TOURING BANDUNG-SABANG TITIK NOL INDONESIA PP
AGUSTUS 2018
AGUSTUS 2018
Rencana
jalan- jalan Bandung ke titik nol Indonesia di Sabang dengan mengendarai motor
sudah direncanakan sejak X-max pesanan indent kami tiba bulan Oktober 2017, saya sudah corat- coret menghitung- hitung jarak antar kota yang akan kami lalui, tapi apa daya karena saya masih berbakti di perusahaan tempat saya bekerja,
saya tidak bisa seenaknya ambil cuti, dua minggu pula !.., akan tetapi boss saya tidak berdaya saat bulan Mei 2018 saya menyodorkan surat cuti untuk tgl 18 Agustus sd 1 September 2018…
Rute
perjalanan kami adalah berangkat melalui sisi barat Sumatra, dan pulang melalui
sisi timur, kenapa sisi tengah dilewat ? karena kami sedikit banyak pernah
kesana yaitu dari Padang sampai Kab.Sungai Penuh waktu mendaki Gn.Kerinci, dan
melaui jalur tengah Sumatra sampai Pagar Alam kemudian tembus ke Palembang
waktu mendaki Gn.Dempo…memang ada jalur tengah yang terlewat yaitu Gayo ,
tetapi karena pertimbangan waktu juga kami memutuskan pulang melewati sisi
timur yang ke depannya agak saya sesali…
Berikut
rute yang kami jalani :
Berangkat
:
Bandung-Purwakarta-Karawang-Bekasi-Jakarta-Tanggerang-Balaraja-Serang-Cilegon-Merak-Bakauheuni-Kalianda-Bandar
Lampung-Kota Agung-Bengkunat-Biha-Krui ( menginap di Losmen Monalisa
Krui)-Bintuhan-Mana-Bengkulu ( Menginap di DJ-Front One
Bengkulu)-Ketaun-Ipuh-Muko-muko-Tapan-Painan( menginap di Hotel Hannah Syariah
)-Padang-Bukittinggi-Padang Sidempuan (menginap di pom bensin 1 jam keluar dari
Padang Sidempuan j.2 pagi )- Sipirok-Tarutung-Siborong-borong-Tele-Samosir (
menginap di hotel Caroline Tuk-Tuk)-Sidikalang-Kota Fajar-Tapak Tuan ( menginap
di hotel Dian Raya) –Labuan Haji-Blang Pidie-Babahrot-Meulaboh-Lho Nga-Banda
Aceh ( j.22 malam menginap di Crystall Guest house-Sabang ( menginap di hotel
pinggir pantai Iboih )
Pulang
Sabang-BandaAceh-Sigli-Bireun-Lhoksemawe-Lhoksukon-Peurelak-Langsa-KarangBaru-
Pangkalan Brandan- ( Menginap di Pom bensin )Stabat- Binjai -Medan ( Menginap
di Jangga Hotel )-Lubuk Pakam-Tebing Tinggi-Tanjung Balai-Duri-Pekan Baru (
Menginap di Hotel Amaris Pekan Baru )-Jambi ( menginap di pom bensin 3 jam dari
Jambi)-Palembang ( menginap di Homestay 82 Syariah )-Mesuji-Lampung
Tengah-Bakauheuni-Merak-Cilegon-Tanggerang-Jakarta-Puncak-Bogor-Cianjur-(Menginap
di pom bensin Cianjur )-Bandung
Pengisian bensin rata-rata kami mengisi tangki X-max 100 rb setiap sekitar 330 km, total kilometer yang kami jalani sekitar 6500km, jadi bisa dihitung- hitung sekitar berapa kami menghabiskan dana untuk bensin. Pom bensin sepanjang jalan tersedia di setiap kecamatan dan karena tangki bensin x-max cukup besar kami bisa tidak terlalu sering isi bensin.
Pengisian bensin rata-rata kami mengisi tangki X-max 100 rb setiap sekitar 330 km, total kilometer yang kami jalani sekitar 6500km, jadi bisa dihitung- hitung sekitar berapa kami menghabiskan dana untuk bensin. Pom bensin sepanjang jalan tersedia di setiap kecamatan dan karena tangki bensin x-max cukup besar kami bisa tidak terlalu sering isi bensin.
16
Agustus 2018, saat pulang kerja sekitar pukul 16.00 di pundak dan leher belakang saya
masih menempel manis koyo cabe karena
bagian belakang saya tersebut rasanya berat dan pegal seperti habis manggul-menggul
beras ( sebetulnya ‘memanggul-manggul beban hidup”) ; jadi sebetulnya minggu-minggu
sebelum keberangkatan kondisi saya kurang fit karena maag kumat dan sakit pundak melanda.
Sesampainya di rumah saya dan suami langsung packing, daaannnn…ternyata
peralatan lenong yang akan kami bawa kok banyak yaaaa…, sehingga bagasi X-max
yang menjadi salah satu pertimbangan utama kami membeli motor tsb , tidak dapat
menampung bawaan kami……
Nah, sebelum berangkat kami sempat berniat membeli box
tambahan,tetapi kami batalkan karena harganya mengurangi bekal
kami….hahahah….., akhirnya drybag Acterix menjadi pilihan untuk ditali di
belakang, yang nantinya tali webbing yang kami pakai membuat bagian belakang
X-max kami lecet karena gesekan tali tsb…
Pukul 22.00 start dari rumah kami di sekitar Lembang , kucing-kucing kami dan keamanan rumah sudah kami amanatkan pada tetangga yang biasa bersih-bersih di
rumah.
Kami berangkat melewati univ.Advent, Ngamprah, Padalarang dan
cuzz…saat memasuki Purwakarta badan saya sudah berangsur sehat, sakit pundak dan
maag saya kabur semua, dikalahkan oleh hormon-hormon kegembiraan yang mulai merasuki
aliran badan saya sampai perjalanan kami usai. Alhamdulillah..selama perjalanan
saya dan suami sehat walafiat , tidak ada pusing, maag , sakit pundak atau keluhan fisik lainnya…liburan
itu menyehatkan bukan?
