TAMAN NASIONAL GUNUNG
HALIMUN ( TNGH ) - CITALAHAB – CIPTAGELAR
27-30 Juni 2020
Saat touring Sulawesi – Ternate - Kalimantan pada akhir
tahun 2019, kami sudah membaca berita tentang virus Corona yang menyerang
China, dan kami tidak menyangka ternyata sampai di NKRI dan menjadi pandemi ,
sehingga sejak April 2020 kita semua
harus mengalami semi “lockdown” atau PSBB ( Pembatasan Sosial Skala Besar ) .Praktis
kami berdua terkurung selama PSBB sampai kulit saya menjadi pucat…sementara
salah satu cita-cita saya keluar kerja pada th 2019 adalah ingin bebas
jalan-jalan…,sedihhh..hatiku sedih…
Bulan Juni 2020 mulai era “New Normal” atau normal baru; sementara dari data
pemerintah nyatanya pengidap virus Corona cenderung bertambah banyak setiap
harinya, sehingga saat suami bolak-balik menyebut Sunda wiwitan, Ciptagelar , short escape, ingin camping , dst…saya berfikir bagaimana
caranya kita bisa jalan-jalan sejenak dengan aman di masa pandemi ini, akhirnya kami putuskan untuk jalan-jalan short escape, kali ini tidak
dengan motor dan menghindari tidur di
hotel sehingga kami jalan-jalan menggunakan kendaraan roda empat dan membawa perlengkapan camping …tujuannya adalah
TNGH-Citalahab-Ciptagelar.
Sebetulnya saya sendiri sudah sejak lama ingin ke Citalahab, dan
saya pernah membaca ada blog pesepeda yang melalui jalan hutan dari Citalahab tembus
ke Ciptagelar dan saya lihat di map memang ada jalur hutan Gunung Halimun
yang menghubungkan kedua desa tersebut.
Saya mencari data dari tulisan/catatan perjalanan di media
daring untuk menuju TNGH/Citalahab kok
saya malah bingung, karena hampir
semua tulisan memberi petunjuk jalan
berangkat dari arah Jakarta , sementara kami berangkat dari Lembang.
Saat memulai perjalanan saya bilang suami bahwa kita ke arah
Sukabumi, tetapi saat kami memakai google map diarahkan ke jalur Puncak dan
masuk Bogor, yang ternyata setelah kami sampai kesana kami baru paham ; memang ada jalur dari Sukabumi dan ada yang
jalur dari Bogor, yang ternyata jalur dari Bogor ini yang paling “ mana tahan”,
yaitu lebih jauh dan kondisi jalannya
lebih parah, ahahahaha…
Sabtu tanggal 27 Juni
2010 kami berangkat setelah dzuhur, biasalah banyak ini-itu...sesuai petunjuk
google map kami ke arah Cianjur,masuk Cianjur sekitar pukul 13.30, selanjutnya berjalan
merayap di Puncak yang mulai ramai
pengunjung sejak diberlakukan normal baru, bermacet –macet di Bogor sampai Leuwiliang, disana kami membeli makanan secara drive thru di Mc D dan makan di
parkirannya , terus terang saya masih agak takut makan di public place apalagi
tempat makan yang ramai-ramai. Di ujung jalan Leuwiliang itu kami bertemu jalan bercabang,
dengan petunjuk jalan ke kanan ke arah Jasinga tembus Rangkasbitung, maka kami mengambil ke kiri ke arah Nanggung
/ jl.Raya Ace Tabrani, dan saat itu hari
sudah gelap kemudian turunlah hujan yang amat derasnya..( tapi
tidak makan daging anji** dengan sayur kol spt di Siborong-borong ,ya…haha..)
|
Sampai Cianjur udah hampir pukul.14..kesiangan berangkatnya..heuu |
Mulailah kami melewati jalan gelap yang sepi, sempit, berkelok, curam, dan saat itu sudah di atas pukul
20.00 ..yang saya kuatirkan adalah longsor dan jarak pandang yang terbatas
karena hujan deras dan kabut, sehingga saat melihat ada bangunan kosong di kiri jalan kami menepi dan menunggu hujan
agak reda.
