TOURING BONCENGER BALI-LARANTUKA DAN IILE APE LEMBATA ( DESEMBER 2016)
Touring motor kali ini lama kami impikan , dan terwujud pada 18 Desember
2016 sekaligus menjajal Yamaha Nmax yang kami tebus September 2016 ; waktu itu
langsung kami jajal ke Garut via Kamojang yang ternyata terasa sekali tremor
& kerasnya suspensi Nmax terutama dirasakan saya sbg boncenger, maka sebelum start Touring NTT kami mengganti
shockbreaker dengan shockbreaker Ohlins sampai suami sy sengaja berangkat ke Jakarta untuk mendapatkannya
& memastikan original bergaransi. Kami memasang bagasi tambahan dengan
volume isi yang sekedarnya karena bila terlalu besar body Nmax yang tambun jadi
bertambah gemuk dong.. tapi tidak masalah karena bagasi bawah jok Nmax cukup
besar untuk menampung barang kami.
Sehubungan cuti kerja terbatas
maka saya memulai touring dari Bali ; jadi suami saya berangkat terlebih dulu
mengendarai Nmax lewat jalur selatan, transit di rumah kawan di Yogya dan Jember untuk kemudian menjemput saya di Ngurah Rai 2 hari kemudian , barang- barang pribadi sebagian besar sudah dipack dan dibawa suaami sehingga saya hanya membawa ransel berisi dompet, gadget dan peralatan darurat lainnya
Tgl 18 Desember 2016 saya
berangkat dari Bandung dengan pesawat siang karena rempong akan meninggalkan
rumah cukup lama dan menitipkan rumah & kucing-kucing peliharaan pada orang
kepercayaan kami.
Sesampainya di Ngurah Rai sekitar pukul 14.30 cuaca cerah
alias panas ; saya membayangkan suami saya sudah menunggu saya di parkiran dan
saya akan berlari manja menghampiri dengan efek slow motion…tetapi harapan alay
itu sirna karena posisi suami saya masih sekitar 1-2 jam dari Ngurah Rai... saya nongkrong di bandara kemudian karena bosan pelan-pelan berjalan keluar dan menunggu depan
hotel Haris dalam kondisi bersimbah peluh dan mulut manyun…
Saat ketemu sekitar pukul 16.30 suami saya sudah menangkap sinyal mulut monyong saya sehingga dia
tidak banyak komentar dan setelah makan sekedarnya di Denpasar kami langsung cuss ke Pelabuhan Padang Bai dan sampai sekitar pukul 19.00
Di sekitar Pelabuhan kami ngopi
sebentar, berhubung ada dua motor lain yang akan bergabung dan posisinya masih
cukup jauh dari Padang Bai, kami membuka Hamock dan saya sempat istirahat
sampai dua motor yaitu Yamaha R25 &
Yamaha Scorpio teman suami saya tiba hampir tengah malam, hick….
| Gelar hammock di Padang Bai |
19 Desember 2016, kami naik Ferry
lewat tengah malam tanpa banyak
mengantri dan mencari posisi untuk tidur, sayangnya gelombang selat Bali cukup
besar sehingga saya tidak bisa tidur sampai pagi hari Ferry merapat ke
Pelabuhan Lembar. Disini hal menggelikan terjadi, ternyata teman suami saya
akan menginap dulu di Mataram ( kebetulan teman suami yang mengendarai Yamaha
R25 mempunyai rumah di Mataram)..so, karena cuti saya pas-pasan , takutnya
kalau menginap di Mataram tidak sesuai itenerary yang kami buat maka kami
berpisah dan langsung melanjutkan
perjalanan ke Sumbawa sekitar pukul 7.00 …jadi kami menunggu berjam-jam di
Padang Bai untuk nyebrang bareng doank donk?...
Sempat menyesali kenapa tidak
mencari sarapan di Mataram karena kami agak sulit memcari tempat makan , akhirnya di Aikmel kami menemukan rumah makan yang
cukup bersih dan murah tetapi sayangnya soto daging yang saya pesan kok pake
additional spice srundeng kelapa ya ….sudahlah, yang jelas lepas Aikmel beberapa saat kemudian kami sudah sampai pelabuhan Kayangan ( Mataram - Pelabuhan Kayangan 2.5 jam )
Jalanan Lombok, Sumbawa memang
memanjakan pengendara motor seperti kami karena jalanan yang relatif mulus dan
lalu lintas yang cenderung sepi, apalagi setelah kami menyebrang dari Pelabuhan
Kayangan Lombok ke Pototano ; kami berangkat meninggalkan pelabuhan
kayangan dengan ferry pukul 9.52, harga
tiket @49.500 plus kendaraan, sampai Pototano Sumbawa pukul 12-an dan lagi-lagi kondisi gelombangnya cukup
tinggi.