Memasuki
Karawang Barat dan kab Bekasi sungguh ruarrrbiasyah…dinihari seperti itu
jalanan ternyata macet didominasi truk
dan tronton…debunya juga luar biasa…, masuk kodya Bekasi sempat mencari-cari arah
Kalimalang dan jalanan mulai lancar
sehingga kami dapat memacu motor , sempat tidur sebentar di pom bensin daerah
Tanggerang dan terbangun karena nyamuk-nyamuk berpesta di wajah kami alhasil
wajah saya bentol-bentol seperti jerawat ABG sedang pubertas….
17
Agustus 2018 pukul.7.00 kami memasuki Cilegon , banyak yang sedang melaksanakan upacara bendera, mencari sarapan tidak ada yg
menggugah selera akhirnya langsung menuju ke Pelabuhan Merak .
Pukul 8.30 kami membeli tiket 52k untuk motor dan kami berdua.
Kami memasuki ferry Jemla-Ataya yang
kereennn…..tidak kalah dengan Kapal Dharma Rucitra dari Dharma Lautan Utama, dari parkiran
disediakan tangga berjalan, tempat duduk nyaman dan bersih, kamar kecil airnya melimpah dan lautnya juga tenang…sehingga
3 jam kami lalui dengan hati senang…
Kapal Jemla-Attaya yang bersih dan nyaman |
Musholla kapal Jemla Attaya yang bersih dan lapang |
Kami sarapan yang terlambat di daerah Kalianda dan cuss…menuju Lampung Barat yang terik.
Selama perjalanan Sumatra saat berkendara siang rasanya kami mengendarai
motor dengan diiringi ribuan lampu LED saking terang dan teriknya...sehingga
kaca mata hitam dan masker setia menempel manja dii wajah saya.
Pukul 18-an kami
sampai di Krui, sebelumnya kami foto-foto sebentar di pantai
yang kami lewati untuk menikmati sunset. Losmen Monalisa menjadi pilihan kami karena mudah ditemukan,
di sekitar pantai sebetulnya banyak penginapan tetapi kondisinya gelap-gelap, sehingga
tarip yang lumayan mihil untuk ukuran hotel dgn fasilitas seperti itu tetap
kami syukuri.
Pantai sebelum Krui |
Hotel Monalisa di Krui, yang kerudung putih itu bukan penampakan , tapi ownernya |
18 Agustus
2018 pukul 9.00 kami meninggalkan Krui, perjalanan menyenangkan dengan jalanan
yang sepi dan mulus, udara cerah yang segaarrr...pemandangan hutan Bukit barisan yang agak panjang,
pantai, bukit, pantai..pantai…
Mata kami jelalatan melihat kiri- kanan daerah
yang baru kami lalui..penasaran dan excited dengan apa yang akan kami lihat di
depan…
Pukul 17.00 kami sudah bermacet-macet di pantai panjang Bengkulu ,
rupanya baru saja selesai acara panjat pinang sehingga kami sampai di benteng Marlborough
sunsetnya sudah lewat, gapapalah…. Check in di hotel DJ Front One yang kami
temukan di traveloka dan jalan-jalan sebentar di kota Bengkulu sekalian makan
malam, lokasi hotel bersebelahan dengan universitas Bengkulu, review hotel tsb
sudah saya tulis di google map ; kamarnya kecil, tapi bersih, breakfast menu
sederhana tapi enak, hehe..
Jalur Krui - Bengkulu lagi |
Langit biru di pinngir pantai, terik tapi segar... |
41 km menuju Bintuhan |
Danau kembar di pinggir pantai - Kaur |
Gurita dikeringkan,pingin beli tapi bawanya gimana...jalan masih panjang,,hehe |
Makan Siang disini, ikan nya enak lho.. |
Sunset di Pantai panjang Bengkulu |
Benteng Marlborough |
19
Agustus 2018, seperti biasa sekitar pukul 9.00 kami meninggalkan kota Bengkulu
diiringi terik matahari…satu jam meninggalkan Bengkulu sekonyong-konyong jalan
berubah menyempit dan tidak rata…,kokkk..? saya sempat ragu dan minta suami
saya memastikan bahwa kami tidak salah jalan, dan kami memang tidak salah jalan...maka mulailah jalan yang kadang
mulus kadang berlubang parah dengan suasana desa yang sepi dan perkebunan sawit
dan karet yang luas di kiri kanan jalan…saya bersyukur berarti semalam kita
transit di tempat yang tepat sehingga melewati ruas Bengkulu-Ketahun masih
siang…perjalanan mulai didominasi sawit dan sawit terkadang pantai…jalan sepi membuat saya mengantuk , sampai-sampai saya dan suami bisa makan kuaci ‘Rebo” di atas motor.
Pukul 15.lebih kami memasuki Muko-Muko, sebelum masuk kota ada jalanan lurus mulus panjang di pinggir pantai yang membuat orang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi….
Pukul 15.lebih kami memasuki Muko-Muko, sebelum masuk kota ada jalanan lurus mulus panjang di pinggir pantai yang membuat orang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi….
Muko-Muko merupakan kota kecil , sepi dan panas, dengan
Bandara udara yang kecil, sepi dan panas pula, tetapi RM Padang Begadang 2 yang
kami singgahi rendang dan sup padangnya nendang asli…perutpun kenyang, kami pikir
mati gaya kalau menginap disana , sementara hari masih sore dan terang..sehingga kami memilih
melanjutkan perjalanan..
Sampai Tapan kami sempat berhenti sambil ngemil ,
menimbang-nimbang dimana kami akan istirahat malam itu…suasana jalanan yang
kami lalui sejauh itu aman-aman saja, selang seling daerah sepi dan desa..daerah sepinya sebentar-sebentar saja ( kecuali jalur hutan bukit barisan & jalur Bengkulu –Ketahun
) sehingga kami memutuskan jalan
terus…dan Alhamdulillah jalanan mulus, aman dan relatif ramai karena penduduk
desa di pinggir jalan banyak yang berkumpul menonton Sea Games yang sedang berlangsung…sehingga pukul 21 kami
memasuki Painan , kota yang hanya berjarak sekitar 2 jam ke Padang.
Painan kota pinggir pantai yang
relatif ramai pertama yang kami lalui setelah Bengkulu…buktinya pukul 21.00 lebih
seperti itu kaki lima masih banyak dan ramai, setelah makan double ; mie rebus
dan sate padang, kami menuju hotel Hanah Syariah yang kami booking dari
traveloka, hotelnya lumayan bersih dan yang penting ada air panas untuk mandi
dan menyegarkan otot-otot tubuh karena seharian kami riding.
Ruas jalan Bengkulu-Ketahun |
Ruas jalan rusak Bengkulu-Ketahun |
Ruas jalan Bengkulu-Ketahun , mendekati pantai |
Pantai di ruas Bengkulu-Ketahun |
Makan malam di kaki5 kota Painan, porsi double.. |
20 Agustus 2018, pukul 9-an meninggalkan Painan menuju Padang, tak lama kami sudah bertemu view Teluk Bayur yang endahhh…..dengan semangat menggelora kami masuk kota Padang mencari menu yang kami rindukan yaitu Es Duren Ganti Nan Lamo…., kenikmatan kuah kental duren yang pulen dan legit di atas es serut…
Selanjutnya dengan agak bermacet-macet kami
langsung tancap gas menuju Bukit Tinggi; kota kecil yang ramai di ketinggian…Jam
Gadang yang kami cari tamannya sedang renovasi, dengan mall di depannya dan
motor ojol berjejer menjadikan suasana crowded dan tak ingin berlama-lama.
Setelah makan nasi kapau yang di setiap rumah makan tarifnya kompak 45k/porsi , kami melanjutkan
perjalanan dan membatalkan niat menginap
di Bukittingggi karena hotelnya mahal-mahal, membatalkan ke kelok 9 karena sudah pukul hampir pukul 17.00 .
Saya mendapat pesan dari teman di Jakarta kalau di Harau baru saja ada
kecelakaan antara motor peserta touring entah dari mana dengan motor penduduk lokal
dimana penduduk lokal tsb meninggal sementara peserta turing luka berat;
kabarnya penduduk setempat ‘kurang senang’ dengan peristiwa tsb sehingga bagi
kelompok turing dihimbau menghindari sejenak daerah tsb. ..tetapi pertimbangan kami karena saat itu sudah sore
kami memilih memacu motor menuju Padang Sidempuan.
Perjalanan malam
yang sewaktu di Bandung ‘rencananya’ akan kami hindari kami langgar, karena kami
merasa aman, perasaan kami juga enak, jalanan tidak ada jalur sepi yang panjang
sehingga kami sampai Padang Sidempuan pukul 2 dinihari.
Selamat datang di Teluk Bayur Permai |
Es Duren 'Ganti Nan Lamo" |
Jam Gadang, 'de Femeus' of Bukittinggi |
Kami mondar-mandir
melihat suasana pusat kota Padang Sidempuan yang ternyata premannya banyak, waktu kami
duduk sebentar depan pos polisi mereka sempat menyapa2 tapi semua baik-baik
saja malahan salah satu preman bilang ‘ Santai aja'…, ehm,mungkin tampang suami saya seperti kakak seniornya, hehe…
Akhirnya kami melanjutkan riding sekitar 1 jam
meninggalkan kota Padang Sidempuan dan menemukan Pom Bensin besar 24 jam, kami
meminta ijin istirahat pada penjaganya ( ternyata ada beberapa mobil yang
penumpangnya menginap di mushala) kami memilih berbaring di terasnya dan
tertidur pulass…
21
Agustus 2018, pukul 7.00 lebih kami sudah mandi di Pom Bensin dan segera melanjutkan
perjalanan, FYI di Sumatra tidak di semua provinsi dan kota terdapat Alfamart
atau Indomart yang biasa dipakai tempat isirahat dan minum para rider.
Perjalanan kami menuju Samosir didominasi tanjakan menuju daerah
ketinggian…tidak berapa lama kami sampai Sipirok, sebelumnya kami makan di rumah makan yang masih pagi sudah memajang makanan yang bikin air lir menetes, namanya RM Restu Ibu yang menyediakan Lele asap dengan kuah gulai yang agak asam…..duh,
enak sekali..lelenya tidak berasa lele tapi berasa ikan asap.., hehe
Menuju
Tarutung kami disambut hujan deras , kami berhenti berteduh mengikuti seorang
pengendara motor yang menepi di depan warung kecil, kami ikut menepi karena
kami pikir si mas itu sama-sama akan berteduh, eh ternyata si mas-nya memang bertujuan ke
warung itu.
Setelah beberapa lama suami yang selesai menumpang ke toilet chatt saya ( karena tidak ingin terdengar oleh yang lain ) menginformasikan ternyata warung sederhana itu warung esek-esek…rupanya setelah dia dari toilet di belakang dia mendapati situasi yang menggambarkan prostitusi...hehehehe, pantas
saja saya heran kok warung tapi barang jualannya hanya beberapa kopi sachet...
Sudahlah..yang jelas setelah
hujannya mereda kami bergegas atau tepatnya terbirit-birit melanjutkan perjalanan, dan jas hujan tidak kami lepas karena hujan
selang seling gerimis mengiringi kami sampai Tele , pintu masuk ke Samosir.
Lewat dzuhur kami sudah masuk Tarutung yang merupakan kota wisata Rohani…disini suasana batak
bertambah kental…sempat makan siang ( lagi-lagi) di RM Minang di kota
Siborong-borong, kemudian jajan gorengan dan bola-bola tape yang enak yang kami nikmati
sambil riding di tengah gerimis....
Sejak masuk daerah batak banyak sekali
monumen makam yang membuat saya terheran-heran melihat tingginya , besarnya dan
luasnya…waduh, makamnya ada yang lebih besar dari rumah saya di Lembang, entah berapa
ratus juta atau milyar dihabiskan untuk sebuah monumen makam, berikutnya hal tsb menjadi tontonan menarik sepanjang jalan karena bentuk-bentuknya yang unik.
Dari Siborong-borong menuju
Samosir kami melewati kebun karet yang panjang dan sepi, sekitar pukul 16.00 an
dengan suhu 16 C yang membuat tangan saya keriput kedinginan, kami sampi Tele yaitu
jalur turun menuju P.Samosir lewat darat. Apabila memalui jalur Tele kita tidak usah naik kapal sperti kalau kita berangkat dari Prapat ; dimana beberapa bulan sebelumnya ada
kapal tenggelam ke dasar danau Toba yang dalam, dan tidak dapat diangkat lagi.
