Minggu, 21 Mei 2017

TOURING BALI-FLORES DAN ILE APE LEMBATA



TOURING BONCENGER BALI-LARANTUKA  DAN IILE APE LEMBATA ( DESEMBER 2016)



Touring motor kali ini lama  kami impikan , dan terwujud pada 18 Desember 2016 sekaligus menjajal Yamaha Nmax yang kami tebus September 2016 ; waktu itu langsung kami jajal ke Garut via Kamojang yang ternyata terasa sekali tremor & kerasnya suspensi Nmax terutama dirasakan saya sbg boncenger,  maka sebelum start Touring NTT kami mengganti shockbreaker dengan shockbreaker Ohlins sampai suami sy sengaja berangkat ke Jakarta untuk mendapatkannya & memastikan original bergaransi. Kami memasang bagasi tambahan dengan volume isi yang sekedarnya karena bila terlalu besar body Nmax yang tambun jadi bertambah gemuk dong.. tapi tidak masalah karena bagasi bawah jok Nmax cukup besar untuk menampung barang kami.
Sehubungan cuti kerja terbatas maka saya memulai touring dari Bali ; jadi suami saya berangkat terlebih dulu mengendarai Nmax lewat jalur selatan, transit di rumah kawan di Yogya dan Jember untuk kemudian menjemput saya di Ngurah Rai 2 hari kemudian , barang- barang pribadi sebagian besar sudah dipack dan dibawa suaami  sehingga saya hanya membawa ransel berisi  dompet, gadget dan peralatan darurat lainnya

Tgl 18 Desember 2016 saya berangkat dari Bandung dengan pesawat siang karena rempong akan meninggalkan rumah cukup lama dan menitipkan rumah & kucing-kucing peliharaan pada orang kepercayaan kami.
Sesampainya di Ngurah Rai sekitar pukul 14.30 cuaca cerah alias panas ; saya membayangkan suami saya sudah menunggu saya di parkiran dan saya akan berlari manja menghampiri dengan efek slow motion…tetapi harapan alay itu sirna karena posisi suami saya masih sekitar 1-2 jam dari Ngurah Rai... saya  nongkrong di bandara kemudian karena bosan  pelan-pelan berjalan keluar dan menunggu depan hotel Haris dalam kondisi bersimbah peluh dan mulut manyun…
Saat ketemu sekitar pukul 16.30 suami saya sudah menangkap sinyal mulut monyong saya sehingga dia tidak banyak komentar dan setelah makan sekedarnya di Denpasar kami langsung cuss ke Pelabuhan Padang Bai dan sampai sekitar pukul 19.00 
Di sekitar Pelabuhan kami ngopi sebentar, berhubung ada dua motor lain yang akan bergabung dan posisinya masih cukup jauh dari Padang Bai, kami membuka Hamock dan saya sempat istirahat sampai dua motor  yaitu Yamaha R25 & Yamaha Scorpio teman suami saya tiba hampir tengah malam, hick….

Gelar hammock di Padang Bai
19 Desember 2016, kami  naik Ferry  lewat tengah malam tanpa banyak mengantri dan mencari posisi untuk tidur, sayangnya gelombang selat Bali cukup besar sehingga saya tidak bisa tidur sampai pagi hari Ferry merapat ke Pelabuhan Lembar. Disini hal menggelikan terjadi, ternyata teman suami saya akan menginap dulu di Mataram ( kebetulan teman suami yang mengendarai Yamaha R25 mempunyai rumah di Mataram)..so, karena cuti saya pas-pasan , takutnya kalau menginap di Mataram tidak sesuai itenerary yang kami buat maka kami berpisah dan  langsung melanjutkan perjalanan ke Sumbawa sekitar pukul 7.00 …jadi kami menunggu berjam-jam di Padang Bai untuk nyebrang bareng doank donk?...

Sempat menyesali kenapa tidak mencari sarapan di Mataram karena kami agak sulit memcari tempat makan , akhirnya di Aikmel kami menemukan rumah makan yang cukup bersih dan murah tetapi sayangnya soto daging yang saya pesan kok pake additional spice srundeng kelapa ya ….sudahlah, yang jelas lepas Aikmel beberapa saat kemudian kami sudah sampai pelabuhan Kayangan ( Mataram - Pelabuhan Kayangan 2.5 jam )

Jalanan Lombok, Sumbawa memang memanjakan pengendara motor seperti kami karena jalanan yang relatif mulus dan lalu lintas yang cenderung sepi, apalagi setelah kami menyebrang dari Pelabuhan Kayangan Lombok ke Pototano ; kami berangkat meninggalkan pelabuhan kayangan  dengan ferry pukul 9.52, harga tiket @49.500 plus kendaraan, sampai Pototano  Sumbawa pukul 12-an  dan lagi-lagi kondisi gelombangnya cukup tinggi.
Jalur sejak Pototano, Sumbawa Besar dan Dompu aspalnya  lebar ,mulus, lurus dan kosong, apalagi ada ruas jalan hasil kerjasama pemerintah propinsi dengan Australia..kami sempat memacu Nmax dengan kecepatan tinggi…hmmm…andaikan di Jawa Barat jalannya sama dengan di Sumbawa yang mulus seperti wajah artis Korea tanpa editan…
Kondisi Jalanan Sumbawa Besar - Dompu

