Sabtu, 14 September 2019

TOURING MOTOR FLORES-SUMBA-TIMOR ( PART 2 )

TOURING MOTOR FLORES - SUMBA - TIMOR 
Menyusuri Savana Sumba, Memutari Sabu Raijua Dan Sampai 
Di Perbatasan Atambua  ( Part 2 )

Tujuan utama trip kami kali ini adalah Sumba
Hari pertama di Sumba timur kami menyempatkan diri menikmati sunset di Pantai Walakiri yang sudah 'femeus', suasana cukup ramai ada beberapa pasangan sedang melakukan sesi foto pre-wedding, dan kami berfoto sejenak biar seperti orang-orang..hehhehe...tapi memang pohon-pohon bakaunya membentuk bayangan sunset yang tidak biasa.

Sunset pantai Walakiri
 
Keesokan harinya 15 Juli 2019 pukul 8.33 kami sudah bersiap menuju Sumba Barat , sempat berhenti di pinggir jalan membetulkan settingan  Packtalk saat ada mobil Navara menepi dan menyapa kami dan menanyakan apakah kami ada kesulitan…baik bangeuutttt khan…? Bapak tsb tanpa diminta memberikan kami informasi-informasi dan tidak lupa memberikan no WA nya dan wanti-wanti untuk jangan sungkan-sungkan menghubungi beliau apabila terjadi hal-hal yang menyulitkan kami dan kami berterima kasih atas bantuan bapak pengendara Navara tsb.

Kami melanjutkan perjalanan membelah bukit-bukit savana , yang saat itu berwarna coklat karena musim kering, cuaca panas terik tetapi anginnya kering dan dingin sehingga kami tetap menggunakan jaket. Kami melewati bukit Warinding yang terkenal tapi kami melewatkan foto-foto karena suami kalau sedang keenakan riding suka males berhenti, bête dah…padahal sy cita-cita sekali foto disana sambil pegang kain dikibarkan gitu..tp bulu keteknya sih ga ikut berkibar-kibar yaaa...
 
Perjalanan kami menuju Sumba Barat cukup nano-nano ; kadang melewati bukit-bukit savanna, kadang perkampungan, kadang hutan kecil yang cukup teduh, tidak membosankan pokoknya dan mata kami selalu melihat kiri- kanan dan tak sabar menanti apa yang akan kami lihat di depan..menyerapnya seperti spons...dan kelak memerasnya dalam kenangan....
 
Hutan kecil dengan jalanan yang teduh

Tidak melulu savana, ada bagian yang sejuk seperti ini


Pukul 12.14 kami sampai di pusat kota Waikabubak, kami berkeliling sebentar dan memutuskan menuju air terjun Lapopu yang petunjuk jalannya tampak dari jalan raya yang kami lewati , ternyata dari sana kami harus melewati jalan kecil naik turun yang cukup jauh sehingga membuat saya ragu apakah air terjunnya benar-benar ada disitu, dan membuat saya deg-degan karena sangat sepi karena tidak ada pemukiman maupun aktifitas penduduk misal  berkebun dll. 
Akhirnya pukul 12.52 kami sampai di air terjun Lapopu , membayar retribusi 20 K, membayar parkir dan harus memakai Guide meski jarak air terjun hanya seperminuman teh dari loket…, hanya tampak beberapa turis lokal dan sepasang turis mancanegara yang berenang sekedarnya dan berfoto sambil berciuman mesra di bawah air terjun , sepertinya hasil jepretannya bakal eksotik seperti sepasang manusia yang tersesat di air terjun antah berantah , padahal kami di pinggirnya  berjejer menonton…#ah suka sirik aja ‘mak.., wkwkwkkwk

Pusat kota Waikabubak

Disini pinggir kalan utama ada papan petunjuk ke Lapopu

Dari sini masih lumayan jauh & jalannya sepi

Menuju Lapopu

Air terjun Lapopu

Setelah dari air terjun Lapopu , suami saya sangat kepo dengan Nihiwatu yag terkenal itu, kami pun riding kesana melewati jalanan yang sedang diperbaiki dan pemukiman penduduk yang mayoritas masih sederhana, dan tak lama kami sampai di depan Resort Nihiwatu dengan jargon “ Age of wildness “, dan ….kami balik kanan karena pantai Nihiwatu pantai private, ihihi..