Kami
melepas jas hujan dan menyempatkan foto-foto di Tele dan terpesona atau
tepatnya terkesima melihat besarnya danau Toba pertama kalinya dari atas…Masya
Aloh, gunung purba yang meletus menyisakan danau Toba itu dulunya sebesar dan
setinggi apa ? sedahsyat apa letusannya?..tergidik saya membayangkan
sepersekian penduduk dunia saat itu musnah akibat letusan gunung tsb.
Menuju Tarutung, berteduh di 'Warung' ... |
Siborongborong |
View danau Toba dari Tele |
Kami
menuruni dinding lembah yang curam dan berkelok menuju Pangurnguran, jembatan
kecil yang memisahkan Sumatra dengan Samosir, dan sampailah kami di melewati
jalan aspal pinggiran danau, dengan pemandangan rumah - rumah adat dan lagi-lagi
monumen-monumen makam yang bertebaran, di pinggir danau, di atas bukit, depan
rumah, tengah ladang…satu jam kemudian sampailah kami di Tuk-Tuk…bayangkan,
perlu 1 jam riding mengelilingi sepersekian pulau Samosir, terbayang betapa
besarnya pulau Samosir dan luasnya danau Toba…
Menuruni lembah |
Menuruni lembah , menuju Samosir |
Jalan menurun menuju Samosir |
Kanal Pangunguran yang memisahkan Samosir dengan Sumatra |
Jembatan Pangunguran yang menghubungkan Samosir dengan Sumatra |
Kami
memanjakan diri menginap di hotel pinggir danau dengan view yang asik dan kamar
yang luas, kesempatan untuk cuci-cuci baju playdry kami.
Sebetulnya saya berniat dua
malam di Samosir, saya ingin berkeliling mengexplore daerah tsb; terus terang dua hal
yang menjadi poin dalam perjalanan ke Sabang adalah Danau Toba dan
sawit…yaitu terpesona akan indah dan besarnya danau Toba, dan terheran-heran dengan
luassssnyaa…kebun2 sawit di Sumatra, saya sampai bertanya-tanya, ini Pulau
Sumatra atau P.sawit?
Tapi
suami mengajak keesokan harinya kami berangkat menuju Aceh, sooo……
Danau Toba dari gardu pandang..terlalu luas untuk dibidik dengan kamera biasa (harus pakai Drone...hehe) |
22
Agustus 2018 pas hari raya Idul Adha yang sepi
( tak ada takbir sama skali dan tidak tampat ada kegiatan sholat dan kurban ) pukul 10.00 lebih kami meninggalkan Samosir, sempat diiringi hujan gerimis
rapat sampai Sidikalang, kota yang terkenal dengan kopinya. kami tidak melewati perkebunan kopi yang luas seperti milik PTPN di Bondowoso karena kebun-kebun kopi di sana milik penduduk yang umumnya terletak jauh di dalam hutan/ di gunung. Jalan menuju Sidikalang berupa jalur lembah yang sempit berkelok-kelok diapit bukit-bukit.
Kami makan siang di RM Melayu di Sidikalang karena saat akan sarapan di daerah Samosir
kami diusir secara halus oleh pemilik rumah makan sehubungan rumah makan tsb menyediakan menu non halal ; padahal saya sudah meneteskan air liur saat melihat satu baskom besar masakan daging berlemak yang menggiurkan, hahahahaha.....
Selepas Sidikalang kami memulai perjalanan memasuki provinsi Aceh
yaitu kab.Babussalam, jalannya lebar dan sepi .
Melewati bukit-bukit sawit yang
panjang dan sepi membuat saya tidak ingin berlama-lama, ingin segera menemukan
dataran dan desa…dan thanks God…begitu lepas bukit-bukit sawit yang sepi, saat itu menjelang maghrib, kami sudah mencapai desa di daerah datar pesisir pantai. Dan dalam hitungan detik hujan lebat plus angin menghajar, saking derasnya tetesan air terasa perih
ke kulit. Demi keamanan kami berhenti di warung klontong di desa daerah Kota fajar yang
sedang mati listrik tsb.
Hujan anginnya cukup awet sehingga 1 jam lebih kami berteduh sambil mengobrol dengan pemilik
warung dalam keremangan lilin…
Saya mulai gelisah, hujan angin seperti itu yang
saya takutkan adalah pohon tumbang.. tetapi kami mendapat info dari pemilik warung
kalau jalan di depan merupakan jalanan datar dan dalam 2 jam akan sampai di kota Kab.Tapak Tuan, kami
berpamitan dan menembus hujan melanjutkan perjalanan.
Dan ternyataaa….tidak
sampai 30 menit, jalanan yang kami lewati sudah tidak hujan, jalannya datar, mulus dan
lebar…sehingga suami saya dapat memacu motornya sehingga sekitar pukul.20.30 kami
sampai di kota Tapak Tuan.
Setelah makan Mie Aceh kami menuju hotel Dian Raya yang
berjarak sekitar 200m dari tempat kami makan, hotel pinggir pantai meski tampak
tua yang penting ada kamar mandi dengan air panas, lumayannn…
Mengepak di pelataran hotel
23
Agustus 2018, sekitar pukul 9.00 kami meninggalkan Tapak Tuan menuju Banda Aceh; di rute
ini kami terlalu banyak buang waktu, dari mencari ATM, jajan bakso, jajan gorengan,
dan sekitar pukul 16.lebih di daerah
Meulaboh ban belakang kempes ternyata ada bekas paku baja…ini diluar rencana (
pastinyaaa..., hehehehe ) suami saya sudah notice saat itu kalau ban belakang
X-max kami sudah gundul juga, saya mengingatkan kalau sudah di kota besar, kita
harus ganti ban..suami mengiyakan dan dia mencari tambal ban sampai sejauh 5
km, dan saya menunggu depan rumah orang yang awalnya memandang saya dengan
curiga, setelah diintip-intip penampakan saya tidak membahayakan mereka
mempersilahkan saya duduk, saya memilih duduk di luar di bawah pohon yang
ternyata banyak nyamuk, tak lama saya disuguhi teh manis dan keripik, hehe…
Satu
jam kemudian suami saya baru menelpon, rupanya dia lupa posisi meninggalkan
saya dimana, ..oh dassar…akhirnya setelah berbincang sebentar dan mengucapkan
terima kasih, kami meneruskan perjalanan menuju Banda Aceh yang masih jauh di depan...
Bakso di daerah Meulaboh |
Sekitar pukul 21.00 kami sampai di Banda Aceh, kami langsung menuju pelabuhan untuk mengecek jadwal kapal ke Sabang, pelabuhannya bersih dan ada orang-orang yang memilih menginap di ruang tunggu pelabuhan untuk menyebrang ke Sabang dengan jadwal kapal pukuk.8.00 keesokan paginya. Kami sempat mengobrol dengan bapak-bapak solo touring dari Sidoarjo menggunakan motor bebek, luar biasa...
Saya memutuskan menginap di losmen
Crystal di sekitar pelabuhan , losmen murah dan sederhana yang saya pikir cukuplah untuk
istirahat rebahan karena saat itu sudah pukul 22.00 dan kami berencana check out pukul 5.30 keesokan harinya.
Saya memilih datang awal ke pelabuhan karena tidak tahu sistem penyebrangannya,
dan kalau tidak kebagian tempat , kami harus menunggu jadwal berikutnya yaitu
pukul.16.00
Ngantuk, rebahan dulu... |
Pelabuhan Ulee Iheue - Banda Aceh di malam hari |
24 Agustus
2018, pukul 6.00 kami sudah sampai pelabuhan , dan betul saja, sistem tiketnya
manual.
Sehingga kami harus mengantri beserta motornya dan membayar tiket manual.
Kami bertemu lagi bapak-bapak dari Sidoarjo
yang entah kenapa kok seperti orang bingung , sehingga kami berasumsi bapak itu
sedang punya masalah rumah tangga ..hehe
Kami berbincang dengan bapak rider di sebelah kami , beliau dari Bogor dan karena keterbatasan waktu mengirim motor Honda 650 cc nya yang keren ke Aceh, beliau sendiri ke Aceh menggunakan pesawat untuk
kemudian riding ke Sabang.
Pukul 8.00 kami sudah dalam penyebrangan menuju Sabang, dan pukul 10-an kami sudah menjejakan kali di P.Sabang dan mulai menyusuri jalanananya
yang sepi dan mulus dan akhirnya hampir tengah hari kami
sampai titik nol Indonesia…Horeeeeeeeeeee……
View dari seberang gedung DPRD Sabang |
Yeayy.....KM 0 Indonesia.. |
Sabang menjelang malam |
Setelah
foto-foto dan beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan mencari makan siang dan kesekian kalinya makan di RM Minang, heheheh....kemudian menuju Iboih untuk mencari penginapan dan medapat
kamar di lantai atas dengan balkon menghadap pantai yang lumayan luas untuk duduk-duduk dan
jemur-jemur.
Kami sempat tergiur ikut trip snorkeling di pulau Rubiah yang cuma
selemparan batu dari Iboih tapi harus membayar kapal lumayan mihil, sesampainya
P.Rubiah yang memang jernih kami dibikin nyengir kuda, karena lokasi snorkel di
P.Rubiah dalamnya cuman sedengkul dan penuh anak kecil .. andai saya ikut nyemplung disana pasti seperti ikan
paus terdampar diantara anak-anak..wkwkwk, kecele….kami pikir trip snorkelingnya kami akan naik
perahu dan dibawa ke spot-spot snorkel seperti waktu kami di Karimun Jawa,
akhirnya kami buang 600 rb percuma, dan kami memilih kembali ke penginapan
untuk leyeh-leyeh saja…
25
Agustus 2018, pukul 5.30 kami sudah bergegas menuju pelabuhan yang berjarak sekitar 20
menit perjalanan dari Iboih, dan benar saja...antrian sudah padat
dan lagi-lagi sistem antrian manual, kami harus antri merapatkan motor dan
jangan kemana-mana .
Dan betul saja…tidak semua kendaraan ( mobil & motor )
yang mengantri saat itu dapat masuk semua ke kapal,sehingga sebagian calon penumpang harus menunggu jadwal penyebrangan berikutnya,fuih…untunglah kami datang pagi…sehingga sekitar pukul 11.00 kami sudah makan ( lagi-lagi) nasi Padang di Banda Aceh.
Kami
melewatkan kota Banda Aceh, Mesjid Baiturrahman kami hanya lewat, museum
Tsunami? Forget it…saya sudah cukup merasa tercekam sejak tiba di Banda Aceh karena
membayangkan Tsunami tahun 2004…
Antrian motor di pelabuhan Sabang, ticketing masih manual |
Perjalanan
Jalur timur pun dimulai, ruas jalan Banda Aceh ke Medan lumayan mulus, banyak yang berjualan makanan/jajanan sehingga saat itu banyak
sampah di pinggir jalannya.
Di jalur timur ini gudangnya kebun sawit dan panasnya minta ampun , saat
itu suhu sampai 38C…bawaannya ingin menepi dan berteduh di bawah pohon rindang sambil
jongkok minum es kelapa…
Jalur timur Sumatra ini mirip jalur Utara Jawa, dimana mobil-mobil monster luar biasa banyaknya, dan truk-truk tangki yang mengangkut CPO .
Terus terang saya mulai stresss dan kurang suka jalur timur Sumatra ini...sehingga saya sempat mengusulkan di sekitar Bireun
kita ambil jalur tengah saja ke Gayo dan Takengon.
Jalur
timur sangat tidak menyenangkan terutama panasnya ; mobil-mobil monsternya yang luar biasa banyak
, dan pemandangan monoton kebun sawitnya membuat saya sangat bosan..terus terang di jalur timur saya sering mengeluh bosan..hehe...
Maka,masukan saya untuk para rider yang akan ke sabang , akan lebih menyenangkan apabila kita mengambil jalur barat dan tengah Sumatra saja saja...hahaha
Di jalur
timur ini juga kami banyak berhenti di Indomart/ Alfamart untuk beli minuman dingin…saya
yang biasanya anti minum minuman manis-manis seperti itu terpaksa melanggar,
jadilah jalur timur adalah jalur minum es teh, es jeruk, teh kotak, mogu-mogu, pulpy orange, coca-cola..dll, dsj…karena judulnya adalah panas dan haus.
Pepaya segar seperti ini sesuatu banget di tengah perjalanan yang panas |
Awalnya
kami mengejar akan bertemu kawan di Medan, sehungga dari Banda Aceh kami riding dgn
ngoyo berharap sampai Medan sebelum pukul 9 pagi , apa daya, alternatif lewat jalur
tengah ( Gayo, Takengon ) terpaksa disingkiran dan suami saya ngebut...tapi saya tidak kuat
menahan kantuk, sehinga khirnya suami saya menyerah dan mengabari kawan di Medan kalau kami
tidak bisa bertemu, dan pukul.3.00 dinihari
kita masuk Pom Bensin yang hanya 4 jam ke Medan, dan saya langsung
teparrr…..
26
Agustus 2018, pagi-pagi kami sudah tancap gas menuju Medan.
Sesampainya di kota Medan kami
sempat mencari sarapan yang kata Google sih beken, RM Sinar pagi namanya yang ternyata ruameee...Rumah makan lama dengan metoda lama,karena pemesanan ditulis kemudian diteriakkan,
jadi suasananya ramai dan berisik, hehe…
Sotonya biasa aja, saya heran kok bisa
rame, pecelnya juga biasa…dan tahukah
anda, nasi dengan soto plus satu perkedel kentang dengan satu gelas es teh
adalah 40 rb. Karena saya nambah satu piring pecel, sarapan kami saat itu 98k.
Memang selama di Sumatra untuk makan berdua selalu keluar 100k dan mendapat
kembalian pecahan 10k, 20k…memang betul ya, di buku-buku katalog promosi juga seringkali
tercantum ‘harga luar jawa lebih tinggi’..
Setelah itu , kami masuk sebuah toko bakery untuk membeli beberapa roti dan nongkrong di
cafenya sambil mengatur streategi…akhirnya diputuskan kami istirahat di Medan
dan mencari penginapan untuk malam itu.
Kami menginap di Jangga Homestay, seperti biasa kami memperoleh penginapan dari aplikasi traveloka, tempatnya
bersih dan lingkungannya sepi..
Kami mandi air panas dan tidur sepuasnya…, sehabis riding yang agak ngoyo dan tanpa tidur yang cukup kami selalu memilih mandi air panas untuk memulihkan stamina, karena entah kenapa rasanya otot-otot tubuh lebih relax dan peredaran darah terasa lebih lancar..., coba deh
Pukul 16.30 kami sempat berkunjung ke istana Maimun….tetapi tidak banyak yang bisa
dilihat, tidak seperti Keraton Yogja misalnya, yang mana kita
bisa melihat koleksi kesultanan dan terkadang ada tarian khas keraton , kalau di istana Maimun hanya melihat ruangan -ruangan istana
yang tidak terlalu besar.
27
Agustus 2018, seperti biasa jam biologis kami adalah pukul 9.00 untuk memulai
perjalanan , kami melanjutkan riding ke Pekan Baru, rute ini harus berhati-hati
karena banyak ruas jalan yang bergelombang dan lebih waspada apabila akan
menyalip truk-truk monster di depan kita. Pemandangannya adalah perkebunan
sawit dan sawit…sesekali ada perkebunan Karet.
Karena perkebunannya milik
perusahaan-perusahaan besar, kebun sawitnya sangat luas dan sepi. Aslinya di
ruas ini jalanan membosankan...
Tidak seperti jalur barat dimana banyak
pantai, jalan yang mulus dan sepi, udara segar, serta jarang bertemu mobil besar sehingga
wajah dan baju kami bebas debu...Di jalur Timur rasanya debu di sekujur tubuh
karena disemprot knalpot truk-truk monster dan debu jalanan …
Sekitar pukul 18-an kami
memutuskan berhenti di Labuanbatu, dan berdasar info dari Google kami menginap di Royal Permata Hotel, yang jelas pekarangan belakangnya kebun sawit…
Sawit di Sumatra memang dimana-mana, di kampung dan di kota...( dan saya seperti orang nyinyir yang terus-terusan berkomentar tentang sawit,hehehe...)
Hotel dengan pekarangan belakangnya kebun sawit |
28
Agustus 2018, sekitar pukul 12.00 siang kami sudah sampai Pekan Baru yang ramai dan
panas…kami memutuskan menginap di Hotel Amaris Pekan Baru. Sorenya kami sengaja keluar untuk berkeliling ke pusat kota dan makan malam.
29
Agustus 2018, kami start meninggalkan Pekan Baru, baru 4 jam keluar riding , mulailah
derita kami...
Akibat lalai tidak mengganti ban yang sudah tipis setelah ban bocor di
Meulaboh, hari itu ban belakang gembos lagi….berapa puluh meter saya berjalan
ada pengendara motor menyapa kami, dan saya dibonceng sampai tambal ban
terdekat…suami saya menaiki motor yang gembos dan ternyata agak sulit mencari tambal ban tubeless disana….
Setelah kami
melanjutkan perjalanan sekitar 2 jam, ban belakang gembos lagi karena
tambalannya lepas…tukang tambal ban tubeless yang sekarang mengatakan kalau dia
menambal paling hanya bertahan 30 menit ,dia menyarankan kami ke tambal ban
‘tiptop’ ..yaitu tambal ban dari dalam yang biasanya dilakukan oleh tambal ban
truk-truk besar di ‘Simpang Rambutan’….baru berkendara belum sampai 5 menit,
lagi-lagi ban belakang sudah gembos…di tengah kebun sawit yang berbukit-bukit naik
turun …hari sudah mulai sore….Oh My God....
Saat saya baru berjalan beberapa menit, ada bapak
pengendara motor matik meyapa kami, namanya pak Hatta, beliau baru pulang
mengontrol kebun sawitnya…pak Hatta menawarkan bantuan untuk membonceng saya
dan suami mengikuti pelan-pelan dengan motor gembosnya…
Kami merasa lebih tenang
setelah ditemani pak Hatta dan jarak ke
Simpang Rambutan masih 10km lagi. Pak hatta masih sempat menemani kami menambal
ban beberapa lama dan sebelum meninggalkan kami Pak Hatta meninggalkan no HP
dan mempersilahkan kami menelpon apabila butuh bantuan atau apabila kami perlu
menginap beliau mempersilahkan kami tidur di rumahnya, aduh.. baik banget khan…
Saya
bersyukur setiap kesulitan yang kami hadapi selama perjalanan selalu ada
pertolongan dan solusi, seperti solusi tambal ban tiptop ini; tukang tambal ban nya anak muda dari Tuk-Tuk
Samosir yang awalnya berprofesi sebagai nakhoda kapal wisata , orangnya sampai
berotot seperti binaragawan dan dia sampai berpeluh-peluh membuka ban belakang X-Max
kami dari pelg-nya ,dia belum pernah menambal motor dengan TipTop itu jadi
baru mencobanya…jadi ban belakang Xmax dibuka dan dicoba ditambal dari dalam, yang
pertama, masih ada rembesan bocor, yang ke 2 baru berhasil dan hari sudah
gelap...
Tarip tambal ban tiptop 90 rb dan kami memberi ekstra sebagai tanda
terima kasih. Pukul 20.00 kami baru memulai perjalanan dengan hati masih was-was.meski
mas dari Tuktuk yakin ban-nya aman.
Alhamdulillah pukul.22.00 malam kami masuk
kota Jambi dan ban motor baik-baik saja, tambal ban tiptop memang toppp..
Ban belakang gembos, dan pak Hatta ,malaikat penolong kami |
Tambal ban Tiptop, 90rb |
Sampai
kota Jambi kami makan malam dan nongkrong sebentar, awalnya saya berniat
menginap dan besok paginya mencari ban belakang Xmax , tetapi suami saya
mengajak kami terus saja…saya agak kurang setuju karena was-was dengan kondisi
ban, tetapi suami saya bilang terus pastinya dia punya perhitungan sendiri…
Akhirnya
kami meneruskan perjalanan melewati jalan yang seringkali bergelombang, tiga jam
kemudian saya tidak kuat menahan kantuk, dan kami masuk pom nensin yang cukup besar dan
ada satu keluarga yang mengendarai mobil yang juga menginap di ruang istirahat
dekat mushalla, kami memutuskan meniup kasur tiup dan gelaran di luar
ruang istirahat .Tidak perlu waktu lama saya sudah mimpi-mimpi sampai
Hongkong dan sekitarnya…
Kota Jambi, hanya mampir saja |
Pagi bangun tidur di pom bensin, mobil monster mulai berdatangan |
Baru sebentar meninggalkan Jambi kami tepar disini |
30
Agustus 2018, pagi-pagi kami bangun dan mandi , tidak berapa lama truk-truk monster
memasuki pom bensin dan kami melanjutkan perjalanan ke Palembang, sampai kota Palembang sekitar pukul 11.00 siang dan langsung mencari toko ban.
Setelah mengganti ban kami menyempatkan
diri makan siang di RM Sarinande untuk temu kangen dengan pindang ikannya yang tiada duanya...
Tahun 2016
kami pernah maka disana sepulangnya mendaki gn.Dempo , anak pemiliknya
masih ingat dengan kami kebetulan dia dulu kuliah di Unpar Bandung sehingga agak nyambung gitulah...
Perut
kenyang, mata mengantuk, kami memutuskan beristirahat sehari di Palembang dan memilih
Homestay 82 syariah melalui aplikasi traveloka, kami mandi dan istirahat sambil ngadem menunggu sore
karena Masya Alloh..Palembang juga cuacanya panas terik , pukul 17-an kami baru
keluar makan di pempek Vico, tidak lupa membeli sekaligus memaketkan oleh-oleh untuk teman- teman kerja, karena saya takut digebukin dan dibully dengan kejam kalau habis cuti tidak membawa oleh-oleh ke kantor ..hehehe
31
Agustus 2018, Pukul 8.00-an kami sudah
meninggalkan Palembang menuju Lampung..
Kami mengambil jalur tengah melewati Mesuji, sempat istirahat di Indomart menunggu suami Jumatan, karena masih teringat peristiwa
pertikaian saling bantai warga lokal dengan penduduk Bali disana , saya masih
merasakan aura kurang menyenangkan dan ingin segera meninggalkan daerah
tersebut.
Saat itu suami saya juga sepertinya lagi enak ridingnya, sejak dari
Indomart itu dia menolak terus setiap
saya tawari berhenti sampai akhirnya kami berhenti istirahat dan makan sekitar
magrib di RM Simpang Raya tidak sampai 1 jam dari Bakauheuni…
Kamipun makan
seperti orang kesetanan, hahaha..lapar berat.., dan tak lama kami sudah leyeh-leyeh tiduran
di dalam kapal Fery menuju Merak, kapalnya tidak sebagus Jemla –Ataya, tapi
yang penting laut sangat bersahabat malam itu.
Pukul 23.00-an kami sudah membelah
jalanan Cilegon menuju Jakarta yang mana sepanjang jalannya masih ada
saja orang-orang berkegiatan, orang-orang kota sudah tidak membedakan siang dan malam..kalau di desa pukul 21.00 suasana sudah sepi, giliran binatang malam dan mahluk halus yang berkegiatan..hehehe
Sesampainya Jakarta kami memutuskan mengambil jalur pincak Puncak karena kuatir macet di jalur Karawang-Bekasi seperti saat berangkat. Dan
disinilah kami dibuat bingung dengan jalanan Jakarta , suami saya berulang kali
salah mengambil jalur dan Google map membawa kami masuk jalan-jalan kecil yang asing dan membuat kami galau. Jalanan Sumatra kita bisa
lewati tanpa nyasar, di Jakarta kami betul-betul seperti rusa masuk kota…
Akhirnya
dinihari kami berhasil menemukan jalur ke Puncak, sesampainya Cianjur seperti
biasa pukul 3.00-an kantuk tak tertahankan dan kami istirahat di pom bensin
sejenak.
Subuh nya tanpa mandi kami langsung tancap gas..sempat jajan gorengan dan
sarapan sup ayam Pak Min kesukaan suami saya, dan kami melanjutkan pulang ke
Lembang.
Pukul 9.00-an kami sampai rumah…senang rasanya begitu masuk ; meski
ditinggalkan lama rumah tetap bersih dan kucing-kucing kami sehat semua, mereka langsung bermanja-manja kangen sama bundanya, hehe
Begitulah
manusia ya…saat di rumah pingin jalan-jalan…pergi jalan-jalan lewat dari seminggu kok ya
kangen rumah…yang jelas baru berapa hari di rumah , kami sudah membicarakan
SUMBA…our next trip..yeayyy..semoga ada usia dan rejeki, aamiin..
GOKILLL BRADERRR....🙋♂️
BalasHapusSalam kenal, trimakasih sdh mampir
HapusKeren sekali bisa touring berdua bersama istri sampai KM 0 Indonesia..
