GUNUNG DEMPO
Malam itu 1 Mei 2016,
kami tidur hanya beberapa jam , karena Yanti , kucing kami yang baru pertama kali melahirkan gelisah dan selalu miaw-miaw merengek minta didampingi,
yah kalau Yanti itu manusia ibaratnya dia itu ABG yang manis manja &
harus sudah melahirkan akibat pergaulan
bebas…akhirnya jam 02.00 dinihari lahiran 4 baby cats dan jam 05.00 kami sudah meluncur dengan taxi ke
terminal Leuwi Panjang Bandung, menunggu Bis Primajasa jurusan Kalideres (
infonya kalau bis Arimbi seringkali tidak sampai terminal Kalideres ), jam
06.30 kami sudah meninggalkan Bandung dengan harga tiket @ Rp 65rb.
“Atas nama N**…atas nama N**..”
Sudah ada yang memanggil-manggil
nama saya sewaktu kami baru akan menjejakkan kaki di terminal Kalideres, ternyata
staf dari Bis Sinar Dempo jurusan Pagar Alam yang saya booked 2 hari
sebelumnya, kami baru sampai di terminal Kalideres sekitar jam 11.40 karena macet saat melintasi Jakarta, setelah
membayar tiket ( @ Rp 260rb) , kami menyempatkan dulu makan siang,
maklum….perjalanan panjang menanti kami gan sist…
FYI Bis Sinar Dempo dari Bandung
ke Pagar Alam hanya berangkat 2x seminggu, sementara dari Terminal Kalideres
berangkat setiap hari sekitar jam 12 siang & tersedia bis ekonomi &
eksekutif.
Saya melirik jam tangan ketika
bis mulai melaju meninggalkan Tanggerang, pukul.13.00, sempat beberapa kali
berhenti untuk mengangkut penumpang
& barang akhirnya bis melaju lancar jaya menuju pelabuhan Merak, pukul
15.00 bis kami langsung memasuki lambung kapal Ferry tanpa mengantri , kami langsung
mencari tempat VIP , membayar @Rp.10 rb, dan
langsung merebahkan diri … saya langsung tertidur , cukup pulas
sepertinya karena saya terbangun mendengar suara khas kapal ketika akan merapat
ke dermaga, lumayanlah ..membayar kekurangan jam tidur…pukul 18.00 kami sudah
memasuki Lampung, bis berhenti untuk istirahat sekitar jam.20.00 di RM Padang,
sepanjang jalan pak supir Bis memutar lagu non stop, dari musik remix, sampai
lagu-lagu Iwan Fals, tetapi volumenya masih dalam batas kesopanan ; karena
tambah malam volume agak diperkecil sehingga kami bisa istirahat meski sesekali
terbangun.
Pukul 02.00 sampai Baturaja
Pukul 05.00 sampai Muara Enim
Pukul 06.00 sampai Pagar Gunung
Pukul 08.00 sampai Pagar Alam,
“Yeaayy…!”
Dari pul Bis Sinar Dempo tawar menawar ojek menuju PTPN, @ Rp20 rb, cukup mahal , tapi daripada jalan kaki.?.
Kami sampai tempat pak Anton, ngobrol sebentar dgn emak, menumpang mandi, menitipkan barang, membayar @5 rb untuk kebersihan , kemudian makan di warung samping PTPN, dan kabar buruknya tidak ada lagi truk yang menuju kampung IV…
Mendaki Gunung Dempo bisa melalui
Tugu Rimau & kampung IV, karena jalur Tugu Rimau sedang ditutup pasca kebakaran & longsor,
jadi semua pendaki diarahkan melalui
jalur kampung IV.
Tidak ada ojek sekitar PTPN yang
bersedia mengantar ke kampung IV,katanya “Jalannya rusak parah, Mbak..”
Akhirnya ada ojek yang bersedia
mengantar , hanya sampai kampung II, jadi kami harus lanjut dengan jalan kaki
menuju kampung IV. Yah.., daripada kami buang-buang waktu kami oke-kan
sajahhh….
Diturunkan di jalan menuju kampung IV, kami diberi tahu orang-orang yang kami temui jalan untuk memotong ke tengah kebun teh untuk menghemat tenaga, jadi siang itu kami judulnya “ Wisata Tea Walk”….Sekitar 2 jam kami berjalan di tengah kebun teh sambil sesekali berhenti untuk mengecek pohon jambu batu yang kami lewati…siapa tau ada tambahan supply vit.C..setelah lapor dan dan mengobrol sebentar sambil menunggu hujan reda di base camp kampung IV, beberapa saat kemudian kami sudah mulai menapaki jalan menuju pintu rimba , pukul 15.00…jalur menuju pintu rimba berupa jalan lebar & masih melintasi kebun teh.