Kondisi Jalanan Sumbawa Besar - Dompu

Kondisi Jalanan Sumbawa Besar - Dompu

Kami sempat makan bakso di warung yang kami temui dalam perjalanan ke Dompu yang ternyata penjualnya asli Malang –Jawa Timur ; ya ampun naluri merantau ya.. bisa sampai di sebuah desa di Sumbawa ?..dari perjalanan selanjutnya  saya berani menyimpulkan bahwa yang meyebarkan bakso di NTT adalah orang Jawa Timur khususnya Malang……

Hari sudah sore ketika kami akan melanjutkan ke Dompu, jalur  yang terkenal di kalangan para penyuka touring ;yaitu jalanan dengan sebelah kanan tebing dan kirinya laut, berliku dan menikung…sayang kami melewatinya dalam kondisi cuaca kurang bersahabat , pasca hujan dan lautnya berwarna abu-abu, demikian pula langitnya…untuk difotopun rasanya kurang indah, dan saat semakin sore suasana berganti semakin suram dan..mistis…hahahah….., buktinya di belakang kami ada motor yang setia menguntit di belakang , pengendaranya sendirian dan tidak berusaha mendahului….kami tertawa saja karena tahu pengendara tsb sedang mencari teman di kondisi jalanan yang sepi, tak ada perkampungan dan mulai gelap, saat kami memasuki desa barulah motor tsb mendahului kami dan tak kelihatan lagi batang hidungnya sampai kami di kota Dompu…..
Di perjalanan hari-hari berikutnya kami di Flores kami seringkali melewati jalur sepi tanpa perkampungan yang cukup panjang, kanan kiri hutan ,kanan hutan kiri jurang atau sebaliknya..kiri hutan kanan pantai atau sebaliknya…tetapi informasi dari orang-orang dan berbagai sumber bahwa jalur trans Flores bebas begal membuat kami merasa aman-aman saja meski perjalanan malam, kalau ngeri-ngeri sedap masalah mistis mah...yah,mau gimana lagi, niat numpang lewat ajalah...
Kami sampai di kota Dompu pukul 19.30, makan ikan bakar yang tampak cukup ramai pembeli yang langsung membungkam teriakan lapar perut  kami dan menginap di losmen yang kalau melihat fasilitasnya sih buat saya tarifnya kemahalan ya..

Ikan bakar, penjualnya wong Jowo

20 Desember 2016, seperti biasa subuh saya sudah bangun,sempat terbersit  ingin mengajak suami berangkat pagi untuk mengejar ferry pagi dari Sape ke Labuan Bajo( jarak Dompu-Sape hanya sekitar 2 jam) tetapi saya pikir kasihan suami saya pasti capek maka kami agak santai-santai dan baru start dari Dompu pukul 8.00 pagi, ini kesalahan fatal kami ternyata…

Jalan memasuki kota Bima

Jalan memasuki kota Bima

Pukul 10.00 kami sampai pelabuhan Sape , ferry ke Labuan Bajo baru saja berangkat.., tapi kami saat itu masih tenang-tenang saja karena ada jadwal ferry Sape – Labuan Bajo yang sore…yang ternyata itu hanya mimpi semata, hick….cuaca buruk…sampai teman suami saya sudah menyusul sampai Sape sore hari , ferry tidak ada yang akan meninggalkan Sape sampai 4 malam 5 hari  berikutnya….ditambah lagi keesokan harinya Bima dilanda banjir bandang yang cukup besar yang menjadi pemberitaan hangat  di berbagai media, jadilah kami terjebak di pelabuhan kecil, tidak bisa maju karena cuaca buruk, tidak bisa mundur karena  terhalang banjir bandang di Bima .
Jadi ferry yang berangkat jam 10 dari Sape ketika kami baru tiba adalah Ferry terakhir yang berangkat ke Labuan Bajo !!..oh God, menyesal tidak ada gunanya…so…kami wasting time di Sape sampai 5 hari , di sebuah penginapan dekat Pom Bensin...membuang waktu dengan berbincang dengan teman-teman senasib, makan, tidur, jalan-jalan, yang otomatis ‘membuang’ cuti saya yang berharga, biaya tak terduga, dan merubah hamper keseluruhan itenerary cantik yang sudah saya rancang

Parkiran Pelabuhan Sape

Ferry di pelabuhan Sape ; menunggu acc Syahbandar untuk berlayar

Menatap hampa ke horison; meratapi cuti terbuang 5 hari di Sape

Teman senasib membunuh waktu dengan memancing, meski hasilnya nihil

Teman-teman senasib di hotel, bakar ikan & dimakan bersama


Sebetulnya ada kapal-kapal kayu yang berangkat ke Labuan Bajo ; yang untuk berlayar tidak perlu persetujuan Syah Bandar, dengan biaya 600rb plus motor..tetapi you know lah….resikonya tanggung sendiri…saya tidak berani, rasanya di usia yang tidak muda lagi bukan saatnya saya gambling untuk urusan keselamatan...

