TOURING MOTOR FLORES - SUMBA - TIMOR
Menyusuri Savana Sumba, Memutari Sabu Raijua Dan Sampai
Di Perbatasan Atambua ( Part 2 )
Tujuan utama trip kami kali ini adalah Sumba
Hari pertama di Sumba timur kami menyempatkan diri
menikmati sunset di Pantai Walakiri yang sudah 'femeus', suasana cukup ramai ada
beberapa pasangan sedang melakukan sesi foto pre-wedding, dan kami berfoto
sejenak biar seperti orang-orang..hehhehe...tapi memang pohon-pohon
bakaunya membentuk bayangan sunset yang tidak biasa.
Sunset pantai Walakiri |
Keesokan harinya 15 Juli 2019 pukul 8.33 kami sudah
bersiap menuju Sumba Barat , sempat berhenti di pinggir jalan membetulkan
settingan Packtalk saat ada mobil Navara
menepi dan menyapa kami dan menanyakan apakah kami ada kesulitan…baik
bangeuutttt khan…? Bapak tsb tanpa diminta memberikan kami informasi-informasi
dan tidak lupa memberikan no WA nya dan wanti-wanti untuk jangan
sungkan-sungkan menghubungi beliau apabila terjadi hal-hal yang menyulitkan
kami dan kami berterima kasih atas bantuan bapak pengendara Navara tsb.
Kami melanjutkan perjalanan membelah bukit-bukit savana ,
yang saat itu berwarna coklat karena musim kering, cuaca panas terik tetapi
anginnya kering dan dingin sehingga kami tetap menggunakan jaket. Kami melewati
bukit Warinding yang terkenal tapi kami melewatkan foto-foto karena suami kalau
sedang keenakan riding suka males berhenti, bête dah…padahal sy cita-cita sekali foto disana sambil pegang kain dikibarkan gitu..tp bulu keteknya sih ga ikut berkibar-kibar yaaa...
Perjalanan kami menuju Sumba Barat cukup nano-nano ;
kadang melewati bukit-bukit savanna, kadang perkampungan, kadang hutan kecil
yang cukup teduh, tidak membosankan pokoknya dan mata kami selalu melihat kiri- kanan dan tak sabar menanti apa yang akan kami lihat di depan..menyerapnya seperti spons...dan kelak memerasnya dalam kenangan....
Tidak melulu savana, ada bagian yang sejuk seperti ini |
Pukul 12.14 kami sampai di pusat kota Waikabubak, kami
berkeliling sebentar dan memutuskan menuju air terjun Lapopu yang petunjuk
jalannya tampak dari jalan raya yang kami lewati , ternyata dari sana kami
harus melewati jalan kecil naik turun yang cukup jauh sehingga membuat saya ragu apakah air terjunnya benar-benar ada disitu, dan membuat saya deg-degan
karena sangat sepi karena tidak ada pemukiman maupun aktifitas penduduk misal berkebun dll.
Akhirnya pukul 12.52 kami sampai
di air terjun Lapopu , membayar retribusi 20 K, membayar parkir dan harus
memakai Guide meski jarak air terjun hanya seperminuman teh dari loket…, hanya
tampak beberapa turis lokal dan sepasang turis mancanegara yang berenang
sekedarnya dan berfoto sambil berciuman mesra di bawah air terjun , sepertinya
hasil jepretannya bakal eksotik seperti sepasang manusia yang tersesat di air terjun antah
berantah , padahal kami di pinggirnya
berjejer menonton…#ah suka sirik aja ‘mak.., wkwkwkkwk
Pusat kota Waikabubak |
Disini pinggir kalan utama ada papan petunjuk ke Lapopu |
Dari sini masih lumayan jauh & jalannya sepi |
Menuju Lapopu |
Air terjun Lapopu |
Setelah dari air terjun Lapopu , suami saya sangat kepo
dengan Nihiwatu yag terkenal itu, kami pun riding kesana melewati jalanan yang
sedang diperbaiki dan pemukiman penduduk yang mayoritas masih sederhana, dan
tak lama kami sampai di depan Resort Nihiwatu dengan jargon “ Age of wildness
“, dan ….kami balik kanan karena pantai Nihiwatu pantai private, ihihi..