Sore itu kami kehujanan …sampai
malam…
Jalur pendakian Dempo memang ruarrr..biasa…, sudah sepanjang jalan seperti berjalan dibawah shower eh jalur benar-benar tidak ada bonus alias nanjak terus , jalurnya kebanyakan jalur air, dan meminjam istilah orang –orang “ tanjakannya membuat dengkul menempel di jidat”…dan leher ikut pegal karena selalu mendongak ke atas untuk melihat jalur yang akan dilalui…singkat kata , sudahlah…Eneng lelah, Kang..
Si husband jalannua udah 8-1 alias delapan langkah berhenti satu kali,…mengeluh belum makan lagi lah, inilah, itulah…yang jelas pukul 21.00 dia berjalan sudah seperti Zombie yang hujan-hujanan; wajah datar & sudah tidak bisa diajak mengobrol, tapi tahu sendirilah…jalur dempo tidak ada tempat darurat untuk tenda darurat…lagipula saya pegang badan & keringatnya masih hangat bukan keringat dingin jadi saya bersikeras malam itu harus sampai pos 2
Pukul 21.30 masih gerimis kecil,..di puncak keputus asaan ( cie…) kami sampai di pos 2 & thanks God, ada satu tenda bertengger disana…jadi ada teman untuk bertegur sapa karena memang hari itu sepi pendaki , kami langsung pasang tenda, memakai baju kering , setelah membuat minum & makan ..kami langsung merebahkan diri, meluruskan punggung , dan merasakan nikmatnya sleeping bag bulu angsa yang rapat memeluk tubuh…
Jam 06.30 kami sudah beraktivitas, ternyata pos 2 kok mirip TPS ( Tempat Pembuangan Sampah) di kelurahan saya ya, sehingga jalur menuju mata air agak tersamarkan oleh tumpukan sampah, hm..
Sinar matahari menghangatkan muncul dari sela-sela pohon, suami pun tampak lebih sehat dibandingkan semalam yang ‘pusing berat’ katanya…jadi pagi itu kesempatan jemur-jemur baju & jaket, masak-masak , sambil sesekali berbincang & bercanda dengan penghuni tenda sebelah, ternyata mereka rombongan kecil dari Jakarta, 4 orang, 3 laki-laki 1 perempuan dan sudah bekerja semua ( katagori pendaki mature, buka alay…sementara kami, pendaki not mature but sepuh not yet..heuheu) mereka ‘mengulang’ ke Dempo karena beberapa tahun sebelumnya tidak sampai ke puncak karena 2 hari kena badai di jalur Tugu Rimau…jadi saat itu mereka nenda di Pos 2 untuk turun , mereka start turun jam 08.00-an , sementara kami baru start naik jam 10.30…, biasa…banyak urusan ini itu gan sist..
| Tanjakan meyayat hati |
Jalur dari Pos 2 menuju puncak
Dempo benar-benar menapaki punggungan, kadang sy tidak sabar & bersemangat
jalan atau manjat tepatnya, karena
sepertinya di ujung tanjakan langit terbuka
dan begitu sampai di ujung tanjakan saya cuma bisa bilang ( dengan nada keki)
,” Serius loo..?”…soalnya diujung tanjakan adalah awal menuju ..tanjakan
lagi..,hiks
Kadang saya geleng-geleng kepala melihat jalur air terpampang, lebih kejam dari Kerinci, tapi toh semua upaya akan membuahkan hasil, alon-alon pasti kelakon, akhirnya jam 14.30 kami sampai di puncak Dempo , ada papan petunjuk dan sampah-sampah disekitarnya.., foto sebentar, setengah jam kemudian kami sudah mulai mendirikan tenda di pelataran, hanya ada sekitar 4 rombongan pendaki sehingga sangat leluasa memilih lokasi ,setelah masak-masak sambil duduk-duduk depan tenda , selebihnya kami hanya berleha-leha saja di tenda…
| Mendirikan tenda di pelataran |
| Puncak Marapi tampak dari pelataran |
Keesokan harinya kami start
muncak pukul 05.30, membutuhkan waktu
sekitar 30 menit untuk sampai di puncak Marapi, hanya ada belasan pendaki,
cuaca cerah, kawah yang saat itu biru
tosca tampak jelas tanpa kabut, seperti lukisan, perfect….. sambil minum teh manis
panas dari termos yang kami bawa, semua terasa tenang, plong dan tanpa beban…tarik nafas….lepaskan
pelan-pelan…..