25 Desember 2016 , saya sudah mulai gelisah karena setiap hari ke pelabuhan tidak ada kabar baik, cek cuaca di BMKG terkadang sulit karena sejak banjir bandang sinyal sempat mati sama sekali selama sehari penuh dan mati listrik , akhirnya pagi itu saya mengajak suami untuk pulang dan memilih  leisure di Lombok saja apalagi Bima sudah bisa dilalui. 
Kami sudah berpamitan pada teman-teman di hotel dan kenalan-kenalan di Pelabuhan Sape, kami sudah sampai Bima dan menyaksikan kondisi Bima pasca banjir bandang saat HP saya berbunyi , ternyata kenalan kami di pelabuhan Sape mengabarkan bahwa malam akan nada pemberangkatan ferry ke Labuan Bajo, jadi kami langsung balik kanan dan kembali ke pelabuhan dan bergabung dengan calon-calon penumpang lain , sebagian besar dari mereka menginap di pelabuhan karena tidak mendapat penginapan dan alasan lain.
Kami mengantri tiket sejak pukul 19.00 karena antrian sudah mulai berjejal dekat loket yang bisa-bisanya ada yang memanfaatkan dengan mencopet HP seorang wanita dari Jakarta yang bekerja di Mataram …dengan tiket Rp.180.000 untuk kendaraan dan @ Rp.59.000 perorang, pukul 21.00 kami sudah di dalam lambung kapal Ferry, dan sekitar pukul 03.00 dinihari ferry berangkat …,horrayy!
Kondisi pacca banjir bandang Bima

Kerusakan terutama di pusat kota, pasar & toko-toko

Membersihkan lumpur, kalo kering kebayang debunya ya..

Minimarket pasca banjir bandang Bima

26 Desember 2016 pagi kami sudah diantara gugusan kepulauan Komodo, laut tenang, langit cerah sehingga pemandangan pulau-pulau kecil di kanan kiri Ferry cukup jelas, untuk membunuh waktu selama di atas ferry kami sempat bernincang dengan satu keluarga yang lama tinggal & bekerja di Freeport Papua, dengan nelayan asal P.Rinca yang kehilangan tangannya karena mencari ikan dengan bom ikan, dengan pemilik RM Padang di Lombor , dan dengan anggota TNI Larantuka yang menyarankan kami menyebrang ke Lembata yang di perjalanan hari berikutnya benar-benar kami wujudkan.
Suasama pagi hari di atas ferry menuju Labuan Bajo

Gugusan kepulauan Komodo

Gugusan kepulauan Komodo

Pukul11.00 kami merapat di Labuan Bajo , saling mengucapkan selamat jalan dengan teman-teman seperjalanan dan dengan 2 motor teman suami yang akan melanjutkan perjalanan ke Riung terlebih dahulu, sementara kami karena terlalu lama istirahat di Sape ingin berkendara secapeknya dan memotong itinerary karena waktu kami sudah banyak terbuang.
So turun dari ferry kami langsung joss ke arah Lembor dengan tikungan-tikungan tapal kuda nya, kami melewati hamparan sawah yang sangat luas di kanan kiri jalan dan saat itu sedang panen sehingga suasana cukup ramai.
Ya..Flores adalah pulau yang banyak bukit, pegunungan hijau dan sungai-sungai yang relative masih bersih, menurut saya pemandangannya jadi mirip di Jawa ya, bedanya di Flores masih banyak jalur hutan yang jauh kemana-mana..
Kami makan siang sekitar jam 12 lebih  di warung nasi Banyuwangi dengan pemiliknya yang tidak banyak cakap di kota  kecamatan Lembor.

Labuan Bajo, kami merapat...

Selamat datang di Flores

Panen raya di daerah menuju Lombor

Panen raya sepanjang jalan..

Jalan lurus mulus menuju Lombor

Sekitar pukul 14.30 kami sampai di Ruteng, kota kecil dengan udara sejuk dan lapangan luas depan kantor PEMDA nya, suasananya cenderung lenggang entah karena memang demikian kondisi kotanya atau karena hari itu masih libur Natal, entahlah..yang jelas kami hanya sebentar mengelilingi kotanya, sempat berhenti di toko kue membeli kue kering , kemudian kami langsung melanjutkan perjalanan ke arah Aimere .

Menuju Ruteng

Gerimis kecil menuju Ruteng

Jalan ke Wae Rebo tuh kurang lebih sekitar sini lo...

Gerimis syahdu menuju Ruteng

Ruteng..!

Kami sampai di daerah pantai di Aimere sekitar pukul 17.00 dan berhenti di sebuah warung untuk minum kopi dan membeli mangga arumanis yg muanisss buangett…fuih, too good to be true pokoknya…mangga matang pohon dijual 3-4 biji /10 ribu, saya membeli 20rb , sungguh membahagiakan karena selama musim mangga tahun 2016 baru saat itu saya menemukan mangga matang pohon yang mais dan murah pula…
Menurut Informasi selepas Aimere menuju Bajawa kita akan menaiki bukit yang masih berupa hutan dan tidak ada perkampungan yang berarti tidak ada yang menjual bensin eceran apalagi pom bensin, FYI selama di Flores pom bensin hanya ada di kabupaten & kecamatan besar , itupun sore sudah tutup dan kalau masih buka antriannya mana tahan panjangnya, dan tidak tersedia pertamax. Berbeda dengan Indonesia bagian barat dimana pom bensin bertebaran & berlomba menyuguhkan rest area, toilet dan mini market.
Untuk keperluan MCK sy memakai cara menepi, mencari tempat sepi sambil membawa botol air mineral dan BAK di rimbunan semak, tapi itu kalau siang lho ya..., kalau malam saya serem kalau harus mencari rimbunan semak, jadi saya BAK samping motor aja, hehehe..berlindung dalam kegelapan gitulah..