Pantai Nihiwatu yang terkenal dicapture dari kejauhan soale ga boleh lewat atau masuk, hicks 
 
Sempat berkeliling tidak jelas di Waikabubak, akhirnya karena satu dan lain hal kami memutuskan kembali ke Waingapu Sumba Timur…wkwkkwkw…pasangan galau, kamipun pulang melewati jalur yang sama dan pukul 19 lebih kami sampai di Waingapu ,makan sekedarnya dan menginap di Baim Homestay dengan membayar 250K. 

Malam itu kami mendapat informasi kurang menyenangkan dari ASDP Waingapu, yaitu karena cuaca buruk penyebrangan Waingapu – Aimere yang sedianya hari Selasa 16 Juli 2019  ditunda,  dan kemungkinan  baru ada penyebrangan ke Aimere hari Jumat 19 Juli  2019. Tetapi kami mendapatkan informasi juga bahwa Selasa sore ada penyebrangan waingapu -  Kupang.
Kami berdebat agak alot untuk menyusun rencana, seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya trip ini tujuannya adalah Sumba, rencananya Selasa kami mulai perjalanan pulang menuju Aimere , untuk selanjutnya balik ke Labuan Bajo, Sape, Sumbawa , Lombok, dst. Sementara penyebrangan ke Aimere baru tersedia Jumat, itupun kalau cuaca memang sudah bersahabat , nah..kalau masih cuaca buruk? Berapa lama kami harus stay  di Sumba?
Daaann…nn.., malam itu kami putuskan untuk meneruskan perjalanan ke Kupang …tet..tereret..tetetttttt….😃

Selasa 16 Juli 2019 , kami masih punya waktu untuk jalan-jalan, maka pukul 9-an kami sudah menyusuri savanna Puru Kambera , kami mendapatkan informasi tempat ini dari kenalan saat kami makan bakso malam-malam di Waingapu, kenalan kami tsb sedang bertugas di Waingapiu karena ikut dalam proyek PLTU di sekitar Puru Kambera.
Berbeda dengan savanna Bukit Warinding yang berbukit-bukit dengan jalanan di celah-celahnya, savanna Puru Kambera jalanannya membelah tengah savanna dan berdekatan dengan pantai yang masih bersih, sepi dan indah , pantai yang masih perawan lah pokoknya. 
 
Tempat ibadah yang jauh dari mana-mana

Savana yang berbatu

Jalanan yang lurus membelah savana menuju pantai

Pantai di Puru Kambera

Sandalwood..?

Pemandangan yang spesifik Sumba

Kami sangat menikmati perjalanan dan pemandangan di Puru Kambera ini, dan kembali ke kota Waingapu dengan perasaan puas ..lapar dan haus..hahha…akhirnya kami menemuka RM Primadona yang cukup ramai dan ternyata makanannya juga enak , saya menemukan sayur bayam disini dan pemiliknya ternyata orang Madiun. Sekalian saja kami membeli nasi untuk bekal di kapal dan kami langsung ke Pelabuhan Waingapu, tidak lupa membeli sesisir pisang dan camilan untuk tambahan bekal. 
Disini kami juga membuktikan keramahan warga NTT, suami saya lupa jalan ke Pelabuhan dan HP low batt sehingga tidak dapat melihat map, beberapa saat kami berputar-putar ada pengendara motor menyapa dan menanyakan kami hendak kemana karena melihat motor kami bolak-balik…hehe….saat kami sampaikan bahwa kami menuju Pelabuhan , mas nya itu mempersilakan kami mengikuti motornya untuk diantarkan kearah pelabuhan… Aduh, luar biasa baik sekali masnya ini.