Jalur sejak Pototano, Sumbawa Besar dan Dompu aspalnya lebar ,mulus, lurus dan kosong, apalagi ada ruas jalan
hasil kerjasama pemerintah propinsi dengan Australia..kami sempat memacu Nmax
dengan kecepatan tinggi…hmmm…andaikan di Jawa Barat jalannya sama dengan di
Sumbawa yang mulus seperti wajah artis Korea tanpa editan…
| Kondisi Jalanan Sumbawa Besar - Dompu |
| Kondisi Jalanan Sumbawa Besar - Dompu |
| Kondisi Jalanan Sumbawa Besar - Dompu |
Kami sempat makan bakso di warung
yang kami temui dalam perjalanan ke Dompu yang ternyata penjualnya asli Malang –Jawa Timur ; ya ampun
naluri merantau ya.. bisa sampai di sebuah desa di Sumbawa ?..dari perjalanan
selanjutnya saya berani menyimpulkan
bahwa yang meyebarkan bakso di NTT adalah orang Jawa Timur khususnya Malang……
Hari sudah sore ketika kami akan melanjutkan
ke Dompu, jalur yang terkenal di
kalangan para penyuka touring ;yaitu jalanan dengan sebelah kanan tebing dan kirinya
laut, berliku dan menikung…sayang kami melewatinya dalam kondisi cuaca kurang
bersahabat , pasca hujan dan lautnya berwarna abu-abu, demikian pula
langitnya…untuk difotopun rasanya kurang indah, dan saat semakin sore suasana berganti semakin suram dan..mistis…hahahah…..,
buktinya di belakang kami ada motor yang setia menguntit di belakang ,
pengendaranya sendirian dan tidak berusaha mendahului….kami tertawa saja karena
tahu pengendara tsb sedang mencari teman di kondisi jalanan yang sepi, tak ada
perkampungan dan mulai gelap, saat kami memasuki desa barulah motor tsb
mendahului kami dan tak kelihatan lagi batang hidungnya sampai kami di kota Dompu…..
Di perjalanan
hari-hari berikutnya kami di Flores kami seringkali melewati jalur sepi tanpa
perkampungan yang cukup panjang, kanan kiri hutan ,kanan hutan kiri jurang atau
sebaliknya..kiri hutan kanan pantai atau sebaliknya…tetapi informasi dari orang-orang dan berbagai sumber bahwa jalur trans Flores bebas begal membuat kami merasa aman-aman saja meski perjalanan malam, kalau ngeri-ngeri sedap masalah mistis mah...yah,mau gimana lagi, niat numpang lewat ajalah...
Kami sampai di kota Dompu pukul 19.30, makan ikan bakar yang tampak cukup ramai pembeli yang langsung
membungkam teriakan lapar perut kami dan menginap di losmen yang kalau melihat fasilitasnya sih buat saya tarifnya kemahalan ya..
| Ikan bakar, penjualnya wong Jowo |
20 Desember 2016, seperti biasa
subuh saya sudah bangun,sempat terbersit
ingin mengajak suami berangkat pagi untuk mengejar ferry pagi dari Sape
ke Labuan Bajo( jarak Dompu-Sape hanya sekitar 2 jam) tetapi saya pikir kasihan
suami saya pasti capek maka kami agak santai-santai dan baru start dari Dompu pukul 8.00 pagi, ini kesalahan fatal kami ternyata…
| Jalan memasuki kota Bima |
| Jalan memasuki kota Bima |
Pukul 10.00 kami sampai
pelabuhan Sape , ferry ke Labuan Bajo baru saja berangkat.., tapi kami saat itu
masih tenang-tenang saja karena ada jadwal ferry Sape – Labuan Bajo yang sore…yang ternyata itu hanya mimpi semata, hick….cuaca buruk…sampai teman suami
saya sudah menyusul sampai Sape sore hari , ferry tidak ada yang akan meninggalkan
Sape sampai 4 malam 5 hari
berikutnya….ditambah lagi keesokan harinya Bima dilanda banjir bandang
yang cukup besar yang menjadi pemberitaan hangat di berbagai media, jadilah kami terjebak di
pelabuhan kecil, tidak bisa maju karena cuaca buruk, tidak bisa mundur
karena terhalang banjir bandang di Bima .
Jadi ferry yang berangkat jam 10 dari Sape ketika kami baru tiba adalah Ferry
terakhir yang berangkat ke Labuan Bajo !!..oh God, menyesal tidak ada
gunanya…so…kami wasting time di Sape sampai 5 hari , di sebuah penginapan dekat
Pom Bensin...membuang waktu dengan berbincang dengan teman-teman senasib,
makan, tidur, jalan-jalan, yang otomatis ‘membuang’ cuti saya yang berharga,
biaya tak terduga, dan merubah hamper keseluruhan itenerary cantik yang sudah
saya rancang
| Parkiran Pelabuhan Sape |
| Ferry di pelabuhan Sape ; menunggu acc Syahbandar untuk berlayar |
| Menatap hampa ke horison; meratapi cuti terbuang 5 hari di Sape |
| Teman senasib membunuh waktu dengan memancing, meski hasilnya nihil |
| Teman-teman senasib di hotel, bakar ikan & dimakan bersama |
Sebetulnya ada kapal-kapal kayu
yang berangkat ke Labuan Bajo ; yang untuk berlayar tidak perlu persetujuan
Syah Bandar, dengan biaya 600rb plus motor..tetapi you know lah….resikonya
tanggung sendiri…saya tidak berani, rasanya di usia yang tidak muda lagi bukan
saatnya saya gambling untuk urusan keselamatan...