Kami melanjutkan perjalanan dan pukul 22.12 kami sampai depan
gapura desa Malasari, kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
Pukul 22.29 kami sampai di Gerbang Taman Nasional Gunung
Halimun, dannnnnn.,..mulailah jalur semi off road , jalan tronjol-tronjol yang
cukup panjang diiringi hujan, suami saya sepertinya cukup menikmati berkendara
memakai 4WD, sementara saya jelalatan melihat jalan dan berusaha menepis
pikiran-pikiran mistis..haha… sampai akhirnya kami bertemu plang bertuliskan perkebunan
teh “Sumi Asih “ atau dikenal perkebunan teh Nirmala. Saat itu sudah hampir
pukul 23.00 dan hujan sudah berhenti, mulai ada jalan bercabang tanpa papan nama sehingga kami
bertanya –tanya sendiri ,” Belok atau lurus ,ya?”…sementara google map sudah
hilang sinyal dan belum ada tanda-tanda keberadaan desa Citalahab , maka kami
putuskan untuk tidur di dalam mobil, di tengah jalanan kebun teh… terlalu
mengantuk untuk memikirkan yang tidak-tidak, kamipun pulas sampai subuh
menjelang.
|
Desa Nanggung |
|
Ada bangunan kosong,entah bangunan apa.. kami menepi sejenak menunggu hujan agak reda.. |
|
Desa Malasari...sepiii.. |
|
Petunjuk jalan.. |
|
Gerbang TNGH |
|
Petunjuk wisata..sebaiknya kawan-kawan ga usah ambil jalur sini yaaaa,,,,jalannya parah,Gann |
Minggu 28 Juni 2020 ,
Pagi-pagi sekali kami bangun , menggelar
tikar ,merebus air dan menikmati kopi dan teh panas sambil menikmati pemandangan kebun teh yang menyegarkan mata…rasanya tenang
dan membuat entah kenapa, senyum selalu tersungging di wajah kami..
Hari sudah sepenuhnya terang saat mulai ada pemotor-pemotor yang melintas dan mulailah saling tegur sapa
meski kami tidak saling mengenal, sangat khas..dan tidak kita temui di kota,
hehe..
|
Kebun teh Nirmala, malamnya tidur disini kita... |
|
Jauh kemana-mana , makanya malamnya tepar di sini.. |
|
Happy Birthday..., kue ultahnya martabak sisa kemarin aja ya.. |
Pukul 08.00 kami melanjutkan perjalana menuju Desa Citalahab Sentral, pesan saya adalah pasang
mata baik-baik dan bertanya pada orang
yang kita temui, karena saat itu kami kebablasan cukup jauh sampai melewati
kantor TNGH Cikaniki, hahahah…sehingga hampir dzuhur kami baru sampai ke desa Citalahab Sentral
dan diarahkan ke parkiran satu-satunya di desa tersebut dan langsung ditemui
pak Suryana, beliau semacam pengelola wisata desa tsb, kami diantar menuju
camping ground di pinggir sungai dan hanya ada kami berdua yang membuka tenda
disana .
Karena hanya membawa logistik seadanya , kami memesan makan
3x pada bapak pengelola desa tsb, siang itu kami mendapat menu nasi +telur
dadar, malamnya nasi goreng + telur ceplok, besok paginya nasi+ ayam kampung
goreng. Kami terlalu malas untuk jalan-jalan sehinga kegiatan kami hanya
berleha-leha sambil minum kopi depan tenda dan mandi di sungai .
Desa Citalahab Sentral tidak terlalu dingin, ketinggiannya kalau
saya lihat dari altimeter <1300 mdpl, tapi airnya dingin sehingga saat akan
nyebur ke sungai rasanya galau antara mandi..tidak..mandi..tidak....haha...,
kalau tidak ingin mandi di sungai kita dapat menumpang mandi di rumah warga,
tetapi tetap saja tidak tersedia air panas ya…
|
Pos TNGH Cikaniki, kita sampe kebablasan kesini..padahal desa Citalahab Sentral jauhh...di belakang.. |
|
Akhirnya , kemping! |
|
Cuma ada tenda kita aja.. |
|
Sungainya , lumayanlah...ga bersih & jernih2 amat sih |
|
Indomie itu tambah enak klu dimakan pas kemping...hehe |
|
Berleha-leha saja |
|
Hari gini ga jaman kemping gelap2an ya gaes.. |
Senin 29 Juni 2020 pagi, kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan ke
kasepuhan Ciptagelar, kami membayar 260k untuk makan 3x dengan menu yang saya sebutkan
sebelumnya, parkir, restribusi , dll . Mahal atau tidak silakan teman-teman
nilai sendiri ya…tapi mungkin ke depan kalau saya camping lagi di Citalahab, saya memilih
untuk membawa logistik lebih lengkap dan masak-masak sendiri , karena dapat
dimaklumi harga makanan relatif mahal disana karena memang lokasinya jauh
kemana-mana.
Di Citalahab kami
mendapat informasi penting yaitu : jalur Citalahab –Ciptagelar melalui hutan
gunung Halimun sudah lama ditutup dan hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki,
mountain bike atau motor trail…mobil sudah tentu tidak dapat lewat, dan jalur sepanjang 3.5 km tsb cukup menyiksa para pengendara motor trail apalagi saat musim hujan karena
sebagian jalan sudah menjadi jalur air…so, lupakan jalur eksotis tsb dan
kami harus mlipir mengelilingi TNGH
turun ke arah pantai selatan untuk kemudian naik lagi ke arah pegunungan menuju
Ciptagelar melalui 2 jalur , jalur
Cikakak dekat hotel yang dikenal dengan Samudra Beach Hotel, atau melalui jalur
Cisolok melalui beberapa kasepuhan yang notabene lebih panjang dan cukup
menantang..dan kami memilih berangkat melalui jalur Cisolok yang aduhai…yaitu merupakan jalan non aspal dengan tanjakan curam
dan meliuk-liuk tanpa pembatas jalan …aih, tangan saya agak berkeringat dingin
saat melalui jalur tsb .
Menuju Kasepuhan Ciptagelar kita akan melewati kasepuhan
Ciptamulya dan Sirnaresmi yang pernah terkena longsor parah pada akhir tahun 2018 . Lokasi Kasepuhan Ciptagelar sendiri berada
di ketinggian, sehingga sejak Cisolok jalan cenderung menanjak dan setelah
melewati kantor desa jalur sudah non
aspal dan mulailah tanjakan yang cukup
curam sehingga dianjurkan memakai
kendaraan 4WD. Kami beberapa kali bertegur sapa dengan orang-orang yag kami
temui di jalan dan tak lupa menanyakan arah untuk memastikan kami mengambil
jalur yang benar, karena PR besar kalau kami
harus balik kanan mengingat jalan yang sempit tentunya cukup sulit untuk
memutar kendaraan.
|
Jalur keluar dari TNGH arah Sukabumi |
|
Nah..klu dari Sukabumi gapura TNGH-nya seperti ini |
|
Mulai jalan desa dan ladang-ladang penduduk |
|
Agak galau disini cari jalan... |
|
Pantai Selatan Sukabumi |
|
Makan bakso, ternyata bakso ikan, bukan bakso sapi...hwaaaa..kecewa |
|
Mulai masuk jalur pegunungan |
|
aslinya lebih seram,,, |
|
Mulai sampai di ketinggian |
|
Kasepuhan Ciptagelar memang di pegunungan |
|
View menuju Kasepuhan Ciptagelar |
|
Kebayang khan..kalau tinggal di tempat seperti ini, ga usah mikir kafe dan nge-mall..jauh ! |
Pukul 16.30 kami sampai di kasepuhan Ciptagelar, suasananya
sepi dan kami sempat celingak celinguk
di pinggir lapangan depan ‘imah gede’…sampai akhirnya ada serombongan orang
keluar dan foto-foto , rupanya adik Abah Ugi yang merupakan pimpinan kasepuhan
baru saja lulus sidang UPI Bandung yang dilakukan secara online karena kondisi pandemi.