Menu pilihan di RM Primadona - Waingapu

Bekal untuk di Kapal

Jadwal di Pelabuhan

Tiket kami, Waingapu - Kupang

Bersiap masuk , ketemu lagi dengan kapal fery Uma Kalada

Pukul 15.01 kami sudah mendapatkan tiket fery Waingapu –Kupang, dan membayar 628K untuk motor dan kami berdua, mihil juga ya..?memang yang paling menyita anggaran dalam perjalana ini adalah tiket penyebrangan...hahahaha
Pukul 16.28 kami sudah di atas kapal Uma Kalada …ya, kapal yang sama dengan yang kami tumpangi dari Aimere ke Waingapu, dan beruntung kami mendapat tempat tidur untuk kami berdua karena saat itu kondisi kapal penumpangnya cukup penuh sehingga ada sebagian penumpang yang tidak mendapatkan tempat tidur ataupun tempat duduk.

Di atas kapal Uma Kalada , gantungan pisangnya, sangat eye catching...hehe
 
Malam itu saya tidak bisa tidur karena gelombang cukup tinggi. Saya duduk sambil melamun  ( karena sinyal komunikasi sudah lenyap ) . Ada nenek sebelah saya melakukan perjalanan sendirian sama-sama tujuan ke Kupang, beliau menyapa saya dan bertanya mengapa saya tidak tidur, waktu saya bilang gelombangnya tinggi nenek itu mengiyakan dan bilang biasanya gelombang tidak setinggi itu, nah..apa saya ga tambah senewen??
Alhasil saya  baru dapat tidur pukul 3.00 dinihari

17 Juli 2019 pukul 8.00 kapal merapat di Pulau Sabu…nama lengkapnya Kabupaten Sabu Raijua, Pulau kecil di pas di tengah-tengah di antara Pulau Sumba dan Pulau Timor, Raijua adalah pulau kecil sebelah pulau Sabu, sehingga nama kabupatennya merupakan gabungan dua nama pulau tsb yaitu Sabu Raijua.
Kami mendapat informasi dari nakhoda bahwa kapal baru akan berangkat meneruskan perjalanan ke Kupang pukul 00.15. Nahlo…trus kami apa-apaan di kapal dari pukul 8 pagi sampai tengah malam? Kami bilang ke Nakhoda akan berkeliling di P Sabu dan akan kembali ke Kapal sekitar Isya, nakhoda mengijinkan dan kami bertukar  nomor HP untuk dapat saling menghubungi apabila ada perubahan jadwal.
Kami menitipkan tempat tidur kami dan tas kepada nenek sebelah tempat tidur kami, hehehe..beliau akan tetap di kapal katanya, soalnya ampun dah klu nanti kembali ke kapal tempat tidur kami sudah ada yang menempati, saya bisa-bisa harus duduk di emperan seharian/semalaman ….
Kami keluar pelabuhan dan mengambil jalan ke kiri, dan nantinya saat pulang jelang sunset kami datang dari arah kanan..…
Pulau Sabu, diantara Sumba dan Timor
 
Pertama pasti, kami mencari SPBU dan tak lama keluar dari pelabuhan tampak SPBU yang masih relatif baru dengan toilet/kamar mandi bersih dan air lancar. Petugas SPBU sangat ramah dan mempersilahkan kami MCK  disitu  sekalian ganti kostum .

Tak pakai lama suami sudah memacu Yamaha melewati jalanan yang sepi, entahlah seperti mimpi… saya kok bisa sampai di pulau itu dan saya baru tahu kalau di Indonesia ada tempat bernama pulau Sabu/kabupaten Sabu Raijua….sepertinya pengetahuan geografi dan peta buta saya minim… 

Menapaki aspal pulau Sabu

The sky so blue....
 
Tak lama kami sampai di desa adat Kuji Ratu di Sabu Timur. Kami berbincang dengan pegawai desa yang menghampiri kami saat kami memarkir motor , bapak itu merupakan keturunan dari desa Kuji ratu tsb dan beliau yang mengantar  kami ke dalam dan  memberi informasi tentang desa adat tsb.
Desa tsb berupa pemukiman yang sekelilingnya dipagari batu yang disusun, batu-batunya mirip potongan batu-batu karang putih gitu, rumah-rumahnya beratap daun lontar dan di tengah kampung kecil itu terdapat pohon lumayan besar dan di bawahnya terdapat batu besar datar yang meyerupai meja;  menurut informasi tempat tsb merupakan tempat penghuni desa mengadakan pertemuan atau rapat desa. 
Saya sempat memotret sebentar sampai sekonyong-konyong saya diteriaki bapak-bapak yang sedang duduk-duduk tak jauh dari pohon besar itu dengan menggunakan bahasa setempat, beliau menunjuk-nunjuk saya, Ma Sha Alloh..saya sempat kaget dan takut kualat karena saya pikir saya tidak boleh mengambil gambar pohon besar dan meja  batu yang disakralkan itu… ternyata bapak itu menunjuk hijab saya, kalau diterjemahkan bapak itu menyampaikan masuk ke desa adat tsb kita tidak boleh menutup kepala, sayapun cepat-cepat kabur…dan Pak pengurus desa meminta maaf pada bapak-bapak tadi dan menyampaikan bahwa dia yang salah karena lupa tidak memberi tahu saya soal hijab…aduh, ada-ada saja…

Salah satu desa adat di Sabu

Tempat rapat desa

Pagar desanya dari batu yang disusun

Suasana Desa adat, masih dihuni dan sudah ada listrik dan parabola
 
Tak lama kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Cemara tak jauh dari desa adat Kuji Ratu, pukul 11.51 kami sampai dipantai Cemara, pas tengah hari dan hot-hot nya...pantai-pantai yang kami temui di perjalanan Sumba-Timor ini kesannya seragam, yaitu indah, bersih , sepi dan perawan…pantainya menampakkan gradasi biru muda sampai biru tosca…indah bangetlah pokoknya, kalau di pulau Jawa pantai seperti ini pasti sudah penuh pengunjung, hotel dan  PKL….heuheu

Menuju Pantai Cemara, panas nian...


Pantai Cemara

Kami melanjutkan perjalanan , melewati pinggiran pantai….kadang kami melewati pantainya  dari ketinggian…saya agak cemberut karena suami suka coba-coba jalan/jalur yang nyeleneh…sementara cuaca amboi panasnya…tapi anak-anak sekolah yang sedang berjalan beriringan menuju pulang di hari yang panas itu cukup menghibur saya, kami saling sapa dan mereka semua ceria dan murah tawa…cuman yang saya heran , kenapa di Sumba dan P Sabu hampir tidak ada yang menggunakan transportasi sepeda ya… apakah tidak suka atau tidak ada yang jual….sepertinya Pak Jokowi harus bagi-bagi sepeda di NTT…
Tak lama sekitar pukul 12 30 kami sampai di Pantai Rae Mea…cocok untuk mandi-mandi di pantai karena tidak ada gelombang dan airnya jernih...., kami foto-foto sebentar dan membayar sukarela pada pemuda yang menghampiri kami dan berbincang-bincang tentang pantai tsb, oh ya pantai Rae Mea sudah ada spot foto dan gazebo-gazebo untuk istirahat atau sekedar berteduh.

Gazebo di Pantai Rae mea

Pantai Rae Mea

Spot Foto Pantai Rae Mea
 
Kami meneruskan perjalanan melewati tambak-tambak garam, dan jalan mulai menanjak sehingga nampak pemandangan pantai dari atas.
  
View pantai dari jalan yang kami lalui

Mungkin dia sedang berfkir," Ini helmku, mana motorku.."

Pukul 14.35 kami mulai melewati jalana yang aspalnya terkelupas, tampak penduduk yang memikul air karena rupanya kemarau yang lumayan panjang membuat daerah tersebut mengalami krisis air bersih.

Jalannya agak kurang rata

View yang kami lewati
 
Pukul 15.10 kami sampai di jalan dengan papan petunjuk lokasi Kalabba Madja yang terkenal…Sebelumnya saya sudah ribut ke suami ingin mengunjungi tempat tujuan wisata ini, eh ternyata kita melewati jalanannya…kami pun belok dan seperti biasa tempatnya agak jauh dari jalan utama, kami berpapasan dengan sekelompok ibu-ibu dan bertegur sapa, sambil menginang/sirih salah satu ibu menjelaskan kalau mereka akan membuat atap rumah dari daun lontar…suami saya menggoda apakah ibu-ibu itu yang memanjat pohonnya…mereka semua tertawa dan menjawab bahwa suami atau para laki-laki yang memanjat dan mengambil daunnya….wkwkwkwk, mereka orang-orang yang positif dan ceria...
Tak lama kami sampai di Kalabba Madja, tempat wisata alam dimana terdapat batu-batu besar yang karena proses alam membentuk formasi –formasi yang unik dan memunculkan warna-warna batuan yang unik pula. Kami membayar @ 25K untuk tiket dan @ 10K untuk menyewa kain karena kami harus mengenakan kain khusus tenunan Sabu untuk masuk ke lokasi tempat wisata, tak lupa seorang guide menemani kami dan bertugas memotret kami berdua juga....
 
Wisata alam Kalabba Madja

Kemanapun Abang pergi, Eneng ikutt...



Mulai sore


Sunset di Pulau Sabu

Kami sempat membeli satu kain untuk suami dan selendang lebar untuk saya sendiri, hari mulai sore kami bergegas pulang menuju pelabuhan, melewati pantai dengan matahari yang mulai menuju peraduannya, indah ...syahdu....
Tak lama kami datang dari kanan pelabuhan, langsung menuju SPBU lagi untuk MCK dan kemudian mengisi perut , membeli makan dan minum untuk bekal di kapal dan tak lupa membelikan makan minum untuk nenek sebelah tempat tidur kami yang kami titipi tas, menjelang magrib kami sampai di pelabuhan yang ternyata cukup ramai , banyak warga sekitar berkumpul dan sebagian ramai-ramai bermain bola di pinggir pantai dengan sunset di latar belakangnya…sebagian menonton atau sekedar saling berbincang, suasana yang indah…rasanya seperti di suatu tempat bertahun-tahun yang lalu....

Sunset di Pelabuhan Sabu

Tempat kapal Uma Kalada parkir

Duduk sambil memandang matahari sampai benar-benar tenggelam
 
Pukul 00 .15 kapal fery Uma Kalada mulai meninggalkan pelabuhan Sabu, daaannn…tak lama kemudian gelombang tinggi dan kapal berjalan ditengah arus menyamping membuat kapal berjalan merayap….sungguh malam yang panjang….dan hari yang panjang…,karena kami baru sampai di pelabuhan di Kupang sore-sore sekitar pk. 16.00 tanggal 18 Juli 2019…
Suami saya mengantarkan bawaan nenek sebelah sampai bertemu penjemputnya, kepala saya terasa tetap bergoyang-goyang saat turun ke darat karena lama di atas kapal dengan gelombang cukup tinggi dan tidak bisa tidur, tetapi ketika kami mulai keluar pelabuhan dan menapaki aspal jalanan menuju kota  Kupang , kepala saya berangsur sehat dan kami langsung mencari makan karena dari pagi saya cuman makan cemilan yang saya beli di Waingapu. 

Kota Kupang adalah kota besar, hotel-hotelnya banyak dari yang kecil sampai hotel ternama dan menawarkan kenyamanan prima, tempat- tempat makan pun sangat bervariasi, beberapa restoran fast food  seperti KFC, J.Co , Bread Talk sudah ada di Kupang, demikian juga ayam bakar wong Solo dan toko-toko bakery .
Malam itu kami menginap di hotel Astiti dekat pusat kota Kupang, membayar sekitar 280k dengan Traveloka, hotel lama dengan penerangan agak redup tetapi nyaman dengan kamar relatif besar, tersedia air panas , ada teras dan parkiran luas, tempat tidur terasa sangat nyaman saat sesudah mandi saya melemparkan diri di atasnya…Alhamdulillah….kami tidur pulas malam itu.
  
Jumat 19 Juli 2019 pukul 7.33 kami sudah siap berkendara, sebelumnya kami menitipkan tas pada pihak hotel karen besoknya kami akan menginap disana lagi, hari itu kami menuju perbatasan Timor Leste, jalanan mulus cuaca cerah, langit biru, kadang melewati hutan kecil, kadang pemukiman, kadang melewati bukit-bukit perdu kecoklatan . Di pinggir jalan banyak yang menjajakan hasil buminya apakah itu pisang , beberapa buah papaya , sawi, jeruk, dsb. Jeruk-jeruknya berwarna oranye cerah menggiurkan.
 
Jalanan yang  mulus dan sepi
 
Kami sempat mampir ke Air terjun Oesusu karena lokasinya pas di pinggir jalan yang kami lewati…tetapi jalan menuju kesananya ,Gan….; berpanas-panas melewati hutan kering yang sepi, hanya ada kami berdua dan suara pijakan kaki kami diatas daun-daun kering…ahh, terlalu sepi meskipun siang hari...imajinasi horror saya kok jadi kemana-mana ya…, jadi ingat kisah "KKN di Desa Penari "...heheheh, kami melewati sungai kecil dengan air seadanya membuat saya membuat analisa bahwa air terjunnya pastinya sedang surut karena kemarau panjang sehingga aliran sungainya nyaris tak terdengar..jadi kami memutuskan kembali tanpa bertemu muka dengan air terjunnya...#pasangan cepat menyerah..hehe

Gapura air terjun Oesusu

Ada aliran sungai kecil yang hampir mengering
 
Keringat berleleran saat kami sampai di tepi jalan tempat memarkir motor, dan langsung meneruskan perjalanan menuju perbatasan Wini.
Saat itu pukul 15 .00 dan kami hampir sampai perbatasan Wini ketika pandangan saya tertumbuk pada meja dengan camilan yang sudah saya rindukan..ahahahah…lebay…gorengan hangat terpajang disana, kebetulan kami belum makan siang dan saya menghabiskan berapa gorengan dengan minuman dingin, ahh,,bahagianya…penjual gorengannya berasal dari Lamongan, setelah berbincang sejenak kami meneruskan perjalanan dan sampai di perbatasan Wini, mengobrol dengan dua TNI yang berjaga disana, mendengarkan suka duka sebagai TNI yang ditempatkan jauh dari rumah,  dan tak lupa kami  foto-foto untuk kenang-kenangan.

Ketemu gorengan hangat sebelum perbatasan Wini

Gerbang Perbatasan Wini

Banyak pengunjung berfoto disni

Dari sana kami melewati pantai Wini yang indah, suami menawarkan untuk mampir  tapi keinginan itu seketika ambyar saat saya membaca papan bertuliskan ‘Awas Buaya’ lengkap dengan gambar  kepala buaya disana….aduh..duh….seindah-indahnya pantai kalo harus ketemu buaya meski hanya saling pandang saja tetap saja menjadi cerita seram…, dilewat aja bang...😁

Pantai Wini
 
Hari sudah sore dan suami memacu Yamaha  melewati tempat-tempat yang asing yang indah , maksud asing di sini pemandangan itu tidak saya temukan di P.jawa…jalanannya sepi melalui bukit-bukit coklat dengan pohon-pohon sebagian berwarna coklat yang tumbuh relatif berjauhan…ada semacam gunung batu yang tersorot matahari sore…kemudian melewati pantai dengan sunset yang nyaris sempurna dengan sekelompok anak kecil bermain di pinggirnya sambil tertawa-tawa…kemudian memewati padang yang luas dengan sekelompok ternak yang masih mencari rumput di bawah matahari yang mulai redup…sungguh situasi dan pemandangan yang indah yang membuat kami tidak saling berbicara selain menikmatinya…..

Sunset pantai di tepi jalan; suara tawa anak-anak yang bermain menambah keindahannya

Sunset lagi

Pemandangan yang unik dan asing...hanya ada di P Timor
 
Hari sudah malam saat kami sampai di Atambua, setelah makan kami mencari penginapan yang jumlahnya cukup terbatas. Kami menginap di hotel Timor, lumayan lah untuk istirahat malam itu.
Pada tanggal 20 Juli 2019 pukul 07.50 kami sampai di Pos Perbatasan Motaain, perbatasan Indonesia dengan Timor Leste yang paling besar, bangunan di dalamnya besar dan megah hanya sayang sepertinya kurang dimanfaatkan sehingga saya pikir kalau maintenancenya kurang bangunannya akan cepat rusak, mudah-mudahan tidak ya..sudah capek-capek pemerintahan saat ini membuat pos perbatasan yang sangat bagus.
Hal yang unik di daerah Timor ini adalah ternak babi yang dilepas dan berkeliaran dimana saja, sehingga harus hati-hati dalam berkendara ; seperti yang kami alami saat melewati jalanan yang mulus ,lapang dan sepi sekonyong-konyong ada seekor babi kecil lari-lari kecil melintas...untung pilotnya cepat-cepat mengerem dan kamipun serentak tertawa bersama melihat kelakuan babi batita tsb...
 
Pos perbatasan Indonesia -Timor Leste, Motaain
 
Sampai Kupang sore –sore kami langsung mandi dan bersiap menuju Ja’O Cofee…kami janjian dengan kawan , Felix namanya…keluarganya dulu tinggal di Dili, saat referendum Felix dengan keluarganya memilih  kembali ke kampung halamannya di Timor Barat. Kami berbincang hangat sambiil menikmati roti khas Kupang, dan tak lama kami bergeser mencari makan malam di kampung Solor namanya, kumpulan kali lima yang menjual menu sea food. Disana kami bergabung dengan kawannya Felix dan kami ber4 menikmati makan malam  yang lumayan bikin kami agak kekenyangan..hehe...Menu kami malam itu adalah kakap bakar, cumi bakar , ca kangung dan udang mentega, cumi bakarnya maknyusssss…..
 
Makan Besar di kampung Solor

Cumi Bakarnya Juara
 
Minggu 21 Juli 2019 saya mencari oleh-oleh, kalo emak-emak teteeepp..aja ya, masalahnya saya kuatir digebuki temen-temen kantor kalau habis cuti panjang kembali kerja dengan tangan kosong, hehe……
Sore-sore Felix dan dua  temannya datang ke hotel, Felix memberi saya kenang-kenangan kain Kupang hasil tenunan Ibunya…aduh , saya senang dan terharu sangat…kainnya saya simpan dan syalnya langsung saya pakai untuk ke Café Tebing saat itu, Café Tebing merupakan Café dekat pelabuhan Kupang yang menawarkan Sunset pas di depan tempat duduk tamu…duduk menikmati kopi dengan sunset yang indah dan tertawa bersama kawan-kawan baik…apalagi yang kurang?…selain mengucapkan syukur mendapat kesempatan istimewa seperti itu.