Pantai Nihiwatu yang terkenal dicapture dari kejauhan soale ga boleh lewat atau masuk, hicks |
Sempat berkeliling tidak jelas di Waikabubak, akhirnya
karena satu dan lain hal kami memutuskan kembali ke Waingapu Sumba Timur…wkwkkwkw…pasangan galau,
kamipun pulang melewati jalur yang sama dan pukul 19 lebih kami sampai di
Waingapu ,makan sekedarnya dan menginap di Baim Homestay dengan membayar 250K.
Malam itu kami mendapat informasi kurang menyenangkan
dari ASDP Waingapu, yaitu karena cuaca buruk penyebrangan Waingapu – Aimere
yang sedianya hari Selasa 16 Juli 2019 ditunda, dan kemungkinan baru ada penyebrangan ke Aimere hari Jumat 19
Juli 2019. Tetapi kami mendapatkan
informasi juga bahwa Selasa sore ada penyebrangan waingapu - Kupang.
Kami berdebat agak alot untuk menyusun rencana, seperti
yang sudah saya sampaikan sebelumnya trip ini tujuannya adalah Sumba,
rencananya Selasa kami mulai perjalanan pulang menuju Aimere , untuk
selanjutnya balik ke Labuan Bajo, Sape, Sumbawa , Lombok, dst. Sementara
penyebrangan ke Aimere baru tersedia Jumat, itupun kalau cuaca memang sudah
bersahabat , nah..kalau masih cuaca buruk? Berapa lama kami harus stay di Sumba?
Daaann…nn.., malam itu kami putuskan untuk meneruskan
perjalanan ke Kupang …tet..tereret..tetetttttt….😃
Selasa 16 Juli 2019 , kami masih punya waktu untuk
jalan-jalan, maka pukul 9-an kami sudah menyusuri savanna Puru Kambera , kami
mendapatkan informasi tempat ini dari kenalan saat kami makan bakso malam-malam
di Waingapu, kenalan kami tsb sedang bertugas di Waingapiu karena ikut dalam
proyek PLTU di sekitar Puru Kambera.
Berbeda dengan savanna Bukit Warinding yang
berbukit-bukit dengan jalanan di celah-celahnya, savanna Puru Kambera
jalanannya membelah tengah savanna dan berdekatan dengan pantai yang masih
bersih, sepi dan indah , pantai yang masih perawan lah pokoknya.
Savana yang berbatu |
Jalanan yang lurus membelah savana menuju pantai |
Pantai di Puru Kambera |
Sandalwood..? |
Pemandangan yang spesifik Sumba |
Kami sangat
menikmati perjalanan dan pemandangan di Puru Kambera ini, dan kembali ke kota Waingapu
dengan perasaan puas ..lapar dan haus..hahha…akhirnya kami menemuka RM
Primadona yang cukup ramai dan ternyata makanannya juga enak , saya menemukan
sayur bayam disini dan pemiliknya ternyata orang Madiun. Sekalian saja kami
membeli nasi untuk bekal di kapal dan kami langsung ke Pelabuhan Waingapu,
tidak lupa membeli sesisir pisang dan camilan untuk tambahan bekal.
Disini kami
juga membuktikan keramahan warga NTT, suami saya lupa jalan ke Pelabuhan dan HP
low batt sehingga tidak dapat melihat map, beberapa saat kami berputar-putar ada pengendara motor menyapa dan
menanyakan kami hendak kemana karena melihat motor kami
bolak-balik…hehe….saat kami sampaikan bahwa kami menuju Pelabuhan , mas nya
itu mempersilakan kami mengikuti motornya untuk diantarkan kearah pelabuhan…
Aduh, luar biasa baik sekali masnya ini.
Menu pilihan di RM Primadona - Waingapu |
Bekal untuk di Kapal |
Jadwal di Pelabuhan |
Tiket kami, Waingapu - Kupang |
Bersiap masuk , ketemu lagi dengan kapal fery Uma Kalada |
Pukul 15.01 kami
sudah mendapatkan tiket fery Waingapu –Kupang, dan membayar 628K untuk motor
dan kami berdua, mihil juga ya..?memang yang paling menyita anggaran dalam perjalana ini adalah tiket penyebrangan...hahahaha
Pukul 16.28 kami sudah di atas kapal Uma Kalada …ya,
kapal yang sama dengan yang kami tumpangi dari Aimere ke Waingapu, dan
beruntung kami mendapat tempat tidur untuk kami berdua karena saat itu kondisi kapal
penumpangnya cukup penuh sehingga ada sebagian penumpang yang tidak mendapatkan
tempat tidur ataupun tempat duduk.
Di atas kapal Uma Kalada , gantungan pisangnya, sangat eye catching...hehe |
Malam itu saya tidak bisa tidur karena gelombang cukup
tinggi. Saya duduk sambil melamun (
karena sinyal komunikasi sudah lenyap ) . Ada nenek sebelah saya melakukan perjalanan sendirian sama-sama tujuan ke Kupang, beliau menyapa saya dan bertanya mengapa saya tidak tidur, waktu
saya bilang gelombangnya tinggi nenek itu mengiyakan dan bilang biasanya
gelombang tidak setinggi itu, nah..apa saya ga tambah senewen??
Alhasil saya baru
dapat tidur pukul 3.00 dinihari
17 Juli 2019 pukul 8.00 kapal merapat di Pulau Sabu…nama
lengkapnya Kabupaten Sabu Raijua, Pulau kecil di pas di tengah-tengah di antara
Pulau Sumba dan Pulau Timor, Raijua adalah pulau kecil sebelah pulau Sabu, sehingga nama kabupatennya merupakan gabungan dua nama pulau tsb yaitu Sabu Raijua.
Kami mendapat informasi dari nakhoda bahwa kapal
baru akan berangkat meneruskan perjalanan ke Kupang pukul 00.15. Nahlo…trus kami apa-apaan di kapal dari pukul 8 pagi sampai tengah malam? Kami bilang ke Nakhoda
akan berkeliling di P Sabu dan akan kembali ke Kapal sekitar Isya, nakhoda
mengijinkan dan kami bertukar nomor HP
untuk dapat saling menghubungi apabila ada perubahan jadwal.
Kami menitipkan tempat tidur kami dan tas kepada nenek
sebelah tempat tidur kami, hehehe..beliau akan tetap di kapal katanya, soalnya
ampun dah klu nanti kembali ke kapal tempat tidur kami sudah ada yang menempati, saya
bisa-bisa harus duduk di emperan seharian/semalaman ….
Kami keluar pelabuhan dan mengambil jalan ke kiri, dan
nantinya saat pulang jelang sunset kami datang dari arah kanan..…
Pulau Sabu, diantara Sumba dan Timor |
Pertama pasti, kami mencari SPBU dan tak lama keluar dari
pelabuhan tampak SPBU yang masih relatif baru dengan toilet/kamar mandi bersih
dan air lancar. Petugas SPBU sangat ramah dan mempersilahkan
kami MCK disitu sekalian ganti kostum .
Tak pakai lama suami sudah memacu Yamaha melewati jalanan
yang sepi, entahlah seperti mimpi… saya kok bisa sampai di pulau itu dan saya
baru tahu kalau di Indonesia ada tempat bernama pulau Sabu/kabupaten Sabu
Raijua….sepertinya pengetahuan geografi dan peta buta saya minim…
Menapaki aspal pulau Sabu |
The sky so blue.... |
Tak lama kami sampai di desa adat Kuji Ratu di Sabu
Timur. Kami berbincang dengan pegawai desa yang menghampiri kami saat kami
memarkir motor , bapak itu merupakan keturunan dari desa Kuji ratu tsb dan
beliau yang mengantar kami ke dalam
dan memberi informasi tentang desa adat
tsb.
Desa tsb berupa pemukiman yang sekelilingnya dipagari
batu yang disusun, batu-batunya mirip potongan batu-batu karang putih gitu, rumah-rumahnya
beratap daun lontar dan di tengah kampung kecil itu terdapat pohon lumayan
besar dan di bawahnya terdapat batu besar datar yang meyerupai meja; menurut informasi tempat tsb merupakan tempat penghuni
desa mengadakan pertemuan atau rapat desa.
Saya sempat memotret sebentar sampai sekonyong-konyong saya diteriaki bapak-bapak yang sedang duduk-duduk tak jauh dari pohon besar itu dengan menggunakan bahasa setempat, beliau menunjuk-nunjuk saya, Ma Sha Alloh..saya sempat kaget dan takut kualat karena saya pikir saya tidak boleh mengambil gambar pohon besar dan meja batu yang disakralkan itu… ternyata bapak itu menunjuk hijab saya, kalau diterjemahkan bapak itu menyampaikan masuk ke desa adat tsb kita tidak boleh menutup kepala, sayapun cepat-cepat kabur…dan Pak pengurus desa meminta maaf pada bapak-bapak tadi dan menyampaikan bahwa dia yang salah karena lupa tidak memberi tahu saya soal hijab…aduh, ada-ada saja…
Saya sempat memotret sebentar sampai sekonyong-konyong saya diteriaki bapak-bapak yang sedang duduk-duduk tak jauh dari pohon besar itu dengan menggunakan bahasa setempat, beliau menunjuk-nunjuk saya, Ma Sha Alloh..saya sempat kaget dan takut kualat karena saya pikir saya tidak boleh mengambil gambar pohon besar dan meja batu yang disakralkan itu… ternyata bapak itu menunjuk hijab saya, kalau diterjemahkan bapak itu menyampaikan masuk ke desa adat tsb kita tidak boleh menutup kepala, sayapun cepat-cepat kabur…dan Pak pengurus desa meminta maaf pada bapak-bapak tadi dan menyampaikan bahwa dia yang salah karena lupa tidak memberi tahu saya soal hijab…aduh, ada-ada saja…
Salah satu desa adat di Sabu |
Tempat rapat desa |
Pagar desanya dari batu yang disusun |
Suasana Desa adat, masih dihuni dan sudah ada listrik dan parabola |
Tak lama kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Cemara tak
jauh dari desa adat Kuji Ratu, pukul 11.51 kami sampai dipantai Cemara, pas
tengah hari dan hot-hot nya...pantai-pantai yang kami temui di perjalanan Sumba-Timor
ini kesannya seragam, yaitu indah, bersih , sepi dan perawan…pantainya menampakkan
gradasi biru muda sampai biru tosca…indah bangetlah pokoknya, kalau di pulau
Jawa pantai seperti ini pasti sudah penuh pengunjung, hotel dan PKL….heuheu
Menuju Pantai Cemara, panas nian... |
Pantai Cemara |
Kami melanjutkan perjalanan , melewati pinggiran pantai….kadang
kami melewati pantainya dari
ketinggian…saya agak cemberut karena suami suka coba-coba jalan/jalur yang
nyeleneh…sementara cuaca amboi panasnya…tapi anak-anak sekolah yang sedang
berjalan beriringan menuju pulang di hari yang panas itu cukup menghibur saya,
kami saling sapa dan mereka semua ceria dan murah tawa…cuman yang saya heran , kenapa di
Sumba dan P Sabu hampir tidak ada yang menggunakan transportasi sepeda ya…
apakah tidak suka atau tidak ada yang jual….sepertinya Pak Jokowi harus
bagi-bagi sepeda di NTT…
Tak lama sekitar pukul 12 30 kami sampai di Pantai Rae
Mea…cocok untuk mandi-mandi di pantai karena tidak ada gelombang dan
airnya jernih...., kami foto-foto sebentar dan membayar sukarela pada pemuda yang
menghampiri kami dan berbincang-bincang tentang pantai tsb, oh ya pantai Rae
Mea sudah ada spot foto dan gazebo-gazebo untuk istirahat atau sekedar
berteduh.
Gazebo di Pantai Rae mea |
Pantai Rae Mea |
Spot Foto Pantai Rae Mea |
Kami meneruskan perjalanan melewati tambak-tambak garam,
dan jalan mulai menanjak sehingga nampak pemandangan pantai dari atas.
View pantai dari jalan yang kami lalui |
Mungkin dia sedang berfkir," Ini helmku, mana motorku.." |
Pukul 14.35 kami mulai melewati jalana yang aspalnya
terkelupas, tampak penduduk yang memikul air karena rupanya kemarau yang
lumayan panjang membuat daerah tersebut mengalami krisis air bersih.
Jalannya agak kurang rata |
View yang kami lewati |
Pukul 15.10 kami sampai di jalan dengan papan petunjuk
lokasi Kalabba Madja yang terkenal…Sebelumnya saya sudah ribut ke suami ingin mengunjungi
tempat tujuan wisata ini, eh ternyata kita melewati jalanannya…kami pun belok
dan seperti biasa tempatnya agak jauh dari jalan utama, kami berpapasan dengan
sekelompok ibu-ibu dan bertegur sapa, sambil menginang/sirih salah satu ibu
menjelaskan kalau mereka akan membuat atap rumah dari daun lontar…suami saya
menggoda apakah ibu-ibu itu yang memanjat pohonnya…mereka semua tertawa dan menjawab
bahwa suami atau para laki-laki yang memanjat dan mengambil daunnya….wkwkwkwk, mereka orang-orang yang positif dan ceria...
Tak lama kami sampai di Kalabba Madja, tempat wisata alam
dimana terdapat batu-batu besar yang karena proses alam membentuk formasi
–formasi yang unik dan memunculkan warna-warna batuan yang unik pula. Kami
membayar @ 25K untuk tiket dan @ 10K untuk menyewa kain karena kami harus
mengenakan kain khusus tenunan Sabu untuk masuk ke lokasi tempat wisata, tak
lupa seorang guide menemani kami dan bertugas memotret kami berdua
juga....
Kemanapun Abang pergi, Eneng ikutt... |
Mulai sore |
Sunset di Pulau Sabu |
Kami sempat membeli satu kain untuk suami dan selendang lebar
untuk saya sendiri, hari mulai sore kami bergegas pulang menuju pelabuhan,
melewati pantai dengan matahari yang mulai menuju peraduannya, indah ...syahdu....
Tak lama kami datang dari kanan pelabuhan, langsung
menuju SPBU lagi untuk MCK dan kemudian mengisi perut , membeli makan dan minum
untuk bekal di kapal dan tak lupa membelikan makan minum untuk nenek sebelah
tempat tidur kami yang kami titipi tas, menjelang magrib kami sampai di
pelabuhan yang ternyata cukup ramai , banyak warga sekitar berkumpul dan sebagian
ramai-ramai bermain bola di pinggir pantai dengan sunset di latar
belakangnya…sebagian menonton atau sekedar saling berbincang, suasana yang
indah…rasanya seperti di suatu tempat bertahun-tahun yang lalu....
Sunset di Pelabuhan Sabu |
Tempat kapal Uma Kalada parkir |
Duduk sambil memandang matahari sampai benar-benar tenggelam |
Pukul 00 .15 kapal fery Uma Kalada mulai meninggalkan
pelabuhan Sabu, daaannn…tak lama kemudian gelombang tinggi dan kapal berjalan
ditengah arus menyamping membuat kapal berjalan merayap….sungguh malam yang
panjang….dan hari yang panjang…,karena kami baru sampai di pelabuhan di Kupang
sore-sore sekitar pk. 16.00 tanggal 18 Juli 2019…
Suami saya mengantarkan bawaan nenek sebelah sampai bertemu penjemputnya, kepala saya terasa tetap bergoyang-goyang saat turun ke darat karena
lama di atas kapal dengan gelombang cukup tinggi dan tidak bisa tidur, tetapi
ketika kami mulai keluar pelabuhan dan menapaki aspal jalanan menuju kota Kupang , kepala saya berangsur sehat dan kami
langsung mencari makan karena dari pagi saya cuman makan cemilan yang saya beli
di Waingapu.
Kota Kupang adalah kota besar, hotel-hotelnya banyak dari
yang kecil sampai hotel ternama dan menawarkan kenyamanan prima, tempat- tempat
makan pun sangat bervariasi, beberapa restoran fast food seperti KFC, J.Co , Bread Talk sudah ada di Kupang, demikian juga ayam bakar wong Solo dan toko-toko bakery .
Malam itu kami menginap di hotel Astiti dekat pusat kota Kupang, membayar sekitar 280k dengan Traveloka, hotel lama dengan penerangan agak redup tetapi nyaman dengan kamar relatif besar, tersedia air panas , ada teras dan parkiran luas, tempat tidur terasa sangat nyaman saat sesudah mandi saya melemparkan diri di atasnya…Alhamdulillah….kami tidur pulas malam itu.
Malam itu kami menginap di hotel Astiti dekat pusat kota Kupang, membayar sekitar 280k dengan Traveloka, hotel lama dengan penerangan agak redup tetapi nyaman dengan kamar relatif besar, tersedia air panas , ada teras dan parkiran luas, tempat tidur terasa sangat nyaman saat sesudah mandi saya melemparkan diri di atasnya…Alhamdulillah….kami tidur pulas malam itu.
Jumat 19 Juli 2019 pukul 7.33 kami sudah siap berkendara,
sebelumnya kami menitipkan tas pada pihak hotel karen besoknya kami akan
menginap disana lagi, hari itu kami menuju perbatasan Timor Leste, jalanan
mulus cuaca cerah, langit biru, kadang melewati hutan kecil, kadang pemukiman,
kadang melewati bukit-bukit perdu kecoklatan . Di pinggir jalan banyak yang
menjajakan hasil buminya apakah itu pisang , beberapa buah papaya , sawi, jeruk,
dsb. Jeruk-jeruknya berwarna oranye cerah menggiurkan.
Jalanan yang mulus dan sepi |
Kami sempat mampir ke Air terjun Oesusu karena lokasinya
pas di pinggir jalan yang kami lewati…tetapi jalan menuju kesananya ,Gan….; berpanas-panas
melewati hutan kering yang sepi, hanya ada kami berdua dan suara pijakan kaki kami diatas
daun-daun kering…ahh, terlalu sepi meskipun siang hari...imajinasi horror saya kok jadi kemana-mana ya…, jadi ingat kisah "KKN di Desa Penari "...heheheh, kami melewati sungai
kecil dengan air seadanya membuat saya membuat analisa bahwa air
terjunnya pastinya sedang surut karena kemarau panjang sehingga aliran sungainya nyaris tak terdengar..jadi kami memutuskan kembali tanpa bertemu muka dengan air terjunnya...#pasangan cepat menyerah..hehe
Gapura air terjun Oesusu |
Ada aliran sungai kecil yang hampir mengering |
Keringat berleleran saat kami sampai di tepi jalan tempat
memarkir motor, dan langsung meneruskan perjalanan menuju perbatasan Wini.
Saat itu pukul 15 .00 dan kami hampir sampai perbatasan
Wini ketika pandangan saya tertumbuk pada meja dengan camilan yang sudah saya
rindukan..ahahahah…lebay…gorengan hangat terpajang disana, kebetulan kami belum
makan siang dan saya menghabiskan berapa gorengan dengan minuman dingin,
ahh,,bahagianya…penjual gorengannya berasal dari Lamongan, setelah berbincang sejenak
kami meneruskan perjalanan dan sampai di perbatasan Wini, mengobrol dengan dua
TNI yang berjaga disana, mendengarkan suka duka sebagai TNI yang ditempatkan jauh dari rumah, dan tak lupa kami foto-foto untuk kenang-kenangan.
Ketemu gorengan hangat sebelum perbatasan Wini |
Gerbang Perbatasan Wini |
Banyak pengunjung berfoto disni |
Dari sana kami melewati pantai Wini yang indah, suami
menawarkan untuk mampir tapi keinginan
itu seketika ambyar saat saya membaca papan bertuliskan ‘Awas Buaya’ lengkap
dengan gambar kepala buaya disana….aduh..duh….seindah-indahnya pantai
kalo harus ketemu buaya meski hanya saling pandang saja tetap saja menjadi
cerita seram…, dilewat aja bang...😁
Pantai Wini |
Hari sudah sore dan suami memacu Yamaha melewati tempat-tempat yang asing yang indah
, maksud asing di sini pemandangan itu tidak saya temukan di P.jawa…jalanannya
sepi melalui bukit-bukit coklat dengan pohon-pohon sebagian berwarna coklat
yang tumbuh relatif berjauhan…ada semacam gunung batu yang tersorot matahari
sore…kemudian melewati pantai dengan sunset yang nyaris sempurna dengan
sekelompok anak kecil bermain di pinggirnya sambil tertawa-tawa…kemudian memewati
padang yang luas dengan sekelompok ternak yang masih mencari rumput di bawah
matahari yang mulai redup…sungguh situasi dan pemandangan yang indah yang
membuat kami tidak saling berbicara selain menikmatinya…..
Sunset pantai di tepi jalan; suara tawa anak-anak yang bermain menambah keindahannya |
Sunset lagi |
Pemandangan yang unik dan asing...hanya ada di P Timor |
Hari sudah malam saat kami sampai di Atambua, setelah
makan kami mencari penginapan yang jumlahnya cukup terbatas. Kami menginap di
hotel Timor, lumayan lah untuk istirahat malam itu.
Pada tanggal 20 Juli 2019 pukul 07.50 kami sampai di Pos
Perbatasan Motaain, perbatasan Indonesia dengan Timor Leste yang paling besar,
bangunan di dalamnya besar dan megah hanya sayang sepertinya kurang
dimanfaatkan sehingga saya pikir kalau maintenancenya kurang bangunannya akan
cepat rusak, mudah-mudahan tidak ya..sudah capek-capek pemerintahan saat ini
membuat pos perbatasan yang sangat bagus.
Hal yang unik di daerah Timor ini adalah ternak babi yang dilepas dan berkeliaran dimana saja, sehingga harus hati-hati dalam berkendara ; seperti yang kami alami saat melewati jalanan yang mulus ,lapang dan sepi sekonyong-konyong ada seekor babi kecil lari-lari kecil melintas...untung pilotnya cepat-cepat mengerem dan kamipun serentak tertawa bersama melihat kelakuan babi batita tsb...
Hal yang unik di daerah Timor ini adalah ternak babi yang dilepas dan berkeliaran dimana saja, sehingga harus hati-hati dalam berkendara ; seperti yang kami alami saat melewati jalanan yang mulus ,lapang dan sepi sekonyong-konyong ada seekor babi kecil lari-lari kecil melintas...untung pilotnya cepat-cepat mengerem dan kamipun serentak tertawa bersama melihat kelakuan babi batita tsb...
Pos perbatasan Indonesia -Timor Leste, Motaain |
Sampai Kupang sore –sore kami langsung mandi dan bersiap
menuju Ja’O Cofee…kami janjian dengan kawan , Felix namanya…keluarganya dulu
tinggal di Dili, saat referendum Felix dengan keluarganya memilih kembali ke kampung halamannya di Timor Barat.
Kami berbincang hangat sambiil menikmati roti khas Kupang, dan tak lama kami
bergeser mencari makan malam di kampung Solor namanya, kumpulan kali lima yang
menjual menu sea food. Disana kami bergabung dengan kawannya Felix dan kami
ber4 menikmati makan malam yang lumayan bikin kami agak kekenyangan..hehe...Menu kami malam itu adalah kakap
bakar, cumi bakar , ca kangung dan udang mentega, cumi bakarnya maknyusssss…..
Cumi Bakarnya Juara |
Minggu 21 Juli 2019 saya mencari oleh-oleh, kalo emak-emak teteeepp..aja ya, masalahnya saya kuatir digebuki temen-temen kantor kalau habis cuti panjang kembali kerja dengan tangan kosong, hehe……
Sore-sore Felix dan
dua temannya datang ke hotel, Felix
memberi saya kenang-kenangan kain Kupang hasil tenunan Ibunya…aduh , saya
senang dan terharu sangat…kainnya saya simpan dan syalnya langsung saya pakai
untuk ke Café Tebing saat itu, Café Tebing merupakan Café dekat pelabuhan
Kupang yang menawarkan Sunset pas di depan tempat duduk tamu…duduk menikmati
kopi dengan sunset yang indah dan tertawa bersama kawan-kawan baik…apalagi yang
kurang?…selain mengucapkan syukur mendapat kesempatan istimewa seperti itu.