BalasHapusTrimakasih sudah mampir ,salam touring....😁
HapusWah kereeen.. sangat menginspirasi. Btw, kabarnya ada ruas2 tertentu di jalur sumatera yg "tidak aman". Benarkah?
BalasHapusKapan ke Sumba??
Di sumatra kami aman2 saja meski riding sampai dini hari, yg penting feeling enak ya jln aja...ke sumba? Ini kami sedang di kapal sape menuju lavuan bajo krn feri sape ke Sumba sdh lama tdk jalan, jd jgn percaya jadwal di website ASDP...hehe
Hapuskalau lihat cerita perjalanan begini, jadi pgen bisa jalan2 juga
BalasHapusAyo mas...sekali2 keluar dari rutinitas, n hati2 ketagihan..hahaha
HapusSemoga saya bisa menyusul ditahun 2020🙏
BalasHapusAyooo..2020 sebentar lagiiiii
Hapuskeren abih bang jadi pengen nih kesana, kalo sendiri kurang asik juga sih. hehehe...
BalasHapusklu sendiri gada teman curhat ya mas...ayo dicoba, jalanan Sumatra aman kokkkk
HapusKeren, aku ada rencana libur lebaran 2021 riding ke titik nol kali aja bisa ngerayain setengah abad ku disana... Insyaallah
BalasHapusBoleh bareng sama saya mas... saya bulan juni tgl.24 mau kesana. 087828758111
HapusAsyiekkk.....moment bersejarah, usia emas harus dirayakan, sehat selalu gan..!! jalanan Sumatra AMAN !
BalasHapusThanks atas pengalaman dan infonya..
BalasHapusJadi ada gambaran untuk touring selanjutnya..
Semoga membantu...
HapusMantap kang, insya Allah saya bulan ini mau touring juga dari Painan (sumbar) ke Bandung. Masi ingat kan kang nginap di hotel hana Painan, rumah saya di belakang hotel hana,
HapusWah..hotel hanah syariah ya..sippp, selamat menikmati bandung
Hapuskeluar budget berapa om itu kalo bersih?
BalasHapusDiatas rata rata bro dr ceritanya.. kelas premium beliau krn dr mulai motor tmpat mkan etc.. beda salam satu aspal
BalasHapusHueeebaaat..👍🌷
BalasHapusSaya baru cimahi-Tanjung krng..
wah sama2 penduduk Bandung Barat rupanya, ayo mas..Indonesia kita asyik untuk diexplore dengan motor, salam kenal
HapusAbis berapa juta?
BalasHapusSkitar 10-12 jt mas ,kalau sy review seharusnya budget dapat banyak ditekan,karena saat itu kami sempat buang dana lumayan untuk snorkle gagal di P.Sabang, slain itu dana penginapan juga cukup lumayan ; meski kami beberapa kali tidur di pom bensin.Selain itu krn hrs kasi oleh2 teman2 kantor kami juga membeli oleh2 yg dipaketkan dari palembang, next trip kami akan kembali ke Sumatra jalur tengah,kali ini kami akan membawa tenda untuk menghemat budget penginapan dan akan lebih leluasa mengexplore sudut2 Sumatra yg terlewat karena kami ber2 tidak lagi berstatus karyawan alias pengangguran...hhehehe
Hapusterimakasih atas pengalamannya saya jadi ada gambaran untuk total bensin dan untuk pengeluaran budget yg harus di bawa berapa, salam satu aspal dari astrea grand bekasi
BalasHapussemoga membantu..salam kenal
HapusKeren banget ka👍🏻
BalasHapusBissmilah mau coba pas suami libur panjang, kebetulan keluarga suami pindah semua ke Aceh dan kita ada rencana mau kesana pake motor sekalian jalan2 ke kota2 di Sumatera.
wawww..pasti menyenangkan touring/jalan2 sambil silaturahmi dengan keluarga, slamat menikmati, Insya Alloh jalanan Sumatera aman..salam kenal
HapusKeren kak, wahh kepengen juga kek gini tapi apalah dompet tipis 😭
BalasHapusYahhhh...semangat brotherrr...!!!..dimana ada kemauan, disitu ada jalan, uang dapat dicari tapi waktu tak kan kembali...hehe
Hapuskeren.ingsaallah saya mau berangkat ke 0km tgl 10 desember pakai motor vario 150 dari bgr bertiga.semoga sehat berangkat sampai pulangnya januari 2021.amiin
BalasHapusAamiin..semoga perjalanan lancar dan sehat selamat, mohon selalu hati2 & mengikuti insting..,wah pasti seru jalan 3 motor,selamat bersenang-senang..!!, terimakasih sudah mampir
HapusHayyu ke sabang tgl 24 juni 2021. 087828758111
Hapusjangan lupa lewati jalur barat Natal -Sibolga- Babussalam dan jalur Banda Aceh -Takengon-Blangkajeureun-Kutacane
HapusMantap... Very inspiring, barusan browsing untuk cari info pengalaman ke arah sabang dari Jawa Barat, Cimahi. This blog is some how useful dan meng-upgrade confidence saya dan istri yg insyaallah akan ke nol kilometer setelah PPKM beres. Tadinya udah ready.. Ehh ada PPKM.
BalasHapus2014 lalu saya pernah ke Sumatra, tapi sampai pekan baru dan lanjut ke kepri Batam.
2004 lalu juga ke Brunei Darussalam.
Dan story di blog anda ini makes me confident enough. Thanks for the adventurous story.... Salam kenal
Whaaaa..menyenangkannn kalo sudah punya rencana jalan ituuuu.... jangan lupa lewati jalur barat Natal -Sibolga- subulussalam yang amazing dan jalur Banda Aceh -Takengon-Blangkajeureun-Kutacane yang indaahhhh dan danaunya yang menawan.....salam kenal & terimakasih sudah mampir
HapusSangat menginspirasi. Terimakasih contekannya. Karena saya akan berangkat berdua suami start dari denpasar menuju 0 km sabang. Salam sehat selalu.
BalasHapuswawww...dari Baliiii...semangattt mbakkk! jagan lupa , jalur Natal-Sibolga & jalur Aceh-Takengon-Kutacane...smoga selamat sampai tujuan & kembali ke rumah
HapusBlog nya keren, menginspirasi.sy mau coba dr aceh ke bandung
BalasHapuskereenn kakaaaaa.....ayoo, klu sampe bdg kabari kamiii
BalasHapus