25 Desember 2016 , saya sudah
mulai gelisah karena setiap hari ke pelabuhan tidak ada kabar baik, cek cuaca
di BMKG terkadang sulit karena sejak banjir bandang sinyal sempat mati sama
sekali selama sehari penuh dan mati listrik , akhirnya pagi itu saya mengajak
suami untuk pulang dan memilih leisure di Lombok saja apalagi Bima sudah bisa dilalui.
Kami sudah berpamitan pada teman-teman di hotel dan kenalan-kenalan di
Pelabuhan Sape, kami sudah sampai Bima dan menyaksikan kondisi Bima pasca
banjir bandang saat HP saya berbunyi , ternyata kenalan kami di pelabuhan Sape
mengabarkan bahwa malam akan nada pemberangkatan ferry ke Labuan Bajo, jadi kami
langsung balik kanan dan kembali ke pelabuhan dan bergabung dengan calon-calon
penumpang lain , sebagian besar dari mereka menginap di pelabuhan karena tidak
mendapat penginapan dan alasan lain.
Kami mengantri tiket sejak pukul 19.00
karena antrian sudah mulai berjejal dekat loket yang bisa-bisanya ada yang
memanfaatkan dengan mencopet HP seorang wanita dari Jakarta yang bekerja di
Mataram …dengan tiket Rp.180.000 untuk kendaraan dan @ Rp.59.000 perorang, pukul 21.00 kami sudah di dalam lambung kapal Ferry, dan sekitar pukul 03.00 dinihari ferry berangkat
…,horrayy!
| Kondisi pacca banjir bandang Bima |
| Kerusakan terutama di pusat kota, pasar & toko-toko |
| Membersihkan lumpur, kalo kering kebayang debunya ya.. |
| Minimarket pasca banjir bandang Bima |
26 Desember 2016 pagi kami sudah
diantara gugusan kepulauan Komodo, laut tenang, langit cerah sehingga
pemandangan pulau-pulau kecil di kanan kiri Ferry cukup jelas, untuk membunuh
waktu selama di atas ferry kami sempat bernincang dengan satu keluarga yang
lama tinggal & bekerja di Freeport Papua, dengan nelayan asal P.Rinca yang
kehilangan tangannya karena mencari ikan dengan bom ikan, dengan pemilik RM
Padang di Lombor , dan dengan anggota TNI Larantuka yang menyarankan kami menyebrang
ke Lembata yang di perjalanan hari berikutnya benar-benar kami wujudkan.
| Suasama pagi hari di atas ferry menuju Labuan Bajo |
| Gugusan kepulauan Komodo |
| Gugusan kepulauan Komodo |
Pukul11.00 kami merapat di Labuan
Bajo , saling mengucapkan selamat jalan dengan teman-teman seperjalanan dan
dengan 2 motor teman suami yang akan melanjutkan perjalanan ke Riung terlebih dahulu, sementara kami
karena terlalu lama istirahat di Sape ingin berkendara secapeknya dan memotong
itinerary karena waktu kami sudah banyak terbuang.
So turun dari ferry kami
langsung joss ke arah Lembor dengan tikungan-tikungan tapal kuda nya, kami
melewati hamparan sawah yang sangat luas di kanan kiri jalan dan saat itu
sedang panen sehingga suasana cukup ramai.
Ya..Flores adalah pulau yang banyak
bukit, pegunungan hijau dan sungai-sungai yang relative masih bersih, menurut
saya pemandangannya jadi mirip di Jawa ya, bedanya di Flores masih banyak jalur
hutan yang jauh kemana-mana..
Kami makan siang sekitar jam 12 lebih di warung nasi Banyuwangi dengan pemiliknya
yang tidak banyak cakap di kota
kecamatan Lembor.
| Labuan Bajo, kami merapat... |
| Selamat datang di Flores |
| Panen raya di daerah menuju Lombor |
| Panen raya sepanjang jalan.. |
| Jalan lurus mulus menuju Lombor |
Sekitar pukul 14.30 kami sampai di Ruteng, kota kecil
dengan udara sejuk dan lapangan luas depan kantor PEMDA nya, suasananya
cenderung lenggang entah karena memang demikian kondisi kotanya atau karena
hari itu masih libur Natal, entahlah..yang jelas kami hanya sebentar
mengelilingi kotanya, sempat berhenti di toko kue membeli kue kering , kemudian
kami langsung melanjutkan perjalanan ke arah Aimere .
| Menuju Ruteng |
| Gerimis kecil menuju Ruteng |
| Jalan ke Wae Rebo tuh kurang lebih sekitar sini lo... |
| Gerimis syahdu menuju Ruteng |
| Ruteng..! |
Kami sampai di daerah pantai di
Aimere sekitar pukul 17.00 dan berhenti di sebuah warung untuk minum kopi dan
membeli mangga arumanis yg muanisss buangett…fuih, too good to be true
pokoknya…mangga matang pohon dijual 3-4 biji /10 ribu, saya membeli 20rb ,
sungguh membahagiakan karena selama musim mangga tahun 2016 baru saat itu saya
menemukan mangga matang pohon yang mais dan murah pula…
Menurut Informasi
selepas Aimere menuju Bajawa kita akan menaiki bukit yang masih berupa hutan
dan tidak ada perkampungan yang berarti tidak ada yang menjual bensin eceran
apalagi pom bensin, FYI selama di Flores pom bensin hanya ada di kabupaten
& kecamatan besar , itupun sore sudah tutup dan kalau masih buka antriannya
mana tahan panjangnya, dan tidak tersedia pertamax. Berbeda dengan Indonesia bagian barat dimana pom bensin bertebaran
& berlomba menyuguhkan rest area, toilet dan mini market.
Untuk keperluan MCK sy memakai cara menepi, mencari tempat sepi sambil membawa botol air mineral dan BAK di rimbunan semak, tapi itu kalau siang lho ya..., kalau
malam saya serem kalau harus mencari rimbunan semak, jadi saya BAK samping motor aja, hehehe..berlindung dalam kegelapan gitulah..
| Pantai di jalanan Aimere |
Dari Aimere sekitar pukul 17.30 saya sempat berdiskusi dengan suami
masalah jalur yang akan kami lewati menuju Bajawa, apakah cukup safety melewatinya
saat gelap, akhirnya dengan berbagai pertimbangan kami tetap lanjut dan
mulailah kami mulai menanjak menikung di jalur yang sepi di tengah hutan dengan
pemandangan tebing yang lama-lama berubah gelap, banyak tikungan putus dan minim
petunjuk , sebagian jalan tanpa garis putih pembatas jalan yang sangat berbahaya
kalau kita tidak menyadari adanya tikungan, terus terang itulah saat yang
menegangkan , selain karena kondisi jalan,
bensin kami saat itu sudah menunjukkan skala rendah dan menurut saya
jalur itu termasuk jalur spooky selain di salah satu jalur Bajawa-Ende,
akhirnya ketegangan berakhir sekitar pukul 19.30 kami sampai di Bajawa, kota
kabupaten yang malamnya saat itu sepi dan cenderung gelap, kami mengisi bensin full dan
memutuskan melanjutkan perjalanan ke Ende .
Perjalanan malam resikonya tanpa
pemandangan ya, kami sempat melepas lelah pukul.21.30 di sebuah toko fotocopy,
disitu saya menyadari rupanya masyarakat Flores banyak yang memakamkan
keluarganya depan rumah dan dibangun cukup besar dengan lantai keramik dan diberi
atap, ya..karena beberapa meter dari tempat kami meluruskan punggung ada makam
disana. Setengah jam kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Ende, jalur spooky
ke-2, melewati pinggiran pantai dan tebing di sebelah kiri, berkelok kelok
gelap dan tak ada pengendara lain selain kami , saat itu saya sudah cukup
mengantuk tetapi kelip lampu dari kejauhan menghibur saya dan pukul.23.00 WITA
kami sampai di kota kabupaten Ende, tempat pengasingan Bung karno dulu.. Saat berhenti untuk browsing penginapan di
samping kantor KODAM kami disapa penjaga dan mempersilahkan kami masuk ,
setelah berbincang mereka memberi petunjuk kepada kami hotel terdekat , duh ramah-ramahnya bapak-bapak ini...
27 Desember 2016, pukul 8.00 pagi
kami sudah meninggalkan penginapan dengan cerita tanah longsor sebelum Moni
dari penjaga hotel, yang katanya masih belum bisa dilalui, aduh mas ini kok nakut-nakuti..tapi masa kita mundur
,jadi ya kami coba aja dulu , jadi kita tetap menuju Moni dengan terlebih dahulu makan nasi kuning
di warung makan yang kami lewati.
Terus
terang selama di Sumbawa dan Flores tidak ada wisata kuliner yang biasa kami lakukan apabila berpergian ; kami
sering kesulitan mengisi perut karena jarangnya rumah makan/warung nasi apalagi
di luar kota kabupaten, entahlah mungkin kami kurang informasi juga ya..
Benar saja sebelum Moni ada
longsoran tebing cukup besar , malah masih ada batu sebesar mobil masih
bertengger di tengah jalan, tetapi jalan sudah bisa dilalui..
Memang
sepanjang jalan kami touring , kami banyak menemui longsor dari yang kecil-kecil
sampai yang besar seperti di Moni ini, makanya saya sih pikir-pikir dulu kalau mau jalan saat
hujan lebat atau sesudah hujan lebat, tetapi syukurlah sepanjang perjalanan kami
hanya mengalami sedikit gerimis kecil di Ruteng, setelah itu kami kering-kering
saja dalam berkendara.
Pukul 11.lewat kami sampai di
Kalimutu, panasnya minta ampun, salah sendiri ya biasanya orang-orang ke Kalimutu itu dinihari untuk menunggu sunrise, kami malah siang-siang..
Saking panasnya sampai ada pengunjung yang kepanasan sehingga
menaiki pinggir kawah mengenakan helm, saya cukup prepare karena membawa
payung,tapi tetap saja saya tidak ingin lama-lama di atas, setelah melihat ke-3 kawah dan
foto-foto sekedarnya kami bergegas turun dengan keringat berleleran...
Sampai di bawah kami istirahat sejenak
duduk-duduk ngadem di bawah pohon sambil mengupas mangga yang kami beli di Aimere, dan satu mangga sisanya saya berbagi kesegaran dengan
memberikannya pada penjual souvenir di depan kami ; yang uniknya mangganya tidak dimakan tapi disimpan untuk anaknya di rumah…waduhh, jadi terharu..andai mangga kami masih mempunyai yang lain
| Jalan Longsor di ruas Ende-Moni |
| Jalan Longsor di ruas Ende-Moni |
| Teriknya jalanan menuju Kalimutu |
Lepas makan siang kami sampai di
Maumere, kota pinggir pantai yang lumayan besar dan ramai, ditandai dengan pom
bensin lebih dari satu, ada bioskop dan karaoke, dan hotel yang cukup bagus. Kami servis motor di bengkel Yamaha kota Maumere yang terik, sehingga kami
menunggu servis di warung es kelapa muda dan saya sampai habis 2 gelas ,
kemudian mencari makan siang dan kami menemukan warung nasi yang juga menjual
bakso, saya pesan nasi dengan bakso dan bravo!..kuah baksonya enak sehingga saya menyeruput kuahnya sampai tetes penghabisan.
Pukul 15.30 kami meninggalkan
Maumere menuju Larantuka, melewati hutan kemiri yang luas dan disambut hiasan pohon-pohon natal sepanjang jalan memasuki kota,indah pokoknya apalagi kami sampai di Larantuka menjelang magrib sehingga hiasan lampu-lampu pohon natalnya seolah menyambut kami.
Kami berkeliling dan melewati gereja-gereja yang
cukup ramai karena masih ada acara keagamaan pasca Natal, akhirnya menemukan
penginapan yang sesuai budget, kabarnya merupakan penginapan pertama di Larantuka dan kami
mendapat potongan harga karena kami bertemu pemilik hotelnya dan mengutarakan
keberatan kami karena fasilitas hotel kurang sesuai dengan harga yang
ditetapkan. Pemilik hotel tsb ternyata berdomisisli di Jakarta yang khusus
pulang ke Larantuka untuk mengurusi hotel peninggalan orang tuanya yang memang
tampak kurang terurus “ meski bagaimanapun hotel ini yang sudah membiayai kami
bersaudara sekolah sampai sarjana” demikian kata pak pemilik hotel. Aduh...super sekali,pak...
| Menuju Larantuka |
| Makam depan rumah |
Selama di Larantuka kami diskusi
mau kemana & ngapain aja, kemudian kami teringat kawan perjalanan di
ferry yang menyarankan kami menyebrang
ke Lembata, saya mencari –cari info tentang Lembata, ternyata selain terkenal
dengan tradisi berburu paus di Lamarera , ada juga gunung api Ile Ape yang
cukup membuat kami tertarik, tetapi bagaimana kami bisa sampai kesana?...saya
browsing tentang Ile Ape dan menemukan akun Face Book yang menawarkan mengantar
ke Ile Ape dan ada no Hp nya juga disana, ya sudah saya coba telpon dan
tersambung…okay, jalan terbuka untuk kami menuju Lembata , kami pun tidur cukup
pulas malam itu.
28 Desember 2016, pukul 8 .00 pagi
kami sampai di pelabuhan, dan sayangnya kapal kayu menuju Lembata sudah penuh
sehingga kami menunggu pemberangkatan berikutnya pukul.9.00, motor langsung
dinaikan dan diikat dengan tali direnteng dengan motor lain, saya pun duduk
depan kabin pengemudi dan sempat berbincang-bincang dengan pak nakhodanya,
ternyata dulunya bapak tersebut kerja di kapal besar, tetapi orang tuanya
memanggil untuk kembali dan jadilah dia nakhoda kapal kayu di Larantuka.
| Pelabuhan Larantuka |
| Motor kami |
| Kapal kayu yang membawa kami ke Lembata |
| Kapal kayu Transportasi antar pulau |
Perjalanan Larantuka – Lembata
memakan waktu sekitar 4 jam, melewati penangkaran mutiara dan pulau-pulau di
kanan kiri kami, cuaca cerah, gelombang
cukup bersahabat, dan pukul 13.30 kami merapat di P.Lembata , pulau kecil dengan
pantai-pantai yang indah , jernih, bersih..ah..tidak cukum menggambarkannya dengan kata-kata...
Kami makan siang di warung nasi Jawa Timur yang cukup ramai, dan bertemu menu yang menyenangkan saya : sayur bening bayam..hehehe,
akhirnya ketemu sayur hijau….
| Pulau sepanjang jalan menuju Lembata |
| Laut Bersih bening sepanjang selat menuju lembata |
| Berpapasan kapal kayu lain |
| Berpapasan kapal kayu lain |
| Airnya jernih |
| Laut tenang |
| Penangkaran mutiara |
Pukul 14 .lebih kami bertemu Mas
Vincent , kenalan dadakan kami dan berdiskusi di tempatnya pak Goris. Ternyata
pak Goris pernah tinggal di Bandung dan Vincent sempat kuliah di Surabaya, oalah..…
Kami langsung membeli logistik
dan mampir ke pasar membeli seekor ikan Kuwe seberat 4 kg dengan harga 60 rb
saja untuk kami bakar sebagai bekal kami, kemudian kami menuju rumah mas Vincent untuk menitipkan sebagian barang
dan menuju pondokan di kaki gunung Ile Ape sebelum magrib
| Ikan Kuwe bekal kami naik Ile Ape |
Gunung Ile Ape, Ile Ape = gunung api, dapat kita tempuh
dalam sehari pulang pergi apabila berangkat dini hari, tetapi karena besok
siangnya kami akan kembali ke Larantuka, maka untuk menghemat waktu kami berangkat malam itu juga ke pondokan, dan
tidur disana sampai dinihari, saya memilih tidur di hammock dan malam itu saya
susah tidur karena kebodohan saya tidak mengganti kaus yang basah oleh
keringat sehingga malam itu saya kedinginan.
Catatan lainnya tidak adanya mata air di Ile Api
meski saya lihat dari jalur menuju puncak sebetulnya ada jalur bekas sungai ,
makanya kabarnya jaman dulu banyak yang menghuni gunung Ile Ape tetapi entah mengapa
menurut Vincent sejak jaman PKI sungai tsb tidak lagi mengalirkan air dan
penghuninya turun gunung ke arah dataran rendah/pinggir pantai.
9 Desember 2016, dinihari kita
sudah berangkat, Gunung Ile Ape sebetulnya tidak terlalu tinggi, tidak sampai
2000 mdpl, tetapi karena letaknya pinggir laut tentunya kami start dari sekitar
400mdpl , PR kami masih lumayan, ditambah udara pantai yang panas lembab, dan
kami berdua baru menjalani route touring yang cukup panjang maka stamina kami
cukup terkuras, bagaimana ya saya menggambarkannya…rasanya tidak keruan, panas
lembab, kaus basah, haus terus, berhenti sebentar berasa dingin, nano-nano lah
rasanya, sampai suami saya sempat muntah...hehe..…tetapi semua terbayar ketika sampai di pinggir kawahnya, pemandangan
kaldera yang cukup luas dan masih aktif, kemudian sisi lainnya pemandangan
pantai dengan gradasi warna biru yang indah.
| Eneng lelah, bang..! |
| Mendekati Puncak |
| Kaldera Ile Ape |
| Pemandangan pantai dari sisi kanan |
Kami tidak berlama –lama di atas,
maka pukul 8.00 kami sudah bergegas turun, sampai di pondokan Vincent mengambil
kelapa muda dan saya menghabis kan air dari 2 butir kelapa muda dan memakan
satu daging kelapa mudanya, itulah makanan kami hari itu karena kami tidak
makan lagi sampai Bajawa…
| Kelapa muda pemuas dahaga |
Setelah mandi di rumah Vincent,
yang sebetulnya percuma, karena keluar dari kamar mandi kaus saya sudah basah
lagi oleh keringat, kami langsung berpamitan kepada tuan rumah dan
menuju pelabuhan untuk kembali ke Larantuka, kapal kami berangkat pukul 11.00,
dan penyebrangan kali ini kami diguyur hujan deras dan gelombang lebih tinggi
dibandingkan sebelumnya, tetapi kapal sampai Larantuka ontime, pukul 15 kami
sampai Larantuka dan suami saya menolak makan dulu , dia memilih lanjut terus dan makan di jalan yang apesnya kok ya
tidak menemukan tempat makan sampai kami tiba Bajawa, kami makan di RM Padang yang kurang memuaskan lapar saya, sehingga saya membeli tambahan martabak telur yang ternyata isinya bukan daun bawang tetapi kubis ...
Di Maumere kami memilih hotel
Sylvia supaya bisa beristirahat dan
memanjakan diri dengan mandi air panas, dan disana kami bertemu 2 motor teman
suami saya , ternyata mereka baru akan ke Kalimutu keesokan harinya.
| Bye.... |
| Meninggalkan Ende |
| depan sekolah yang besar banget |
| Batu-batu alam yang menempel di tebing...jadi pingin nyungkil2 deh... |
| Nah , kalau di zoom batu-batunya seperti ini, di Bandung 40rb perkarung ukuran karung beras |
30 Desember 2016, seperti biasa
kami agak santai-santai, sehingga pukul 8.00-an kami baru start meninggalkan
Maumere dan ngejos sampai Ruteng sekitar pukul 17.00. Disana kami sempat
berkeliling mencari penginapan dan menemukan penginapan dengan aksen kayu,Hotel Rima namanya,
sayangnya pas suami saya mandi ,air panasnya berhenti padahal udara di Ruteng
cukup dingin….tinggallah suami saya menyelesaikan mandi sambil misuh-misuh kedinginan, hehe....
| Jalan Trans Flores |
| Pohon kemiri dimana-mana |
31 Desember 2016 , jam 7.00 kami
sudah menuju Labuan bajo,antara Ruteng-Lombor kami sempat melihat orang menenun
kain depan rumahnya dan saya minta mampir dan akhirnya membeli 2 helai kain
sarung tenun seharga Rp.600 rb, yah menghargai waktu
yang dihabiskan oleh si ibu untuk menenun manual sarung itu…
| Penenun kain di Ruteng |
| Penenun Kain dan sarung hasil tenunannya |
| Memandikan Nmax di sungai |
Sampai di Labuan Bajo sudah
siang, kami mencari penginapan via traveloka, sempat membeli es buah yang
menyegarkan di udara yang terik, kemudian setelah menyimpan barang-barang di hotel
kami menuju Cunca Wulang, sekitar 20km dari Labuan Bajo dan sampai di lokasi
jam.14.30, lokasi Cunca Wulang masuk 4 km
dari jalan raya, sampai pos restribusi kami wajib membayar guide &
tiket Rp.100 ribu untuk ber-2, its oke…yang tidak oke kami harus berjalan
sekitar 30 menit menuju lokasi air
terjun melewati jalan berbatu dan naik turun , hiks..kami lelah
bang….