Sunset dari Cafe Tebing |
Sunset terakhir di Kupang |
Senin 22 Juli 2019 jam 5.30 , hari itu merupakan hari
terakhir saya di Kupang, ya ..karena cuti saya habis dan tgl 23 Juli saya sudah
harus masuk kerja, sementara suami saya yang cutinya unlimited dengan suka cita
menyambut ide tersebut, dassarr…..saya sudah paham saat dia mendesak supaya
kita ke Kupang dan mendorong saya untuk pulang dengan pesawat saja dan
melupakan keinginan saya ingin pulang berasama-sama dia setidaknya sampai
Labuan Bajo atau Lombok.
Saya pulang dengan pesawat Batik Air dari Bandara El Tari
Kupang direk ke Cengkareng, lumayan merogoh dompet agak dalam karena
penerbangan ini di luar budget dan itinerary…hedeuh…
Dengan durasi 3 jam pukul 9 WIB saya sudah landing di
Jakarta dan satu jam kemudian saya sudah di atas travel Primajasa menuju
Bandung….selamat datang kenyataan….
Diluar budget....hicks |
Menuju Bandung, " Selamat Datang Kenyataan ..." |
Suami saya ..?
Owh..dia sangat..sangat menikmati perjalanan pulang ke P.Jawa tanpa saya…Senin 22 Juli 2019 di hari yang sama saya pulang ke jakarta, dia menyebrang dengan fery Kupang-Aimere, sesampainya Aimere dia
tidak langsung turun ke Labuan Bajo, melainkan mejauh ke Bajawa mencari biji
kopi yang belum diroasting… kemudian mencari kopi lagi di
Ruteng dan malamnya menginap di Labuan Bajo. Sesampainya di Sape dia menunuju
Sumbawa besar tidak lupa mencari kopi
dulu di daerah Sumbawa sebelum akhirnya dia bertemu dengan teman kuliahnya yang
bekerja di Sumbawa Besar…., nah kan??..tournya berlanjut ke Jember nengok
nenek, mampir Surabaya ke temennya…mampir Yogya ke tempat kerjanya
dulu…pokoknya suami saya baru pulang ke rumah kami di Lembang hampir 2 minggu
kemudian, wkwkwkwkwk……assyemm..khannn..???
Sulawesi , nantikan kami...
Sekian
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Kerennnn mbak ku😍
BalasHapusPetualangan yg sangat mengasyikkan. Apalagi yg nyebrang dr kupang ke aimere tdk lgsg ke Labuan bajo tp menikmati lika liku goyangan jalan arah bajawa 😀, Saya jg sangat menikmatinya waktu itu termasuk jg dr bajawa ke kelimutu 😊..flores emang indah. Rencana touring sulawesi kpn teh? Sbtlnya Saya pengen juga touring ke sulawesi tp sepertinya membutuhkan dana yg besar.Btw utk saat Selamat menikmati rutinitas n kita tunggu cerita petualangan selanjutnya 🙏
BalasHapusBaca artikel nya jd gatel pengen jalan lg, mbak mau tanya.. berapa budget yg dihabiskan ya? Saya bercita2 pngn riding dari bali explore pulau2 di ntt.
BalasHapusSebetulnya kalau biaya perjalanan dapat menyesuaikan terutama budget makan dan penginapan, menurut saya yang cukup banyak menyerap anggaran dalam touring NTT adalah biaya penyebrangan terutama untuk kendaraan bermotor yang berdasarkan CC-nya...beruntung motor kami 250cc, karena kalau 500cc sudah hampir 2x lipatnya, setiap touring panjang anggaran kami biasanya 10Jt sudah termasuk oleh2..setelah saya evaluasi kalau touring NTT mengasyikan sekali kalau bawa tenda jadi dapat dipertimbangkan buka tenda di tempat2 eksotis selain anti mainstream juga menghemat budget ya...trimakasih sudah mampir mas, salam satu aspal
BalasHapus