Ohya, sinyal telkomsel sudah menghilang akan tetapi desa Ciptagelar mempunyai WIFI
sendiri dan kami membayar Rp.7500 untuk internet 1 hari /orang.
Akhirnya kami berkenalan dengan pak Yoyo Yogasmana sebagai
jubir atau penerima tamu kasepuhan; awalnya kami tidak berencana menginap di
kasepuhan Ciptagelar, tetapi karena asyik berbincang tentang “Sunda Wiwitan” sambil
ngopi sampai pukul 2 dinihari dengan pak Yoyo , akhirnya kami menginap dengan
tidak lupa meminta izin terlebih dahulu kepada abah Ugi untuk bermalam disana
dan menyampaikan maksud kedatangan kami kesana yaitu ingin tahu dan mengenal
tentang kasepuhan Ciptagelar tsb. Untuk datang berkunjung ke kasepuhan
Ciptagelar hanya sekedar melihat-lihat tentunya tidak ada masalah, tetapi
apabila kita akan mencari tahu lebih dalam kita harus mempunyai rasa toleransi
yang besar karena mungkin saja ada hal-hal yang terdengar kurang sejalan dengan pemahaman kita ; jadi sebaiknya serap saja informasi yang kita peroleh untuk memperkaya pengetahuan kita tentang keaneka ragaman budaya di nusantara
Malam di desa Ciptagelar cukup dingin, paginya Selasa 30 Juni 2020 kami sudah berkemas dan berpamitan pulang,
setelah foto-foto sebentar sekitar pukul .8.00 kami sudah meninggalkan desa
Ciptagelar menggunakan jalur berbeda, kali ini kami “ hanya” akan melewati
jalur hutan sepanjang s 9 km yang jalurnya jauh lebih bersahabat dibanding kami berangkat
kemarin. Setelah jalur hutan kita akan masuk jalur desa yang mana jalannya
persis di tengah-tengah rumah penduduk, sehingga kita harus membuka kaca
jendela untuk mengucap salam pada orang-orang yang kita lewati…tak lama
kemudian kita masuk jalur aspal dan berujung pada jalur pantai selatan dan kita
belok kiri tampaklah Samudra Beach Hotel di kanan jalan…
|
Imah Gede, eh ada bebek... |
|
Pemukiman di kasepuhan Ciptagelar, kok pas ada bebek ngikut foto terus |
|
Imah Gede, tempat abah Ugi menerima tamu |
|
Deretan leuit atau lumbung padi |
|
sudah ada sistem air, listrik mandiri dan wifi |
|
kopi V60 ala Ciptagelar |
|
Doski berpose dengan pak Yoyo, Ciptagelar punya saluran radio & TV sendiri |
|
Lapangan depan imah gede tempat dilakukan kegiatan-kegiatan kasepuhan |
|
Deretan leuit |
|
Deretan leuit ini memang spot foto yang bagus..haha |
|
mulai meninggalkan kasepuhan |
|
Bye...deretan leuit di jalur keluar kasepuhan |
|
setelah jalur hutan dan desa, ketemu jalan mulus.. |
|
Jalan keluar menuju Cikakak |
|
View dari ketinggian |
Dari sana kami mengambil “kampung”jalur Cianjur selatan dimana kita akan masuk
kota Cianjur melewati perkebunan karet Agrabinta, yaitu jalur Sindangbarang,
menuju Sukanegara , masuk Cianjur kota dan sampai Lembang hari sudah gelap.
Menurut saya berkendara dengan mobil meski hanya short
escape kok terasa lebih melelahkan dibandingkan berboncengan menggunakan motor
ya…atau mungkin jalur tronjol-tronjol membuat badan lebih capek, entah ya..yang
jelas kami merindukan touring motoran lagi…ya Alloh..semoga pandemi ini cepat
berlalu, aamiin.
Hebat. Lalu di peta mana betul tergambar trek citalahap - ciptagelar lgs (tdk muter cipeuteuy) ? . . Aku sdh 2x treking jalur kopasus & brimob, rencana jajal "jalur raja2 pajajaran tsb"
BalasHapusTrims
BalasHapus1x lg maaf salah masuk blog
BalasHapus