Sunset dari Cafe Tebing


Sunset terakhir di Kupang
 
Senin 22 Juli 2019 jam 5.30 , hari itu merupakan hari terakhir saya di Kupang, ya ..karena cuti saya habis dan tgl 23 Juli saya sudah harus masuk kerja, sementara suami saya yang cutinya unlimited dengan suka cita menyambut ide tersebut, dassarr…..saya sudah paham saat dia mendesak supaya kita ke Kupang dan mendorong saya untuk pulang dengan pesawat saja dan melupakan keinginan saya ingin pulang berasama-sama dia setidaknya sampai Labuan Bajo atau Lombok. 
Saya pulang dengan pesawat Batik Air dari Bandara El Tari Kupang direk ke Cengkareng, lumayan merogoh dompet agak dalam karena penerbangan ini di luar budget dan itinerary…hedeuh…
Dengan durasi 3 jam pukul 9 WIB saya sudah landing di Jakarta dan satu jam kemudian saya sudah di atas travel Primajasa menuju Bandung….selamat datang kenyataan….

Diluar budget....hicks

Menuju Bandung, " Selamat Datang Kenyataan ..."
 
Suami saya  ..? Owh..dia sangat..sangat menikmati perjalanan pulang ke P.Jawa tanpa saya…Senin 22 Juli 2019 di hari yang sama saya pulang ke jakarta, dia menyebrang dengan fery Kupang-Aimere, sesampainya Aimere dia tidak langsung turun ke Labuan Bajo, melainkan mejauh ke Bajawa mencari biji kopi yang belum diroasting… kemudian mencari kopi lagi di Ruteng dan malamnya menginap di Labuan Bajo. Sesampainya di Sape dia menunuju Sumbawa besar  tidak lupa mencari kopi dulu di daerah Sumbawa sebelum akhirnya dia bertemu dengan teman kuliahnya yang bekerja di Sumbawa Besar…., nah kan??..tournya berlanjut ke Jember nengok nenek, mampir Surabaya ke temennya…mampir Yogya ke tempat kerjanya dulu…pokoknya suami saya baru pulang ke rumah kami di Lembang hampir 2 minggu kemudian, wkwkwkwkwk……assyemm..khannn..???

Sulawesi , nantikan kami...

Sekian

5 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. Petualangan yg sangat mengasyikkan. Apalagi yg nyebrang dr kupang ke aimere tdk lgsg ke Labuan bajo tp menikmati lika liku goyangan jalan arah bajawa 😀, Saya jg sangat menikmatinya waktu itu termasuk jg dr bajawa ke kelimutu 😊..flores emang indah. Rencana touring sulawesi kpn teh? Sbtlnya Saya pengen juga touring ke sulawesi tp sepertinya membutuhkan dana yg besar.Btw utk saat Selamat menikmati rutinitas n kita tunggu cerita petualangan selanjutnya 🙏

    BalasHapus
  3. Baca artikel nya jd gatel pengen jalan lg, mbak mau tanya.. berapa budget yg dihabiskan ya? Saya bercita2 pngn riding dari bali explore pulau2 di ntt.

    BalasHapus
  4. Sebetulnya kalau biaya perjalanan dapat menyesuaikan terutama budget makan dan penginapan, menurut saya yang cukup banyak menyerap anggaran dalam touring NTT adalah biaya penyebrangan terutama untuk kendaraan bermotor yang berdasarkan CC-nya...beruntung motor kami 250cc, karena kalau 500cc sudah hampir 2x lipatnya, setiap touring panjang anggaran kami biasanya 10Jt sudah termasuk oleh2..setelah saya evaluasi kalau touring NTT mengasyikan sekali kalau bawa tenda jadi dapat dipertimbangkan buka tenda di tempat2 eksotis selain anti mainstream juga menghemat budget ya...trimakasih sudah mampir mas, salam satu aspal

    BalasHapus