Sesampainya di air terjun karena sudah sore pengunjungnya hanya ada 4 orang dengan kami, asyik kan..tidak mau melewatkan kesegaran airnya kami berenang atau lebih tepatnya berendam di sungai berair jernih itu untuk melepas penat dan panas..
Sesampainya di air terjun karena sudah sore pengunjungnya hanya ada 4 orang dengan kami, asyik kan..tidak mau melewatkan kesegaran airnya kami berenang atau lebih tepatnya berendam di sungai berair jernih itu untuk melepas penat dan panas..
| Berjalan menuju Cunca Wulang bersama pak guide |
| Cunca Wulang |
| Air terjunnya |
| Menyambut bening dan segarnya air |
| Ini berenang, bukan hanyut ya... |
Pukul 17.lebih kami sudah menuju
Hotel , bergegas mandi untuk kemudian menuju Kampung Ujung, yeayyy…!..akhirnya
makan enak, kami memesan ikan bakar, cumi goreng tepung dan ca kangkung, sempat
bertemu satu keluarga yang sebelumnya kami bersama-sama dari pelabuhan Sape.
| Gerbang Kampung Ujung |
Kampung Ujung memang lokasi makan
sea food terkenal di Labuan Bajo, harga lumayan terjangkau .. meski mengalami kejadian kurang mengenakan dengan ibu warungnya yang penting kami makan kenyang malam itu, dan malam tahun baru kami
lewati dengan tidur pulassssss….
1 Januari 2017, karena cuti saya
habis dan tanggal 2 Januari harus mulai kerja, terpaksa saya meninggalkan suami sendiri
meneruskan sisa perjalanan sampai Jawa….hari itu saya merogoh kocek lebih dalam
dan diluar budget untuk pulang memakai pesawat Garuda Labuan
Bajo-Denpasar-Bandung, ya semua karena kami tertahan 5 hari di Sape sehingga
perjalanan kami benar-benar diluar itinerary awal.
Tetapi begitulah perjalanan,
kadang kita sudah dirancang sesempurna mungkin, ada saja yang terjadi di lapangan;
apalagi ini menyangkut kuasa Tuhan yaitu masalah cuaca, bagaimana kita mampu
melawan? kita mengadaptasi saja dan pengalaman adalah guru berharga, jadi lebih baiknya cek
website BMKG sebelum memulai perjalanan penyebrangan di perairan Indonesia…
SEKIAN
pas ngebaca dari awal.. kayanya pas nih buat di jafiin referensi. kebetulan punya angan2 mau ngajak istri keliling naik motor dari balikpapan bawa motor ke maumere via makasar. baru susur flores sampai surabaya. btw nyaman ajakah pantat naik motor jauh2 gtu?
BalasHapuswahhh...baru balasss, pantat sehat2 aja masss.....oya kami baru touring bdg-sabang, siapa tau menginspirasin juga..
HapusWow.. sangat menyenangkan.
BalasHapusRasanya ingin menjelajah ke Flores.
semangatt...
HapusSepasang bikers, dengan semangat dan tekat luar biasa ... Salut banget, pandai dalam menuturkan memori selama perjalanan ... Tetap semangat ngaspal Teh Nissa ... Mungkin kapan2 bisa touring bareng
BalasHapussiyapp...2019 yuk mari keliling sumba ,mas
BalasHapusKereeennn...kira2 hbs berapa teh bugdjetnya diluar penginapan sama makan..haturnuhun
BalasHapustrimakasih sdh mampir kang, rata2 klu turing lama budget kami max 10jt sudah all in termasuk oleh2..makanya kami ga meluku tidur di hotel untuk berhemat, salam kenal
BalasHapusSaya berencana ke flores akhir tahun ini. apakah kondisi jalan di flores naik curam. karena saya berniat membawa yama scoopy untuk perjalanan..
BalasHapusJalanan flores mulusss..tp banyak jalan naik menikung spt tapal kuda...penyebrangan Sape ke Labuan bajo sebaiknya vek website maritim BMKH, salam kenal
HapusLuar biasa.
BalasHapusTrimakasih sdh mampir d pulau Lembata.
Pulau cantik, sayang hanya mampir sebentar...., salam kenal
HapusMantabs...salah satu ref saya krn rencn 26 aug 2019 ini saya mau touring bali-NTT, kpl ke lembata byr brp ya teh?
BalasHapusmaaf sy lupa pastinya, tetapi < 100K krn hanya 4 jam penyebrangan , kalau Flores ke Sumba atau Timor memang mencapai 500 rb plus kendaraan , semangatt..n minimal 3 hari di lembata biar puas, jgn buru2spt sy..
HapusWaduh terima kasih banyak yah teh untuk infonya yang sangat berguna. Saya orang asli Flores yang sedang merantau, kebetulan saya dan adik berencana pulang kampung bulan Desember ini menggunakan jalur darat menuju labuan bajo dgn sepeda motor. Awalnya Masih ragu karena banyak pertimbangan ini itu,ttp setelah saya baca blognya teteh, mulai tumbuh keberanian dan rasa optimis. Doakan semoga berhasil 😍
BalasHapusInfo sj..Saya akhir agustus kmrn baru touring bali-kelimutu pp, jalan mulus, ada bbrp titik yg lg diperbaiki tp overall bagus, mulus. Sebaiknya utk ban mtr pake cairan anti bocor krn agak susah tkg tambal ban. Utk ferry sape-bajo kdg jadwal berubah,hrsnya pagi tp brgkt sore tp hny sesekali sj. Sy tiba sape mlm n paginya ke pelabuhan ternyt jadwal ferry sore..akhirnya ke pantai Lariti dg view bagus bgt.