| Menikmati puncak dan cintah kita yg teruji tanjakan... |
Sekitar pukul 11 kami sudah
siap-siap berangkat, group tenda sebelah menyempatkan diri mandi di mata air, biar
kece dan ga bau kalau di jalan ketemu yang manis-manis ( asumsi saya lho..) agak
kesiangan kami ambil start…dari puncak ke pos 2 kami cukup cepat, dengan cara
berjalan banyak bermanuver sambil pegangan ke dahan/batang pohon…
Selepas
pos 2,hujan turun gerimis rapat yaitu
tipe hujan yang biasanya awet alias berhentinya lama, dan sehubungan hari itu
hari Kamis tgl 5 Mei 2016 yang mana libur serentetan sampai Minggu, rupanya
banyak yang menghabiskan libur long week end
dengan mendaki Dempo, karena setelah
pos 2 , kondisi hujan & pendaki aduhai banyaknya, dari yang anggota groupnya
berdua saja seperti kami sampai yang puluhan,
dan mayoritas pendaki alay yang biasanya banyak screaming …alhasil jalur rusak
para pemirsa….jalur air yang bahasa sundanya ‘digaley’...atau terjemahannya
seperti diaduk dan diuleni…,licin pula….jadi kami harus ekstra hati-hati dan
meskipun sudah ekstra hati-hati kami
giliran nyaris terpeleset…sepatu dan celana tempur kami penuh lumpur…
| Udah ga keruan...wkwkwk |
| Hi-Tec legendariskuuu.... |
| Tetatih menuju kampung IV |
Kondisi seperti itu memaksa kami
tidak bisa berhenti sekedar membuat mie instant, tambah-tambah suami pun
tampak enggan berhenti , waktu saya agak dengan nada menghimbau minta berhenti untuk
makan, dia bilang ,”Nanti saja makan nasi goreng di warung dekat basecamp
kampung IV”..tapi gan, ini sudah hampir jam 16.00, akhirnya seperti iklan TV
‘lo rese kalo lapar’…suami membungkam saya dengan sebungkus coklat wafer
Sneakers ukuran besar…
Pukul 17.30 an kami sampai
kampung IV, langsung pesan nasi goreng di warung pertama yang kami temui dan tidak jauh dari warung ada air luapan dari
penampungan mata air membentuk air terjun kecil tapi deras gitu, jernih pula….muncul bakat emak-emaknya,
langsung deh saya cuci-cuci sepatu , celana & jaket water proof yang
kotornya seperti habis main bola hujan-hujanan di lapangan desa, yang kalau tidak
dipakai main bola lapangannya dipakai sapi-sapi ngaso...( itu di desa siapa
yah?)
Sekitar jam 19.00 kami sudah makan & rapi jali, dan ternyata base camp kampung IV amboi penuhnya… sebagai yang sudah senior masa bikin risih para pemuda-pemudi dengan ikut menjejalkan diri disana, nanti mereka pada sungkan sama kita ( kepedean ya)…jadi kami berniat langsung turun ke Pagar Alam mencari penginapan dan menurut bang siapa ya yang rambutnya panjang terurai sepunggung ; yang pas saya berangkat rambutnya basah habis keramas dan saat itu rambutnya (lagi-lagi) basah habis keramas, kesimpulannya tiap ketemu saya pas jadwalnya keramas , jadi maksud saya apa ya…pokoknya menurut abang berambut indah itu malam itu jam 20.00 ada truk turun dan bersedia mengantar kami ke Pagar Alam..tapi , sebentar… saat itu long week end, saya cek surecek di google dan telpon –telpon, hotel di Pagar Alam full ..saat itulah kami ngobrol - ngobrol dengan rombongan mahasiswa dari Palembang yang akan pulang ke Palembang malam itu juga , dijemput bis jam 22.00 di dekat rumah pak Anton dengan harga tiket @ 60 rb, sampai Palembang subuh..., kami langsung bilang :”Ikut mas..”
| Tekwan kecintaanku... |
| Pindang Ikan kecintaan tetangga.. |
Akhirnya liburan kami berlanjut
di Palembang, kebetulan mendapat info hotel yang strategis dari teman kantor
cabang Palembang, di sana kami juga masih bisa mendapat tiket pesawat murah untuk
pulang via Jakarta ( @ 331rb) ,
bayangkan waktu turun dari Dempo, lingkar pinggang saya sempat mengecil, perut
saya kempes..sampai di Palembang yang makanannya enak-enak, kami seperti
anggota kelompok Teroris Santoso di Poso yang baru turun gunung , makan terusss….dan dua
hari kemudian kami pulang ke Bandung dengan 2 keril dan tambahan 1 dus
oleh-oleh Palembang..
Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar