelap Saat kami sampai di kecamatan Pendolo turun hujan yang cukup deras , kami berteduh sekaligus makan dan ngopi di
warung yang entah kenapa lagi-lagi namanya ‘Sopo Nyono’ .. , ternyata ke Poso
menurut google sekitar 3 jam lagi dan menurut pemilik warung jalurnya hutan
(lagi) yang cukup pajang ...waduh..malam-malan dan hujan masuk hutan 3 jam sepertinya bukan pilihan yang indah…lucky us
ternyata di Pendolo terdapat danau Poso yang terkenal yang lokasinya hanya
sekitar 1-2 km dari warung tsb, dan karena danau wisata terdapat
penginapan-penginapan di pinggir danau , Alhamdulillah…kami memutuskan
beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok pagi, kami mendapat penginapan
Mulia dekat danau , 200k , cukup mahal untuk budget kami, tetapi lumayan lah..daripada
terdampar di hutan…
|
Monumen Masamba - Kab Luwuk Utara |
|
Memasuki perbatasan Sulawesi Tengah |
|
Jalan rusak di jalur meliuk-liuk di perbukitan Sulawesi Tengah
|
Mengantri di jalan rusak di Sulawesi Tengah |
|
|
Perbatasan Sulawesi tengah melewati jalur hutan yang panjang |
|
Hujan deras selepas jalur hutan yang panjang , ternyata tidak jauh dari danau Poso |
Danau Poso –Gorontalo ( 29November -1 Desember 2019 )
Jumat 29 November 2019 pagi kami
menyempatkan diri menikmati danau Poso yang hanya selemparan batu dari kamar
tempat kami menginap, sungguh danau yang indah, luas, airnya tenang dan jernih, sepi,
bersih, pinggirannya berpasir, danau yang rasa pantai, sangat cocok untuk
berenang …karena tempatnya agak sulit dijangkau sehingga wisatawan tidak
terlalu banyak yang justru membuat danau Poso tetap bersih…
|
Danau Poso yang luasssssss... |
|
Danau Poso, dari desa pendolo..dari Tentena juga dapat mencapai danau Poso |
|
Danau Poso ,danau rasa pantai.... |
|
Danau Poso yang sepi dan tenang |
Sekitar pukul 10 kami start
menuju Poso, jalanan menurun dan berkelok , ada bagian yang sempit dan terkena
longsor, dan pukul 13.18 kami sampai kota kab.Poso, kami makan siang dan
mengecek rem plus ganti olie di bengkel Yamaha dan 3 jam kemudian kami sudah
memasuki kampung Bali di kab.Parigi Moutong, desa yang masih banyak air di
tengah kemarau panjang , sawah-sawahnya tampak subur dan menguning…melihatnya saja
hati sudah bahagia, padahal sawah orang
…hehehe
|
Menuju Poso |
|
Kota Poso |
|
|
|
Jalanan menuju Parigi Moutong |
|
Kampung Bali di Parigi Moutong |
|
Jalanan menuju Parigi Moutong |
Pukul 17.30 kami sampai di kota
kab.Parigi dan nongkong di penjual gorengan sebrang BNI Parigi, sepasang suami
istri asli Semarang yang sudah ada di Parigi sejak lahir…makan 10 kami membayar
10k
|
Jajan Gorengan di Kota Parigi - Sebrang BNI |
Kami sempat galau apakah stay di
Parigi Moutong atau terus , akhirnya kami memutuskan terus riding menyusuri
bibir pantai yang sudah gelap, langit bersahabat dan berbintang, jalanan mulus dan
melalui pemukiman penduduk, hanya sebentar-sebentar ruas jalan yang sepi karena
tak lama kami bertemu pemukiman
Kesimpulannya jalur Parigi Moutong aman di
hati dan aman untuk dilalui pada malam hari, sampai akhirnya kami sudah merasa
harus istirahat dan mencapai kota kecamatan Tinombo dan pukul 22.00 kami sudah
berada di penginapan Dayana yang merupakan penginapan yang paling lumayan
disana, lumayan dalam arti lumayan bersih, terang, dan hidup ( baca: ada tamu lain
), kami mendapat harga 110k kamar dengan fan. Tidak langsung beristirahat
karena kami mengobrol dengan tamu lain yaitu mas-mas dari Palu dan mendengar
ceritanya saat mengalami gempa Palu beberapa waktu yang lalu, tertawa bersama
saat si mas itu bercerita menyelamatkan diri berlari telanjang sambil
menggendong ponakannya karena saat itu sedang mandi..tapi saat itu terjadi
tentunya hal itu bukan yang sesuatu yang menggelikan yaaa…
|
Menuju Tinombo |
|
Penginapan Dayana di kecamatan Tinombo - Parigi Moutong |
|
Sarapan Nasi Kuning pesan ke penginapan 10k |
Sabtu 30 November 2019 kami start
pukul 9.30 untuk menuju Gorontalo, perjalanan menyusuri pantai teluk Tomini
yang tenang, kemudian desa-desa dengan kebun –kebun kelapa yang luas, masih
ingat kan..pelajaran saat SD; pulau Sulawesi adalah pulau penghasil …kopra
!!...setelah sekian lama meninggalkan bangku SD saya baru melihat sendiri memang bertebaran kopra-kopra yang sedang
dijemur di Sulawesi..