Pantai di jalanan Aimere
 
Dari Aimere sekitar pukul 17.30 saya sempat berdiskusi dengan suami masalah jalur yang akan kami lewati menuju Bajawa, apakah cukup safety melewatinya saat gelap, akhirnya dengan berbagai pertimbangan kami tetap lanjut dan mulailah kami mulai menanjak menikung di jalur yang sepi di tengah hutan dengan pemandangan tebing yang lama-lama berubah gelap, banyak tikungan putus dan minim petunjuk , sebagian jalan tanpa garis putih pembatas jalan yang sangat berbahaya kalau kita tidak menyadari adanya tikungan, terus terang itulah saat yang menegangkan , selain karena kondisi jalan,  bensin kami saat itu sudah menunjukkan skala rendah dan menurut saya jalur itu termasuk jalur spooky selain di salah satu jalur Bajawa-Ende, akhirnya ketegangan berakhir sekitar pukul 19.30 kami sampai di Bajawa, kota kabupaten yang malamnya saat itu sepi dan cenderung gelap, kami mengisi bensin full dan memutuskan melanjutkan perjalanan ke Ende .

Perjalanan malam resikonya tanpa pemandangan ya, kami sempat melepas lelah pukul.21.30 di sebuah toko fotocopy, disitu saya menyadari rupanya masyarakat Flores banyak yang memakamkan keluarganya depan rumah dan dibangun cukup besar dengan lantai keramik dan diberi atap, ya..karena beberapa meter dari tempat kami meluruskan punggung ada makam disana. Setengah jam kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Ende, jalur spooky ke-2, melewati pinggiran pantai dan tebing di sebelah kiri, berkelok kelok gelap dan tak ada pengendara lain selain kami , saat itu saya sudah cukup mengantuk tetapi kelip lampu dari kejauhan menghibur saya dan pukul.23.00 WITA kami sampai di kota kabupaten Ende, tempat pengasingan Bung karno dulu.. Saat berhenti untuk browsing penginapan di samping kantor KODAM kami disapa penjaga dan mempersilahkan kami masuk , setelah berbincang mereka memberi petunjuk kepada kami hotel terdekat , duh ramah-ramahnya bapak-bapak ini...

27 Desember 2016, pukul 8.00 pagi kami sudah meninggalkan penginapan dengan cerita tanah longsor sebelum Moni dari penjaga hotel, yang katanya masih belum bisa dilalui, aduh mas ini kok nakut-nakuti..tapi masa kita mundur ,jadi ya kami coba aja dulu , jadi kita tetap menuju Moni dengan terlebih dahulu makan nasi kuning di warung makan yang kami lewati.
Terus terang selama di Sumbawa dan Flores tidak ada wisata kuliner yang biasa kami lakukan apabila berpergian ;  kami sering kesulitan mengisi perut karena jarangnya rumah makan/warung nasi apalagi di luar kota kabupaten, entahlah mungkin kami kurang informasi juga ya..

Benar saja sebelum Moni ada longsoran tebing cukup besar , malah masih ada batu sebesar mobil masih bertengger di tengah jalan, tetapi jalan sudah bisa dilalui..
Memang sepanjang jalan kami touring , kami banyak menemui longsor dari yang kecil-kecil sampai yang besar seperti di Moni ini, makanya saya sih  pikir-pikir dulu kalau mau jalan saat hujan lebat atau sesudah hujan lebat, tetapi syukurlah sepanjang perjalanan kami hanya mengalami sedikit gerimis kecil di Ruteng, setelah itu kami kering-kering saja dalam berkendara.
Pukul 11.lewat kami sampai di Kalimutu, panasnya minta ampun, salah sendiri ya biasanya orang-orang ke Kalimutu itu dinihari untuk menunggu sunrise, kami malah siang-siang..
Saking panasnya sampai ada pengunjung yang kepanasan sehingga menaiki pinggir kawah mengenakan helm, saya cukup prepare karena membawa payung,tapi tetap saja saya tidak ingin lama-lama di atas, setelah melihat ke-3 kawah dan foto-foto sekedarnya kami bergegas turun dengan keringat berleleran...
Sampai di bawah kami istirahat sejenak duduk-duduk ngadem di bawah pohon sambil mengupas mangga yang kami  beli di Aimere, dan satu mangga sisanya saya berbagi kesegaran dengan memberikannya pada penjual souvenir di depan kami ; yang uniknya mangganya tidak dimakan tapi disimpan untuk anaknya di rumah…waduhh, jadi terharu..andai mangga kami masih mempunyai yang lain


Jalan Longsor di ruas Ende-Moni

Jalan Longsor di ruas Ende-Moni



Teriknya jalanan menuju  Kalimutu



Lepas makan siang kami sampai di Maumere, kota pinggir pantai yang lumayan besar dan ramai, ditandai dengan pom bensin lebih dari satu, ada bioskop dan karaoke, dan hotel yang cukup bagus. Kami servis motor di  bengkel Yamaha  kota Maumere yang terik, sehingga kami menunggu servis di warung es kelapa muda dan saya sampai habis 2 gelas , kemudian mencari makan siang dan kami menemukan warung nasi yang juga menjual bakso, saya pesan nasi dengan bakso dan bravo!..kuah baksonya enak sehingga saya menyeruput kuahnya sampai tetes penghabisan.

Pukul 15.30 kami meninggalkan Maumere menuju Larantuka, melewati hutan kemiri yang luas  dan disambut hiasan pohon-pohon natal sepanjang jalan memasuki kota,indah pokoknya apalagi kami sampai di Larantuka menjelang magrib sehingga hiasan lampu-lampu pohon natalnya seolah menyambut kami. 
Kami berkeliling dan melewati gereja-gereja yang cukup ramai karena masih ada acara keagamaan pasca Natal, akhirnya menemukan penginapan yang sesuai budget, kabarnya merupakan penginapan pertama di Larantuka dan kami mendapat potongan harga karena kami bertemu pemilik hotelnya dan mengutarakan keberatan kami karena fasilitas hotel kurang sesuai dengan harga yang ditetapkan. Pemilik hotel tsb ternyata berdomisisli di Jakarta yang khusus pulang ke Larantuka untuk mengurusi hotel peninggalan orang tuanya yang memang tampak kurang terurus “ meski bagaimanapun hotel ini yang sudah membiayai kami bersaudara sekolah sampai sarjana” demikian kata pak pemilik hotel. Aduh...super sekali,pak...


Menuju Larantuka

Makam depan rumah

pertama saya pikir patung sapi..ternyata sapi betulan
                                       Pertama saya pikir patung sapi, ternyata sapi betulan...

Selama di Larantuka kami diskusi mau kemana & ngapain aja, kemudian kami teringat kawan perjalanan di ferry  yang menyarankan kami menyebrang ke Lembata, saya mencari –cari info tentang Lembata, ternyata selain terkenal dengan tradisi berburu paus di Lamarera , ada juga gunung api Ile Ape yang cukup membuat kami tertarik, tetapi bagaimana kami bisa sampai kesana?...saya browsing tentang Ile Ape dan menemukan akun Face Book yang menawarkan mengantar ke Ile Ape dan ada no Hp nya juga disana, ya sudah saya coba telpon dan tersambung…okay, jalan terbuka untuk kami menuju Lembata , kami pun tidur cukup pulas malam itu.

28 Desember 2016, pukul 8 .00 pagi kami sampai di pelabuhan, dan sayangnya kapal kayu menuju Lembata sudah penuh sehingga kami menunggu pemberangkatan berikutnya pukul.9.00, motor langsung dinaikan dan diikat dengan tali direnteng dengan motor lain, saya pun duduk depan kabin pengemudi dan sempat berbincang-bincang dengan pak nakhodanya, ternyata dulunya bapak tersebut kerja di kapal besar, tetapi orang tuanya memanggil untuk kembali dan jadilah dia nakhoda kapal kayu di Larantuka.
 
Pelabuhan Larantuka

Motor kami

Kapal kayu yang membawa kami ke Lembata

Kapal kayu Transportasi antar pulau
 
Perjalanan Larantuka – Lembata memakan waktu sekitar 4 jam, melewati penangkaran mutiara dan pulau-pulau di kanan  kiri kami, cuaca cerah, gelombang cukup bersahabat, dan pukul 13.30 kami merapat di P.Lembata , pulau kecil dengan pantai-pantai yang indah , jernih, bersih..ah..tidak cukum menggambarkannya dengan kata-kata...
Kami makan siang di warung nasi Jawa Timur yang cukup ramai, dan bertemu menu yang menyenangkan saya : sayur bening bayam..hehehe, akhirnya ketemu sayur hijau….
Pulau sepanjang jalan menuju Lembata

Laut Bersih bening sepanjang selat menuju lembata

Berpapasan  kapal kayu lain

Berpapasan kapal kayu lain

Airnya jernih

Laut tenang

Penangkaran mutiara


Pukul 14 .lebih kami bertemu Mas Vincent , kenalan dadakan kami dan berdiskusi di tempatnya pak Goris. Ternyata pak Goris pernah tinggal di Bandung dan Vincent  sempat kuliah di Surabaya, oalah..…
Kami langsung membeli logistik dan mampir ke pasar membeli seekor ikan Kuwe seberat 4 kg dengan harga 60 rb saja untuk kami bakar sebagai bekal kami, kemudian kami menuju rumah mas Vincent untuk menitipkan sebagian barang dan menuju pondokan di kaki gunung Ile Ape sebelum magrib

Ikan Kuwe bekal kami naik Ile Ape
 
Gunung Ile Ape, Ile Ape = gunung api, dapat kita tempuh dalam sehari pulang pergi apabila berangkat dini hari, tetapi karena besok siangnya kami akan kembali ke Larantuka, maka untuk menghemat waktu kami berangkat malam itu juga ke pondokan, dan tidur disana sampai dinihari, saya memilih tidur di hammock dan malam itu saya susah tidur karena kebodohan saya tidak mengganti kaus yang basah oleh keringat sehingga malam itu saya  kedinginan.
Catatan lainnya tidak adanya mata air di Ile Api meski saya lihat dari jalur menuju puncak sebetulnya ada jalur bekas sungai , makanya kabarnya jaman dulu banyak yang menghuni gunung Ile Ape tetapi entah mengapa menurut Vincent sejak jaman PKI sungai tsb tidak lagi mengalirkan air dan penghuninya turun gunung ke arah dataran rendah/pinggir pantai.
 
9 Desember 2016, dinihari kita sudah berangkat, Gunung Ile Ape sebetulnya tidak terlalu tinggi, tidak sampai 2000 mdpl, tetapi karena letaknya pinggir laut tentunya kami start dari sekitar 400mdpl , PR kami masih lumayan, ditambah udara pantai yang panas lembab, dan kami berdua baru menjalani route touring yang cukup panjang maka stamina kami cukup terkuras, bagaimana ya saya menggambarkannya…rasanya tidak keruan, panas lembab, kaus basah, haus terus, berhenti sebentar berasa dingin, nano-nano lah rasanya, sampai suami saya sempat muntah...hehe..…tetapi semua terbayar ketika sampai di pinggir kawahnya, pemandangan kaldera yang cukup luas dan masih aktif, kemudian sisi lainnya pemandangan pantai dengan gradasi warna biru yang indah.
 
 
Eneng lelah, bang..! 
Mendekati Puncak

Kaldera Ile Ape

Pemandangan pantai dari sisi kanan
 
Kawan-kawan dari Lembata

 
Kami tidak berlama –lama di atas, maka pukul 8.00 kami sudah bergegas turun, sampai di pondokan Vincent mengambil kelapa muda dan saya menghabis kan air dari 2 butir kelapa muda dan memakan satu daging kelapa mudanya, itulah makanan kami hari itu karena kami tidak makan lagi sampai Bajawa…
Kelapa muda pemuas dahaga
 
Setelah mandi di rumah Vincent, yang sebetulnya percuma, karena keluar dari kamar mandi kaus saya sudah basah lagi oleh keringat, kami langsung berpamitan kepada tuan rumah dan  menuju pelabuhan untuk kembali ke Larantuka, kapal kami berangkat pukul 11.00, dan penyebrangan kali ini kami diguyur hujan deras dan gelombang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, tetapi kapal sampai  Larantuka ontime, pukul 15 kami sampai Larantuka dan suami saya menolak makan dulu , dia memilih lanjut  terus dan makan di jalan yang apesnya kok ya tidak menemukan tempat makan sampai kami tiba Bajawa, kami makan di RM Padang yang kurang memuaskan lapar saya, sehingga saya membeli tambahan  martabak telur yang ternyata isinya bukan daun bawang tetapi kubis ...

Di Maumere kami memilih hotel Sylvia supaya bisa beristirahat  dan memanjakan diri dengan mandi air panas, dan disana kami bertemu 2 motor teman suami saya , ternyata mereka baru akan ke Kalimutu keesokan harinya.
 
Bye....
Meninggalkan Ende
 
 
Salah satu view pantai di ruas jalan Ende

depan sekolah yang besar banget 
Batu-batu alam yang menempel di tebing...jadi pingin nyungkil2 deh...

Nah , kalau di zoom batu-batunya seperti ini, di Bandung 40rb perkarung ukuran karung beras

30 Desember 2016, seperti biasa kami agak santai-santai, sehingga pukul 8.00-an kami baru start meninggalkan Maumere dan ngejos sampai Ruteng sekitar pukul 17.00. Disana kami sempat berkeliling mencari penginapan dan menemukan penginapan dengan aksen kayu,Hotel Rima namanya, sayangnya pas suami saya mandi ,air panasnya berhenti padahal udara di Ruteng cukup dingin….tinggallah suami saya menyelesaikan mandi sambil misuh-misuh kedinginan, hehe....


Jalan Trans Flores


Pohon kemiri dimana-mana
31 Desember 2016 , jam 7.00 kami sudah menuju Labuan bajo,antara Ruteng-Lombor kami sempat melihat orang menenun kain depan rumahnya dan saya minta mampir dan akhirnya membeli 2 helai kain sarung tenun seharga Rp.600 rb, yah menghargai waktu yang dihabiskan oleh si ibu untuk menenun manual sarung itu…

Penenun kain di Ruteng


Penenun Kain dan sarung hasil tenunannya


Memandikan Nmax di sungai

Sampai di Labuan Bajo sudah siang, kami mencari penginapan via traveloka, sempat membeli es buah yang menyegarkan di udara yang terik, kemudian setelah menyimpan barang-barang di hotel kami menuju Cunca Wulang, sekitar 20km dari Labuan Bajo dan sampai di lokasi jam.14.30, lokasi Cunca Wulang masuk 4 km  dari jalan raya, sampai pos restribusi kami wajib membayar guide & tiket Rp.100 ribu untuk ber-2, its oke…yang tidak oke kami harus berjalan sekitar 30 menit  menuju lokasi air terjun melewati jalan berbatu dan naik turun , hiks..kami lelah bang….
Sesampainya di air terjun karena sudah sore pengunjungnya hanya ada 4 orang dengan kami, asyik kan..tidak mau melewatkan kesegaran airnya kami berenang atau lebih tepatnya berendam di sungai berair jernih itu untuk melepas penat dan panas..

Berjalan menuju Cunca Wulang bersama pak guide

Cunca Wulang

Air terjunnya
 
Menyambut bening dan segarnya air

Ini berenang, bukan hanyut ya...

Pukul 17.lebih kami sudah menuju Hotel , bergegas mandi untuk kemudian menuju Kampung Ujung, yeayyy…!..akhirnya makan enak, kami memesan ikan bakar, cumi goreng tepung dan ca kangkung, sempat bertemu satu keluarga yang sebelumnya kami bersama-sama dari pelabuhan Sape.

Gerbang Kampung Ujung
 
Kampung Ujung memang lokasi makan sea food terkenal di Labuan Bajo, harga lumayan terjangkau .. meski mengalami kejadian kurang mengenakan dengan ibu warungnya yang penting kami makan kenyang malam itu, dan malam tahun baru kami lewati dengan tidur pulassssss….
1 Januari 2017, karena cuti saya habis dan tanggal 2 Januari harus mulai kerja, terpaksa saya meninggalkan suami sendiri meneruskan sisa perjalanan sampai Jawa….hari itu saya merogoh kocek lebih dalam dan diluar budget untuk pulang memakai pesawat Garuda Labuan Bajo-Denpasar-Bandung, ya semua karena kami tertahan 5 hari di Sape sehingga perjalanan kami benar-benar diluar itinerary awal.
Tetapi begitulah perjalanan, kadang kita sudah dirancang sesempurna mungkin, ada saja yang terjadi di lapangan; apalagi ini menyangkut kuasa Tuhan yaitu masalah cuaca, bagaimana kita mampu melawan? kita mengadaptasi saja dan pengalaman adalah guru berharga, jadi lebih baiknya cek website BMKG sebelum memulai perjalanan penyebrangan di perairan Indonesia…

SEKIAN





29 komentar:

  1. pas ngebaca dari awal.. kayanya pas nih buat di jafiin referensi. kebetulan punya angan2 mau ngajak istri keliling naik motor dari balikpapan bawa motor ke maumere via makasar. baru susur flores sampai surabaya. btw nyaman ajakah pantat naik motor jauh2 gtu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahhh...baru balasss, pantat sehat2 aja masss.....oya kami baru touring bdg-sabang, siapa tau menginspirasin juga..

      Hapus
  2. Wow.. sangat menyenangkan.
    Rasanya ingin menjelajah ke Flores.

    BalasHapus
  3. Sepasang bikers, dengan semangat dan tekat luar biasa ... Salut banget, pandai dalam menuturkan memori selama perjalanan ... Tetap semangat ngaspal Teh Nissa ... Mungkin kapan2 bisa touring bareng

    BalasHapus
  4. siyapp...2019 yuk mari keliling sumba ,mas

    BalasHapus
  5. Kereeennn...kira2 hbs berapa teh bugdjetnya diluar penginapan sama makan..haturnuhun

    BalasHapus
  6. trimakasih sdh mampir kang, rata2 klu turing lama budget kami max 10jt sudah all in termasuk oleh2..makanya kami ga meluku tidur di hotel untuk berhemat, salam kenal

    BalasHapus
  7. Saya berencana ke flores akhir tahun ini. apakah kondisi jalan di flores naik curam. karena saya berniat membawa yama scoopy untuk perjalanan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jalanan flores mulusss..tp banyak jalan naik menikung spt tapal kuda...penyebrangan Sape ke Labuan bajo sebaiknya vek website maritim BMKH, salam kenal

      Hapus
  8. Luar biasa.
    Trimakasih sdh mampir d pulau Lembata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pulau cantik, sayang hanya mampir sebentar...., salam kenal

      Hapus
  9. Mantabs...salah satu ref saya krn rencn 26 aug 2019 ini saya mau touring bali-NTT, kpl ke lembata byr brp ya teh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf sy lupa pastinya, tetapi < 100K krn hanya 4 jam penyebrangan , kalau Flores ke Sumba atau Timor memang mencapai 500 rb plus kendaraan , semangatt..n minimal 3 hari di lembata biar puas, jgn buru2spt sy..

      Hapus
  10. Waduh terima kasih banyak yah teh untuk infonya yang sangat berguna. Saya orang asli Flores yang sedang merantau, kebetulan saya dan adik berencana pulang kampung bulan Desember ini menggunakan jalur darat menuju labuan bajo dgn sepeda motor. Awalnya Masih ragu karena banyak pertimbangan ini itu,ttp setelah saya baca blognya teteh, mulai tumbuh keberanian dan rasa optimis. Doakan semoga berhasil 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Info sj..Saya akhir agustus kmrn baru touring bali-kelimutu pp, jalan mulus, ada bbrp titik yg lg diperbaiki tp overall bagus, mulus. Sebaiknya utk ban mtr pake cairan anti bocor krn agak susah tkg tambal ban. Utk ferry sape-bajo kdg jadwal berubah,hrsnya pagi tp brgkt sore tp hny sesekali sj. Sy tiba sape mlm n paginya ke pelabuhan ternyt jadwal ferry sore..akhirnya ke pantai Lariti dg view bagus bgt.
      Biasanya blm desember cuaca laut berombak krn angin monsoon barat. Kmrn ferry dr padang bai ke lembar kena angin kuat dr depan kanan n kpl sedikit oleng krn ombak n kpl berasa digedor2 😥. Semoga rencana pulkam ke flores desember yad lancar n TDK ada kendala..tetap semangat😊💪🙏

      Hapus
  11. salam dari Lembata. saya asli NTB
    penempatan kerja saya di Flores Lembawa/Lewoleba

    BalasHapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  13. Mantap banget ceritanya tapi di lembatanya hanya sebentar aj tpi terimakasih dah sudah mempromosikan pulau Lembata... Amazing perjalanannya👍

    BalasHapus
  14. Di Lembata kami agak terburu-buru karena kendala waktu; blm puas sebetulnya..hahaha.., mudah2an suatu saat dapat mengexplore lebih jauh, salam kenal

    BalasHapus
  15. Malu saya pas baca pengalaman mba & suami touring ke Flores, saya yg punya darah orang Flores aja malah blm pernah kesana dengan istri & anak² 🤦.
    Tp lumayan (setelah membaca &l foto² di sini) cukup membuat rasa rindu akan kampung halaman terobati.
    Semoga suatu saat nanti bs mudik kesana 😊

    BalasHapus
  16. Saya baca dari Start sampai Finish, mungkin ada pengetikan tahun yg berbeda,, btw Jujur ini menginspirasi saya sebagai Penjelajah Touring, yg Cita2 saya adalah menjelajahi Labuan bajo dsknya dari Cimahi. Kira2 memerlukan beberapa hari dan budget kisaran berapa u/ 2org ya,, klo PP??
    Btw sama motor N MAX

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih banyak koreksinya mas...kalau waktu perjalanan apabila explore labuan bajo sy pikir idealnya 14 hari dgn perhitungan perjalana 10 hari yaitu istirahat yogya, surabaya/Pasuruan langsung penyebrangan malam selat lombok ,paginya langsung Dompu, sehari untuk penyebrangan sape -labuan bajo, jadi untuk perjalanan PP 10 hari,untuk budget hitungan saya kisaran 6 jt, dengan perhitungan penyebrangan gilimanuk, lembar, poto tano, labuan bajo 1jt PP, bensin saat kami ke Flores sekitar 4000km PP, N-max kalau tidak salah skitar 40km/lt ( kalau X-max bensin 100rb itu sekitar 320km ) jadi anggap saja 1.2jt untuk bensin..jadi 2.2 jt untuk bensin dan penyebrangan, nah sisanya tergantung bagaimana kita makan; apakah pencinta kuliner seperti kami,cara kita tidur,membayar tiket wisata apabila hendak wisata ( misal ambil Trip Komodo )dan oleh2 untuk teman atau kerabat di rumah..kalau menurut saya di Yogya banyak penginapan murah ,saya pernah mendapat harga 126k untuk penginapan bagus & bersih ( Royal Homy Syariah daerah dekat mall Ambarukmo ), kalau ingin istiahat di pom bensin maka pom bensin Kalasan dapat menjadi altenatif, di daerah jawa timur Pom Bensin Grati di Pasuruan cukup bersih dengan Toilet VIP dan Cafe, kalau menyebrang selat Lombok bisa pilih Ferry yang tengah malam sehingga kita dapat tidur di atas kapal saja, sampai lembar subuh kemudian anda dapat mandi di Pom bensin daerah Praya dan langsung joss ke Dompu atau sape..di Dompu penginapan terbatas dan cukup mahal, yang agak murah penginapan Sahab, di Sape juga demikian ada satu-satunya Pom bensin dekat pelabuhan , banyak yang istirahat disana tetapi toiletnya kurang memadai...demikian kurang lebihnya semoga membantu

      Hapus
  17. Salam kenal. Teh mau tanya dong, kl jd boncenger kan kalau perjalanan jauh suka ngantuk tuh, mau ngobrol susah, jadi gimana caranya supaya ga ngantuk?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahah..ngantuk itu kalau sebelumnya kurang tidur atau kalau bosan karena pemandangan monoton yaaa...kalau kurang tidur n ngantuk berat mending berhenti aja n tidur dulu barang 30 menit,saya sih suka spt itu & tempatnya di mana aja, pom bensin, bale2 rumah orang, teras mesjid, pos kamling, di bawah pohon,...wkwkwkkw, kalau ngobrol bisa pke alat komunikasi (packtalk ) jadi meski sambil berkendara bisa tetap ngobrol & tidak perlu teriak2...salam kenal juga mbak

      Hapus