HapusBiasanya blm desember cuaca laut berombak krn angin monsoon barat. Kmrn ferry dr padang bai ke lembar kena angin kuat dr depan kanan n kpl sedikit oleng krn ombak n kpl berasa digedor2 😥. Semoga rencana pulkam ke flores desember yad lancar n TDK ada kendala..tetap semangat😊💪🙏
Jadi pingin pulang Bos
BalasHapus😊😊😊pulanglah nak..
Hapussalam dari Lembata. saya asli NTB
BalasHapuspenempatan kerja saya di Flores Lembawa/Lewoleba
salam kenal..menyusuri aspal NTB-NTT menyenangkan
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantap banget ceritanya tapi di lembatanya hanya sebentar aj tpi terimakasih dah sudah mempromosikan pulau Lembata... Amazing perjalanannya👍
BalasHapusDi Lembata kami agak terburu-buru karena kendala waktu; blm puas sebetulnya..hahaha.., mudah2an suatu saat dapat mengexplore lebih jauh, salam kenal
BalasHapusMalu saya pas baca pengalaman mba & suami touring ke Flores, saya yg punya darah orang Flores aja malah blm pernah kesana dengan istri & anak² 🤦.
BalasHapusTp lumayan (setelah membaca &l foto² di sini) cukup membuat rasa rindu akan kampung halaman terobati.
Semoga suatu saat nanti bs mudik kesana 😊
Ahhh, Flores indahhhhh.....ayo mudik mas
HapusSaya baca dari Start sampai Finish, mungkin ada pengetikan tahun yg berbeda,, btw Jujur ini menginspirasi saya sebagai Penjelajah Touring, yg Cita2 saya adalah menjelajahi Labuan bajo dsknya dari Cimahi. Kira2 memerlukan beberapa hari dan budget kisaran berapa u/ 2org ya,, klo PP??
BalasHapusBtw sama motor N MAX
Terimakasih banyak koreksinya mas...kalau waktu perjalanan apabila explore labuan bajo sy pikir idealnya 14 hari dgn perhitungan perjalana 10 hari yaitu istirahat yogya, surabaya/Pasuruan langsung penyebrangan malam selat lombok ,paginya langsung Dompu, sehari untuk penyebrangan sape -labuan bajo, jadi untuk perjalanan PP 10 hari,untuk budget hitungan saya kisaran 6 jt, dengan perhitungan penyebrangan gilimanuk, lembar, poto tano, labuan bajo 1jt PP, bensin saat kami ke Flores sekitar 4000km PP, N-max kalau tidak salah skitar 40km/lt ( kalau X-max bensin 100rb itu sekitar 320km ) jadi anggap saja 1.2jt untuk bensin..jadi 2.2 jt untuk bensin dan penyebrangan, nah sisanya tergantung bagaimana kita makan; apakah pencinta kuliner seperti kami,cara kita tidur,membayar tiket wisata apabila hendak wisata ( misal ambil Trip Komodo )dan oleh2 untuk teman atau kerabat di rumah..kalau menurut saya di Yogya banyak penginapan murah ,saya pernah mendapat harga 126k untuk penginapan bagus & bersih ( Royal Homy Syariah daerah dekat mall Ambarukmo ), kalau ingin istiahat di pom bensin maka pom bensin Kalasan dapat menjadi altenatif, di daerah jawa timur Pom Bensin Grati di Pasuruan cukup bersih dengan Toilet VIP dan Cafe, kalau menyebrang selat Lombok bisa pilih Ferry yang tengah malam sehingga kita dapat tidur di atas kapal saja, sampai lembar subuh kemudian anda dapat mandi di Pom bensin daerah Praya dan langsung joss ke Dompu atau sape..di Dompu penginapan terbatas dan cukup mahal, yang agak murah penginapan Sahab, di Sape juga demikian ada satu-satunya Pom bensin dekat pelabuhan , banyak yang istirahat disana tetapi toiletnya kurang memadai...demikian kurang lebihnya semoga membantu
HapusSalam kenal. Teh mau tanya dong, kl jd boncenger kan kalau perjalanan jauh suka ngantuk tuh, mau ngobrol susah, jadi gimana caranya supaya ga ngantuk?
BalasHapushahahah..ngantuk itu kalau sebelumnya kurang tidur atau kalau bosan karena pemandangan monoton yaaa...kalau kurang tidur n ngantuk berat mending berhenti aja n tidur dulu barang 30 menit,saya sih suka spt itu & tempatnya di mana aja, pom bensin, bale2 rumah orang, teras mesjid, pos kamling, di bawah pohon,...wkwkwkkw, kalau ngobrol bisa pke alat komunikasi (packtalk ) jadi meski sambil berkendara bisa tetap ngobrol & tidak perlu teriak2...salam kenal juga mbak
Hapus