Pukul 19 atau 9 jam lebih riding akhirnya
kami sampai di ibukota provinsi Gorontalo, kota yang cukup besar dan ramai, dan
kami memutuskan beristirahat 2 malam disana karena 4 hari beturut-turut kami
selalu riding sampai malam.
|
Jalur Parigi Moutong menuju Gorontalo |
|
Jalur Parigi Moutong menuju Gorontalo |
|
Meninggalkan Sulawesi Tengah dan tidak berapa lama masuk gapura Provinsi Gorontalo |
Gorontalo – Manado ( 2 – 4 Desember 2019 )
Senin 2 Desember 2019 jam 8.30
kami memulai perjalan ke Manado melalui jalur selatan yaitu kabupaten Gorut
atau Gorontalo Utara- Gorontalo Selatan – Bolaang Mongondow Utara – Bolaang
Mongondow Selatan. Kami sempat berhenti di pantai Baraka…berikutnya kami banyak
melalui jalan aspal yang meliuk-liuk dengan pantai-pantai indah di bawahnya,
cuaca cukup panas sampai akhirnya dipermainkan hujan , hujan ,berteduh, jalan
lagi , hujan lagi , berteduh lagi dan berakhir dengan hujan deras dan rapat sejak
pertigaan Kotamobagu –Manado sehingga akhirnya jas hujan melekat manja pada tubuh
kami sampai kami tiba di Manado sekitar pukul 20.00, ngopi sejenak di Monjo
Kafe depan mall Centro dan menemukan penginapan Reddoorz yang merupakan
kost-kostan di daerah Wenang 156k/malam
Kami menghabiskan 2 malam di Manado
karena kami tamasya sesaat di Manado yaitu menikmati sensasi Paralayang tandem di gunung Tumpa dan makan
enak di daerah Wakeke, apalagi kalau bukan bubur manado dengan Nike atau perkedel teri yang gurih dan pisang
kapok goreng . Malam ke-2 kami menginap di RedDoorz jalan Pramuka yang lebih
nyaman, bersih dan murah, cukup 126k/malam.
Bitung – Ternate ( 4-8 Desember 2019 )
Rabu 4 Desember 2019 pk.11.30
kami check out dan langsung gas ke Bitung. Jalanan Manado –Bitung cukup ramai
dengan truk-truk besar dan mendekati Bitung kami menemui jalanan yang tidak
semulus jalur trans Sulawesi lainnya, jadi pak pilot harus hati-hati disini
karena jalan berlubang adalah penderitaan bagi boncenger seperti saya, kami
langsung ke Pelabuhan Bitung dan ternyata kapal ferry ke Ternate belum tiba,
kami ngobrol—gobrol sejenak dengan orang-orang ASDP dan pukul 15.00 loket
dibuka kami membeli tiket 350k untuk motor kami dan @124k untuk penumpang
dewasa.
Kami berkeliling kota Bitung
mencri makan dan bekal , dan kami tercyduk oleh komunitas N-Max Bitung…jadi
ngopi bareng deh kitaa..terimakasih pada komunitas N-Max Bitung atas
keramahannya.
FYI kapal ferry ASDP yang
melayani penyebrangan Bitung –Ternate ada 3 yaitu KMP Portlink VIII, KMP
Madani, dan KMP Pertiwi, dari ke-3 Ferry ini yang paling baru adalah KMP
Pertiwi, berikutnya Portlink VIII, dan yang paling senior sekaligus butut adalah KMP Madani dimana pada penyebrangan pulang dari Ternate ke
Bitung kami naik yang ini…KMP Madani Non AC gaessss…gerah? Tentunyaaa….
Kamis 5 Desember 2019 pukul 18.00
WIT kami sampai di Ternate, Gunung Gamalama langsung mendominasi pemandangan
secara keseluruhan, kami langsung mencari makan dan Ternate adalah surga ikan,
sehingga kalau kita ke rumah makan tersedia menu-menu ikan, paling hanya 1 menu
ayam dan tidak ada menu daging sapi.Selain itu sejak di Bitung dan Ternate
biaya makan kita rata-rata 25k/porsi…cukup mahal ya dibandingkan di Jawa.
Kami menginap di Muara Inn Hotel
selama 2 malam dengan harga 260k dari Traveloka, FYI di Ternate pilihan hotel
sedikit sehingga hotel tsb merupakan hotel yang bersih dengan harga yang paling
masuk akal menurut saya.
Hari pertama kami keliling pulau
dan mampir di beberapa pantai, jalan aspalnya mulusss gann….ternyata keliling
P.Ternate hanya 42 km, kabarnya setiap tahun diadakan lomba lari marathon keliling
pulau dan pemenangnya selalu anggota TNI…wkwkwkkwk….ini
tantangan untuk kominitas runner yang sekarang sedang nge-hits di P.Jawa
khan…sampai mengikuti event lari marathon di luar negeri, nah marathon Ternate
ini menantang sekali..karena cuacanya panas terik…
Kami keliling pulau hanya
sebentar karena tidak tahan kepanasan , ternyata warga Ternate umumnya mulai keluar
rumah pukul 16.00 dan berkumpul di tempat-tempat makan, mengantri gorengan dan
saya ikut bergabung juga antri pisang kapok goreng favorit saya..kemudian
bergabung lagi dengan warga Ternate lain di pinggir pantai , duduk-duduk
menikmati angin dan pisang goreng…memperhatikan sekelompok laki-laki latihan
menari, dan menikmti sunset yang damai….
Hari ke-2 di Ternate kami
memutuskan mendaki gunung Gamalama, kebetulan kami touring membawa perlengkapan
camping sehingga kami cukup menyewa ransel gunung. Mendaki Gamalama menurut
beberapa catatan cukup dengan 8 jam saja, tetapi karena kami pasangan asoy
geboy , usia senior ditambah kaki suami terkena kram sehingga sering berhenti, maka
jam 9 pagi start , baru buka tenda menjelang magrib.. harap maklum…
Minggu 8 Desember 2019 pagi dan hari ke -3 di Ternate kami nikmati di Puncak
Gamalama, viewnya kawah yang mengepul dengan pulau-pulau sekeliling Ternate
terlihat jelas seperti Halmahera , Tidore, Hiri , dll. Setelah muncak kami
bergegas berkemas dan langsung turun
|
Mendaki Gamalama |
|
Pintu Suba |
|
Our Tent.. |
|
Sunrise di Gamalama |
|
Sunrise di Gamalama |
|
Summit attack ..agak siang menunggu asap belerang berlalu di puncaknya |
|
Suasana puncak Gamalama yang lumayan ramai |
Pukul 15.16 kami sudah tiba di
ASDP pelabuhan Bastiong dalam keadaan bau keringat dan lecek karena begitu turun
gunung setelah mengembalikan ransel kami
langsung kesana, ternyata KMP Pertiwi baru saja berangkat pukul 15.00 ,
tetapi malamnya akan tiba KMP Madani dan bertolak kembali ke Bitung sekitar
pukul 23.00 dan tiket baru dijual di loket apabila kapal tiba... Oke, kami
putuskan kembali ke Bitung malam itu dan sementara menunggu tiket kami
memutuskan makan dan mandi dan ternyata mencari tempat mandi di Ternate itu
Subhanalloh sulit..karena kemarau panjang, sungai-sungai semua kering kerontang
, saya punya ide berenang di pantai terus bilas..ternyata dim pantai Jikomalamo
kamar mandi bilas kran nya tidak ada air yang menetes, jadi lupakan mandi di
pantai, saya ada ide lagi ke kolam renang saja biar bisa pakai kamar mandi
bilas, ternyata kolam renang nya tutup, aduh..kami sudah pasrah tidak mandi
…
Sampai di pelabuhan Bastiong kami membeli tiket kemudian menengok kamar
mandi di Terminal penumpang…Alhamdulillah ya Alloh…airnya melimpah malah yang
km mandi pria krannya rusak tidak bisa ditutup sehingga air tumpah-tumpah..kamipun
bersuka ria mandi membuang semua keringat dan bau yang selama 2 hari melekat
manja di kulit kami.
Saya juga tidak tahu kenapa saya harus menceritakan
tentang mandi ini..tetapi hal ini krusial karena selama turing ke tempat-tempat
lain baru kali ini kami sangat -sangat-sangatttt..kesulitan untuk namanya M A N
D I.
|
Salah satu muatan kapal Madani dari Ternate ke Bitung... |
Ternate – Bitung -Kotamobagu – Gorontalo ( 8 -10 Desember 2019 )
Minggu 8 Desember 2019 pukul 23
kami meninggalkan Ternate, ya,,Ternate adalah titik paling Timur yang menjadi
tujuan kami dan setelah itu kami berbalik arah.
Senin 9 Desember 2019 pukul 16.12
kami kembali sampai di pelabuhan Bitung
Kami langsung gas ke Tondano,
ingin melihat danau Tondano tetapi sudah gelap dan tampaknya danau Tondano
bukan danau wisata (?)..sehingga kami melanjutkan ke Tomohon, di Tondano dan
Tomohon ini kami melihat wajah-wajak cantik berkulit putih bersliweran…woohh…disini
ternyata cewek-cewek cantik Manado berada..!! saya seperti melihat Angel
Karamoy bertebaran disini…hehehehe
|
Jalur Bitung menuju Tondano, naik & berkelok |
|
Danau Tondano dari kejauhan, sudah kemalaman |
Jalur ke Tondano mulus, naik dan berkelok-kelok..mendekati danau Tondano
jalan sempit dan agak gelap, suasana sore-sorenya basah dan lembab, untungnya
bulan Desember banyak yang memasang hiasan lampu-lampu kelap –kelip menyambut
natal sehingga suasana agak berseri. Kami menemukan rumah makan bakso yang
bersih dan terenak selama kami di Sulawesi, Bakso Sari Rasa dengan harga
22k/porsi
Sampai di Tomohon kami minta
bantuan google mencari jalan ke arah Kotamobagu, dan kami diarahkan melalui
jalur Tincep yang Subhanalloh…benar-benar jalur yang paling menegangkan selama
turing Sulawesi meski hanya sekitar 30 menit..bayangkan, sekitar pukul.20.00
tampak baru selesai hujan, melalui jalan desa yang gelap, aspal tapi sempit
terkadang rumputnya sampai ke jalan, tanpa garis marka jalan, sementara banyak
tikungan patah, kanan kiri hutan, sebentar ketemu desa kecil kemudian hutan lagi
daann….ada 3 titik bekas longsor yang tampak baru beberapa hari karena meski
sudah dirapikan tetapi sebagian tanah longsorannya masih ke jalan sehingga aspal
hanya tampak 1/3 nya…terus terang yang saya takutkan ada 3;
- Tanah
longsor (lagi)
- Penampakan
( seram suasanannya Gannn… )
- Begal
( who know ya..meski sejauh ini jalur Sulawesi aman-aman saja, namanya lagi
ketakutan pikiran jelek macem2 berkeliaran dari pikiran saya..)
Syukurlah setelah sekitar 30 -40
menit kami keluar di jalan trans Sulawesi….dan cuss ke Kotamobagu
Sekitar tengah malam kami sampai
di Kotamobagu, jalan mulus dan udara bertambah dingin, kami makan nasi goreng
dan karena hotelnya mahal-mahal alias tidak sesuai budget kami, maka kami masuk Polsek Kotamobagu dan setelah mohon
ijin kami beristirahat di Mushola sampai azan subuh.
|
Antrian Premium & solar di SPBU seperti ini merupakan pemandangan biasa disana |
|
Merem sejenak menuju Kotamobagu |
|
Numpang nginap disini kitaaa.... |
|
Pagi-pagi sudah cuss menuju Gorontalo lagi |
|
Rest area yang terbengkalai |
|
View menuju Gorontalo |
Selasa 10 Desember 2019 kami
setelah subuh kami melanjutkan perjalanan ke Gorontalo jalur utara ( sebelumnya
Gorontalo ke Manado kami melewati jalur selatan ) udara cukup dingin ,jalanan
mulus menurun dan berkabut tebal
sehingga harus ekstra hati-hati, kami melewati pinggiran hutan lindung, dan
selanjutnya masuk jalur pantai yang tentunya panas terik ..membuat kami
beberapa kali istirahat minum.
Sekitar pukul 12.00 kami sampai Pelabuhan
ASDP penyebrangan ferry Gorontalo untuk menanyakan jadwal kapal ke Kepulauan Togean,
ternyata loket tiket baru dibuka pukul 14 dan kapal berangkat pukul17.00, maka kami
ke kota Gorontalo untuk makan dan membeli bekal di Kapal.
Jadi jalur balik kami setelah
kembali ke Gorontalo kami membatalkan menyusuri Sulawesi Barat , kami kembali melalui
tengah, naik kapal Gorontalo - Togean, stay Togean kemudian berikutnya Togean –
Ampena, kembali melewati Poso dan terus ke Palu untuk kemudian menyebrang ke
Balikpapan Kalimantan Timur.
Seperti yang saya sampaikan di
awal , perjalanan kami sangat flexible..saat kami di Gorontalo saya menemukan
kep.Togean pada google map; dimana saya
pernah membaca reviewnya di majalah sebuah meskapai penerbangan, saat itu saya
tidak dapat membayangkan bagaimana saya dapat kesana, namun di Gorontalo kami
mengetahui ternyata Togean dapat kami capai dengan ferry yang dapat mengangkut
kendaraan kami dan tersambung ke Ampana tanpa harus kembali ke Gorontalo,
so..why not?
Awalnya dari Palu kami akan terus
menuju Makasar untuk kembali ke Surabaya, tetapi kami pikir dari Palu hanya
selemparan batu ke Balikpapan,maka kami putuskan untuk terus ke Kalimantan
Timur, kemudian lanjut ke Kalimantan Selatan dan dari Banjarmasin kami
menyebrang untuk kembali ke Surabaya.
Gorontalo – Kepulauan Togean
( 10-14 Desember 2019 )
Rabu 11 Desember 2019 pagi kami
sudah tiba di Wakai, lama penyebrangan sekitar 12 jam, harga tiket 171 k untuk
motor + pengendara dan 89k untuk boncenger, itu tiket VIP yang ada kasur susun
AC tetapi kenyataannya AC nya rusak semua…akhirnya kami kepanasan sama dengan
tiket biasa yang lebih murah 19k /tiket….hahahha
Sampai di Wakai- Togean seperti
biasa jika kami sampai di tempat baru and don’t know what to do gitulah...; kami ngopi dulu
biar otak tidak kram, diselingi 6 pisang kapok goreng yang masih panas kami
berbincang dengan orang-orang lokal yang
ada di sekeliling warung, ternyata Kep. Togean terdiri dari 40-an pulau
dan merupakan penghasil cengkeh dan minyak nilam…
Akhirnya kami memilih tinggal di
Hotel Lestari Kadidiri di pulau Kadidiri dengan alasan utama yang tidak dapat ditawar lagi, yaitu
“pemilik hotel orang Bajo yang gemar memancing di laut” ,sehingga suami saya
kegirangan karena dapat ikut memancing…..( tepok jidat.)
Kami menitipkan motor di kantor pelabuhan dan dijemput perahu ketinting
dari Hotel lestari , sekitar 15 menit dari Wakai kami sampai di hotel pinggir
pantai. Kami membayar 200k/orang /hari dan mendapat makan 3x sehari…lha kalau
tidak dikasih makan , kami makan dimana wong hotel tsb lokasinya di pulau terpencil
..wkwkwk…kemana-mana harus pakai perahu..tetapi tarif tsb jauh lebih murah
dibandingkan hotel-hotel sejenis yang mayoritas milik orang asing.
Dengan pantai tepat di depan
kamar kayu kami, hamok untuk bergelantungan santai, daannn….tak ada sinyal
internet…jadi lupakan medsos, lupakan berita terkini, lupakan masa lalu yang
perih ,masa depan yang belum pasti, mari nikmati hari ini, hangatnya air dan
jernihnya pantai…welcome to my paradise…, benar-benar paradise buat suami saya
karena di hari pertama kami sampai , malamnya saya langsung ditinggal mancing di laut …setiap malam saya ditinggal mancing dan setiap hari menu makanan kami adalah ikan hasil pancingan semalam...hahahahah
Kami menghabiskan 3 hari di
kepulauan Togean karena kapal ferry dari Togean menuju Ampana memang baru tiba Sabtu pagi dari
Gorontalo, jadi KMP Tuna Tomini memang melayani Gorontalo – Togean – Ampana,
kemudian kembali Ampana – Togean – Gorontalo. Kegiatan kami di Togean ; karna
kami bukan diver hanya makan, duduk-duduk depan pantai, jalan-jalan ke hutan
belakang hotel dan tiba di pantai kosong , atau ke resort lain,berenang, makan,
tidur lagi…begitu saja..sampai bosan…
|
Pelabuhan Togean |
|
menuju P.Kadidiri |
|
View depan penginapan |
|
Nah..ini penampakan kamar kita.tidak seperti gubuk derita lahya...
|
|
Kamar semi gubuk seperti ini biasanya disukai turis mancanegara, soalnya kami doank orang lokal yang menginap disini...
|
|
Main air depan penginapan |
|
Ngopi pinggir pantai biar otak tidak kram |
|
Sisi lain pulai Kadidiri - Baracuda beach |
|
Ambil kelapa muda |
|
Pantai baracuda yang sepi |
|
Sisi lain P,Kadidiri |
|
Sisi lain P.Kadidiri |
|
Jalan-jalan dengan bocah P.Kadidiri |
Ampana – Palu ( 14 – 15 Desember 2019 )
Sabtu 14 Desember 2019 pagi kami
sudah menyebrang ke Ampana, setelah sebelumnya menyebrang dari Kadidiri ke
Wakai dengan perahu ketinting dan nyaris diterjang hujan badai, untunglah kami
sampai pelabuhan wakai saat tidak sampai 1 menit hujan angin cukup deras
menerjang.
Lama penyebrangan Togean – Ampana
sekitar 4-5 jam sehingga pukul 12.30-an kami sudah sampai Ampana , dan karena
kami sudah terlalu lama istirahat dan bersantai di Togean kami berniat mencapai
Palu hari itu juga, kebetulan cuaca cerah bersahabat.
|
Tiket Gorontalo ke Wakai - Ampana |
|
Kapal menuju Ampana |
|
Meninggalkan Togean |
|
Hutan bakau Togean |
Sekitar pukul.19.30 kami sudah sampai di kota Parigi, disana kami jajan
gorengan di tempat yang sama dengan 2 minggu sebelumnya disana mendapat informasi
kalau jalur ke Palu yaitu Tobeli – Kebon Kopi ternyata ada jadwal buka tutup
karena pelebaran jalan, saat itu sudah hampir pukul 20.00 berarti jalur ke Palu
ditutup dan baru dibuka pukul 24.00…,Whatt..??
Kami browsing berita tentang jalur
tsb dan memang menurut informasi dari dunia maya jalur tsb mengalami buka tutup
sejak th 2018, saya merasa aneh…
Akhirnya kami putuskan terus dan
memang di perempatan Tobeli banyak mobil berhenti di rumah-rumah makan di
pinggir jalan dan cukup ramai, kami terus saja dan jalan mendadak sepi dan
gelap…kami nyaris akan putar balik saat melihat satu mobil yang terus dan kami
putuskan untuk mengikuti mobil tsb , ternyata jalanan sepi, memang ada
alat-alat berat tapi jalanan masih relatif lebar untuk dilalui dari dua arah,
tetapi jalur dari arah Palu juga sangat sepi sehingga perjalanan lancar-lancar
saja.
Jalur Tobeli –Kebon kopi ini
merupakan jalur seperti Puncak di Bogor tapi lebih ekstrim ; jadi kita naik
gunung melipir dengan tebing tinggi yang rawan longsor di kiri dan jurang di
kanan, saya agak deg-degan karena merasa “melanggar” aturan jadwal buka tutup
tsb, tetapi sampai ke dataran dan masuk Palu kami lancar dan jalur baik-baik
saja, jadi kami agak bingung dengan jadwal buka tutup jalur tsb…
Pukul 22.00
kami sampi Palu dan langsung ke pelabuhan mengecek jadwal kapal ke Balikpapan;
ternyata paginya ada jadwal kapal ke Balipapan, akhirnya kami jalan-jalan
sebentar ke kota Palu yang ternyata ; mungkin karena malam Minggu sehingga
cukup ramai . Cafe-cafe dan tempat makan
masih buka dan ramai pengunjung , kami menyempatkan makan nasi kuning ‘Vampir’
yang cukup ramai dan ternyata enak bangettt makk!!….selain makan di tempat kami
membeli 2 bungkus untuk bekal di kapal, dan kami langsung menuju Pelabuhan
Taipa yang bangunannya masih menampakkan kerusakan pasca gempa Palu.
Terus
terang sampai di Palu saya masih terintimidasi bayang- bayang gempa dan
likuifaksi yang saya lihat di TV dan media daring setahun yang lalu, tetapi melihat suasana kota Palu ; orang-orang dan
situasinya seperinya sudah healing ya…
Palu – Balikpapan ( 15 – 17 Desember 2019 )
Kami sampai di Balikpapan tgl 16
Desember 2019 pagi, lama penyebrangan Palu – Balikpapan sekitar 22 jam,
nongkrong di taman Bekapai untuk menyusun siasat dan kami memutuskan menginap 2
hari di Cemara Guest House 200k/malam dari traveloka dan terkena early check in
, kamilangsung mandi dan memisahkan baju-baju kotor untuk di laundry
Hari pertama
di Balikpapan kami memutuskan sekedar jalan-jalan dalam kota sekaligus
bernostalgia karena awal th 2000-an pernah tinggal disana.
Hari ke -2 baru kami jalan-jalan ke Samarinda yang tetap semrawut dan ke Tenggarong Kutai Kartanegara.
Setelah dimanjakan jalur Trans Sulawesi yang nyaris mulus tanpa
cela,di Kalimantan kami mulai disuguhkan jalan yang tronjol-tronjol dan dihajar
hujan, panas, hujan, panas…sampai hari-hari berikutnya.
Balikpapan- Penajam Paser Utara - Banjarmasin – Palangkaraya ( 18 – 20
Desember 2019 )
Rabu 18 Desember 2019 kami
memulai perjalanan ke Kalimantan Selatan, target kami hari itu sangat muluk
yaitu Balikpapan- Banjarmasin sejauh > 400 km, tetapi kami memulai
perjalanan terlalu siang karena menikmati sarapan dan kopi di Kedai Kopi Mantau
yang lekker sampai pukul 10-an.
Nahh..jalur ke Kalsel itu ada jalur yang
menyebrang di Teluk Penajam menggunakan fery untuk memangkas 3 jam dibandingkan
kita full jalan darat yang otomatis
memutar, tetapi kami agak kepo dengan calon ibukota Indonesia th 2024 yaitu
Penajam Paser Utara yang baru saja satu hari sebelumnya Presiden Jokowi
menengok lagi kesana setelah peresmian jalan tol Samarinda, sehingga kami
memutuskan mengambil full jalur darat dengan menghadapi resiko lebih lama/jauh
daannnnn….jalur naik turun cukup curam beserta tronjol-tronjol sampai keluar di
jalur trans Kalimantan.
Jalur trans Kalimantan menuju kalsel kami banyak disuguhi
jalur hutan dan perbukitan, terutama saat menuju Tanjung, kota dengan
perusahaan-perusahaan raksasa batubara dari Adaro, Pama Persada , BUMA, dan
kami dihajar hujan cukup awet di Tanjung ; saat itu sudah pukul 22 malam, kami
menghangatkan badan dengan semangkuk bubur kacang hijau dan baru lima menit kami melanjutkan perjalanan lagi-lagi dihajar hujan cukup deras. Karena
sudah cukup lelah kami menepi di sebuah masjid besar, berniat istirahat 1-2 jam
dan ternyata hujannya tak kunjung reda dan kami terlalu mengantuk sehingga tuntaslah
kami tertidur di teras masjid sampai azan subuh meski dirubung-rubung nyamuk
satu kecamatan…
|
Jalur Penajam Paser Utara |
|
Jalur Penajam Paser Utara |
|
Jalur Penajam Paser Utara |
|
Calon ibukota Indonesia 2024 nihhh.... |
|
Jalur tronjol-tronjol nan panjang di Penajam Paser Utara |
|
Ketemu duren yang baru keluar hutan |
|
Kabupaten Tanjung Kalimantan Selatan |
|
Hujan yang lebat dan lama, istirahat di teras mesjid di Kab.Tanjung |
Kamis 19 Desember 2019 siang kami
sampai di Banjarmasin…duduk-duduk di pinggir sungai Martapura di pusat kota
Banjarmasin sambil memakan buah-buahan unik yang kami temui di jalan. Awalnya
kami berniat menginap di Banjarmasin tetapi suami saya bilang ke Palangkaraya
“cuma” 4 jam…akhirnya kami lanjut ke Palangkaraya yang ternyata jalurnya berupa
jalanan yang cenderung lurus dan sepi dengan lahan gambut yang kebanyakan kosong…disini kami
dihajar hujan deras…kemudian sekoyong-konyong panas…hujan lagi..panas lagi…, begitu
seterusnya…sampai-sampai jas hujan saya entah kenapa jadi compang-camping...hahaha..
Kami sampai di Palangkaraya
sekitar pukul 17, berkeliling kota sejenak dan mengagumi kotanya yang rapi, dan
mencari penginapan yang susah sekali mendapat penginapan murah di kota-kota di
Kalimantan…kami mendapat hotel syariah yang sederhana tapi cukup mihil ( 270k,
rekor hotel termahal selama perjalanan ini ) , tapi karena kami lelah yang
dibutuhkan hanya mandi air panas , handuk dan tempat tidur bersih, sisanya
sudahlah…yang jelas kami tepar malam itu.
|
Jalanan menuju Sungai Barito |
|
Jalan khusus truk2 batubara dari lokasi tambang ke sungai Barito |
|
Buah Kesturi |
|
Penjaja buah...kesturi 8K/gunduk |
|
Jajanan kita |
|
Sungai Barito |
|
Motor dekil kita di atas sungai Barito |
|
Sungai Martapura di pusat kota Banjarmasin |
|
Jalur menuju Palangkaraya |
|
Jalur menuju Palangkaraya |
|
Pintu masuk kota Palangkaraya |
Sabtu 21 Desember 2019, kami sampai
di Surabaya…
Tak ada pesta yang tak usai….,jalan-jalan
kami selesai sudah, total kilometer motor kami 6000km...
Dari Surabaya kami mampir ke keluarga di Jember, baru melanjutkan ke
Bandung beberapa hari kemudian.
Kangen rumah tidak terkira…
Alhamdulillah, perjalanan kami
relatif lancar dan kami diberi kesehatan sepanjang perjalanan selama 1 bulan…
Beberapa catatan :
- Sulawesi
itu mirip pulau Jawa, jalur trans Sulawesi yang kami lewati relatif mulus dan
tidak terlalu ekstrim kecuali jalur Tobeli- Kebon Kopi menuju Palu,
- Jalur
Hutan yang panjang masih ada terutama jalur dari Sulawesi selatan ke Sulawesi
Tengah menuju Poso
- Pom
bensin cukup banyak tetapi kalau jalan malam pastikan bensin terisi karena
kebanyakan Pom Bensin tidak buka sampai malam kecuali di kota besar, dan banyak
pemandangan antrian panjang kendaraan yang ingin mengisi solar dan premium.
- Jalur
Trans Kalimantan banyak yang berlubang meski tidak masif, jalur Balikpapan –Banjarmasin
melewati jalur perbukitan dan kalau malam lumayan sepi, jalur Banjarmasin-
Palangkaraya dominan lahan gambut yang kosong dan cenderung lurus.
- Jika
akan menyebrang laut biar hati damai cek juga website BMKG untuk mengetahui
kondisi gelombang perairan yang akan kita lalui.
- Apabila
akan menaiki kapal tertentu ada baiknya cek di google kondisi kapalnya , memang
tidak semua kapal ada reviewnya, tetapi hal itu membantu kalau ingin
penyebrangan yang nyaman karena seperti kasus kami naik Kirana IX dari Banjarmasin
ke Surabaya lumayan menyiksa karena sepanjang perjalanan tempat penumpang AC nya tidak berfungsi.
- Jadwal
penyebrangan sebaiknya selalu update langsung ke ASDP atau ke vendor terkait (
misal DLU ) karena jadwal kapal seringkali tidak sesuai dengan yang tercantum
di website
Banyak hal yang kami lihat dan
kami temui selama perjalanan yang menambah pandangan kami tentang Nusantara,
yang jelas Indonesia ini luasss…Negara kepulauan dengan penduduk sampai di
pulau-pulau kecil terpencil yang tak terbayangkan sebelumnya oleh kami, yang
jelas penduduk kepulauan relatif lebih sabar-sabar ya…untuk keluar pulau mereka bilang, “ Ah, cuma naik kapal satu malam “…
Selain itu setelah saya merasakan beberapa lama di pulau-pulau kecil seperti di Togean ; sangatlah tidak penting berita tentang demo-demo , berita kemacetan dan banjir ibukota..hahaha.... yang penting untuk mereka adalah distribusi bahan pokok dan perniagaan berjalan lancar, hasil bumi seperti minyak nilam, cengkeh dan pala berharga bagus , dan tentu saja layanan kesehatan yang memadai... sehingga jelas harapan saya pribadi adalah pemerintah memperhatikan kelancaran, keamanan , kenyamanan transportasi laut antar pulau terutama di pulau -pulau kecil...
Selanjutnya…tumben ya, biasanya
kami pulang touring sudah merencanakan tujuan touring berikutnya; untuk saat
ini kami kami belum terpikir akan touring motor kemana lagi ya…, ada ide ??
SEKIAN
Cerita touring yg sangat menarik dan menjadi referensi krn saya ada rencana touring ke celebes or borneo. Pengennya sih celebes tp mencari waktunya yg susah krn ijin cuti max hny 9hari. Thn 2019 kmrn saya touring Bali - kelimutu pp..sampe saat ini msh terbayang terutama di flores jalur jlnannya yg berkelok2 tdk membosankan, landscape nya yg berbukit n gunung yg indah, cuaca n hawa yg sejuk n warganya yg ramah.
BalasHapusBtw terima kasih atas berbagi pengalaman touringnya, salam sehat n tetap semangat
Jalanan NTT tetap merupakan jalur favorit kami mas; jalur meliuk-liuk dengan pemandangan laut yang bersih dan penduduknya yang murah senyum
HapusMantap om, sukses buat blognya.
BalasHapusSalam,
GILA TOURING